....🚩bagian empat belas : menyusun rencana cadangan🚩....

44K 5.9K 37
                                    

"Jadi maksudnya nona Selena ingin belajar menembak bersama saya?"

Selena bergumam "Benar."

"Tapi kenapa harus saya?"

Selena mengulas senyum diatas bibir tipisnya. Jelas sekali kalau Austin mencoba untuk mencari tau alasan sebenarnya kenapa Selena bersikukuh ingin belajar menembakkan timah panah pada pria itu, dan beruntungnya Austin karena Selena sudah menyiapkan jawaban terbaik untuk memuaskan hasrat keingin tahuannya.

Berdeham pelan "Sebenarnya saya sudah tertarik dengan dunia militer sejak dulu, tapi seperti yang anda lihat. Fisik saya tidak memungkinkan, tinggi badan saya juga jauh dari ketentuan. Ditambah saya tidak memiliki kapasitas pendidikan dan ekonomi yang mencukupi,"

"Karena itu nona ingin belajar dengan saya?"

"Iya!"

"Saya tau kalau saya hanya seorang pelayan, tapi saya benar-benar tidak bisa membendung hasrat saya pada dunia kemiliteran. Jadi jika saya tidak bisa menjadi tentara, minimal saya berharap bisa memegang satu senjata untuk melindungi diri saya."

"Dan mungkin suatu hari nanti saya juga bisa membantu kalian, meski mungkin kontribusi saya tidak sebesar itu." jelas Selena beruntun.

Austin tak langsung menjawab, saat ini otaknya tengah menimang akan menerima permintaan Selena atau tidak. Sebenarnya tak ada masalah kalau Selena ingin berlatih menembak, Edbert juga tidak memberi larangan bagi siapapun yang ingin belajar mengolah tubuh. Meski begitu bukan berarti Austin akan langsung setuju begitu saja.

Selain mempertimbangkan kemampuan, Austin juga harus memastikan kalau fisik mereka yang ingin belajar padanya dalam kondisi yang prima. Karena meski terlihat sederhana, tapi kegiatan ini cukup menguras tenaga. Ditambah Selena baru saja pulih setelah memakan kue strawberry yang Ema berikan, karena itu Austin sedikit dibuat bingung harus memberi jawaban apa.

"Begini nona, sebenarnya saya tidak keberatan kalau nona Selena ingin belajar menembak pada saya."

Cukup sampai sini wajah Selena langsung bersinar, seakan Austin akan menyerahkan bendera hijau untuk kelangsungan rencananya. Tapi rupanya hal tak terduga merampas seluruh binar itu.

"Saya menghargai semangat nona, tapi nona Selena baru saja sembuh. Sementara kegiatan ini memerlukan kekuatan fisik, karena itu..."

"Anda menolak saya?" tebak Selena to the point.

"Aa... bukan begitu, tapi menurut saya lebih baik nona Selena memulihkan..."

Gue harus gimana?.

Kesadaran Selena menguap. Penolakan tak langsung yang Austin berikan seolah memutus tali rencana yang sudah Selena ikat dengan kuat, kepalanya juga serasa kosong. Dampaknya Selena hanya bisa melamun tanpa tau harus bersikap bagaimana.

"Nona Selena, anda tidak apa-apa?"

Meski berat, Selena tetap memaksakan diri untuk tersenyum.

"Saya baik-baik saja, terima kasih."

"Apa nona yakin?"

Selena tersenyum pias "Iya, jadi tuan Austin tidak perlu khawatir."

"Oh iya saya lupa, ada beberapa urusan yang harus saya selesaikan, jadi saya harus segera kembali ke paviliun." tambahnya, mulai beranjak dari kursi yang saat ini ia duduki.

Austin ikut berdiri "Perlu saya antar?" tawarnya sungguh-sungguh.

"Tidak perlu, saya bisa melakukannya. Kalau begitu saya permisi dan terima kasih untuk waktunya."

PROLOG (TERBIT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora