....🚩bagian dua belas : kemampuan memanah🚩....

47.4K 6.4K 38
                                    

Selena pergi menuju mansion utama untuk menemui Edbert. Namun karena stamina tubuhnya yang masih rendah, beberapa kali Selena terpaksa menepikan diri sembari mengatur pengeluaran oksigen dari paru-parunya. Saat dirasa sudah lebih baik, barulah Selena kembali melangkah.

"Kepala pelayan,"

"Selena?!" pekik perempuan paruh baya itu, terkejut.

"Kau sudah sadar?"

Selena tersenyum tipis "Seperti yang anda lihat," jawabnya seadanya.

"Tapi kenapa kau kemari? Bukankah tuan Edbert memintamu beristirahat sampai kondisimu benar-benar pulih?"

"Ah soal itu, saya ingin bertemu dengan tuan Edbert. Apa beliau ada?"

"Apa ada masalah?" tanya kepala pelayan, risau kalau Selena harus terjerat masalah lagi.

Dengan cepat Selena menggelengkan kepala "Tidak, saya mencari tuan Edbert karena ingin mengucapkan terima kasih. Dan... ada beberapa hal yang harus saya bicarakan dengan beliau,"

"Oh begitu."

"Jadi apa tuan Edbert ada?"

"Tuan Edbert tidak ada di mansion."

"Apa?"

Selena terperangah, bisa-bisanya Edbert menghilang saat dibutuhkan. Apa pria itu tidak tau perjuangan Selena untuk sampai kemari, bahkan ia mengesampingkan rasa sesak didadanya hanya agar bisa menjalin relasi dengan pria itu.

"Kalau begitu... apa anda tau kemana tuan Edbert pergi?"

"Sore-sore begini biasanya tuan ada di tempat latihan,"

Selena mengangguk paham "Terima kasih, kalau begitu saya permisi."

"Baiklah."

Selena kembali mengayunkan kakinya perlahan, tentu saja sambil mengucap sumpah serapah lantaran jarak dari mansion utama ke tempat latihan itu lumayan jauh. Sejujurnya Selena tak tau letak pasti tempat Edbert mengolah otot tubuhnya, karena itu Selena pergi ke tempat dimana ia bertemu Austin untuk pertama kalinya. Iya, Selena memang bodoh karena tak bertanya dimana letak tempat latihan Edbert.

Dan Selena berharap kalau dugaannya kali ini pun benar. Semoga Edbert berada di tempat latihan para pengawal, dengan begitu usaha Selena untuk pergi kesana tidak akan sia-sia. Tinggal beberapa meter lagi ia sampai, hanya saja kondisi Selena tidak memungkinkan untuk kembali berjalan. Alhasil Selena harus bersandar dibawah pohon besar guna mengumpulkan pasokan oksigen untuk indra pernafasannya yang terasa kian sesak dan sakit.

"Hah, hah, hah."

Butuh beberapa saat bagi Selena untuk menetralkan kembali deru nafasnya, dan setelahnya barulah ia kembali melangkah. Semakin dekat dengan tempat latihan, maniknya tanpa sengaja melihat punggung tegap milik Edbert yang saat ini tengah membelakanginya.

"TUAN ED..."

Selena tertegun kagum, hingga tanpa sadar suaranya tertelan masuk. Dia benar-benar tak bisa berkomentar saat menyaksikan Edbert begitu lihai memainkan anak panah. Bahkan Selena seolah terbius ketika semua kayu runcing itu merobek udara dan pada akhirnya tertancap sempurna pada objek yang dituju.

PROLOG (TERBIT)Where stories live. Discover now