....🚩bagian empat puluh lima : paviliun yang terbakar🚩....

29.2K 4.6K 137
                                    

"API!"

Para pelayan berlarian menyelamatkan diri ditengah kepulan asap yang membumbung menuju angkasa, sementara setiap pengawal yang ada sibuk memadamkan amarah si jago merah.

"CEPAT PADAMKAN APINYA!"

"YANG LAIN CEPAT PERGI KE TEMPAT YANG AMAN!"

Edbert membuang wajah ke berbagai arah guna mencari keberadaan perempuan bermata biru laut, hanya saja dari sekian banyak orang, ia tak mendapati sosok Selena disana.

"Tuan Edbert?"

Senyum Anastasia mengembang ketika melihat keberaan Edbert, pria yang menjulang tinggi diantara kerumunan itu berhasil memikat perhatiannya. Bahkan tanpa membuang waktu Anastasia lekas berlari menghampiri Edbert, meninggalkan kedua temannya yang tengah mendapat perawatan ringan dari pelayan yang lain.

"Tuan Edbert, hiks."

Grep

Tubuh Edbert membeku sejenak ketika seseorang tiba-tiba saja memeluk tubuhnya dari belakang. Awalnya senyum Edbert terukir saat ia berpikir pelakunya adalah Selena, namun ketika pelukan itu terurai dan Edbert memutar tubuh, saat itu air mukanya berubah seketika.

"Tuan Edbert saya takut, hiks."

"Anastasia?" gumam Edbert, salah satu alisnya terangkat saat melihat wajah Anastasia yang sedikit menghitam.

Anastasia tertunduk dengan matanya yang terpejam, guna menumpahkan seluruh kristal bening dari pelupuk matanya.

"Saya takut, hiks."

"Saya pikir saya akan mati, hiks, semua api itu hampir mengenai saya." tangisnya namun tak Edbert indahkan.

Wajah pria itu masih asik mengedar disekitar kerumunan pelayan yang saling berjibaku memadamkan api, juga menolong pelayan lain yang terluka. Sampai akhirnya tatapan Edbert terpaku pada tiga teman sekamar Selena, dan tanpa membuang waktu ia berlari menghampiri ketiganya.

"Saya ta... Tuan Edbert?"

Kepala Anastasia ikut berputar, seketika amarahnya memuncak ketika melihat Edbert mendekati teman sekamar Selena.

"Sial, bisa-bisanya kau mengabaikanku hanya demi pelayan rendahan itu!" geramnya tertahan.

Saat berbalik ia tak sengaja melihat Carlos tengah berlari ke arahnya, dan refleks Anastasia kembali menumpahkan sisa air matanya.

"Carlos, aku... Hiks,"

Carlos berlari cepat melewati tubuh Anastasia, begitu pula dengan Austin dan juga Noah. Dimana ketiganya hanya terpaku pada satu titik yang sama, dan tentu kejadian yang baru saja Anastasia alami cukup untuk membuatnya terperangah tak percaya.

"Apa mereka mengabaikanku?"

"Kenapa?"

"Apa karena kondisiku yang kurang menarik perhatian mereka?"

Anastasia menggigit bibir dalamnya gelisah. Saat dirinya dilanda amarah dan rasa bingung, seketika bola matanya terhenti pada sepasang suami istri yang menatap paviliun pelayan dengan tatapan khawatir.

Menyeringai kecil "Aku harus menarik perhatian mereka!"

Anastasia berlari menghampiri kedua orang tua Edbert, namun sebelum itu ia sengaja membuat penampilannya bertambah memprihatinkan dengan tatapan mengiba.

"Nyonya Alice, hiks."

Alice membelalak mata "Astaga Anastasia!"

Perempuan paruh baya itu lekas menarik tubuh Anastasia yang bergetar dalam pelukannya, sementara tangannya sibuk membelai surai Anastasia yang sedikit kusut.

PROLOG (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang