CHAPTER 24 - MENJAUH

Mulai dari awal
                                    

"Kita kan temen, ayolah makan bareng-bareng di kantin."

"Bener, Dek," kata Romeo. Ia berjalan di belakang mereka bersama Galang.

"Lo harusnya merasa beruntung temenan sama kita. Gue nih orang kaya, ganteng dan idaman wanita," ujar Galang begitu percaya diri.

"Lo juga harus bangga temenan sama calon dokter hewan kayak gue." Romeo pun menepuk dadanya bangga.

"Gue sih nggak muluk-muluk, pengin jadi presiden Indonesia aja," kata Bara yang masih merangkul Ian. Otomatis membuat Ian melebarkan matanya.

"Woahh, presiden? Bara keren banget. Tapi Ian nggak mau jadi rakyat Bara."

"Loh kenapa? Ini bakal jadi sejarah dunia punya presiden seganteng Bara Valcano ngerti?"

"Nggak mau ah. Nanti Ian dibully," jawabnya tetap menolak. "Bara kalo mau jadi presiden harus jadi orang baik. Paling penting harus pinter. Iya kan, Romeo, Galang?" Ian menoleh ke belakang, meminta jawaban mereka. Sementara yang ditanya terkekeh dan Romeo menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal.

Bagaimana ya menjawabnya?

Salah dikit takut digebuk raja sekolah ini.

"Hehe, ya ya gitu," jawab Galang takut-takut disentil.

"Ck, gue juga pinter kali. Gue sebenernya selama ini cuma menyembunyikan kepintaran gue. Liat aja nanti. Gue kalahin lo, Bocil." Ditoyornya kepala Ian main-main oleh Bara. Padahal tidak seberapa, Ian tetap saja oleng. Ia mengusap kepalanya yang sedikit sakit, tetapi baginya ini tidak masalah.

"Kalo lo cita-citanya apa, Dek?" tanya Romeo penasaran.

Ian yang ditanya tersenyum senang. Ia pun menjawab, "Ian pengin jadi polisi hehe."

Mendengar itu mereka semua tertawa, terutama Bara. Ia menepuk-nepuk bahu Ian beberapa kali dan kembali berbicara.

"Dengerin gue, ya, Bocah! Cita-cita lo mau jadi polisi?" Ian pun mengangguk. "Di mimpi lo hahaha!" lanjutnya dan kembali tertawa. Bara sampai memegangi perutnya saking lucunya apa yang dikatakan Ian ini.

Ia memilih duduk di bangku pojok kantin, mereka sudah sampai di kantin omong-omong, diikuti Galang dan Romeo sementara Ian masih berdiri di depan meja dengan hidung kembang kempis.

"Kenapa Bara selalu kayak gitu? Bara selalu ngetawain Ian? Ian serius ngomongnya tau!" kelakar Ian mulai emosi. Ia mengusap matanya yang mulai berair.

Kenapa sih kalau di dekat Bara Ian selalu direndahkan?

Ian itu ingin juga dianggap teman bukan bahan tertawaan apa lagi bahan bulian.

Bara menghela napasnya, lalu menatap Ian. "Gini deh. Lo kesenggol dikit aja tumbang, ditendang dikit aja kesakitan, dikit-dikit nangis, dikit-dikit minta ampun. Lo tau nggak sih? Seleksi jadi polisi itu nggak semudah itu. Lo bisa keliling lapangan sepuluh kali? Nggak. Lo bisa olahraga? Nggak. Lo bisa gelut? Apa lagi..."

Bara menggelengkan kepalanya. "Lo itu nggak akan lolos jadi polisi. Lo itu lemah. Ngerti nggak sih? Lemah!" ulangnya penuh penekanan. "Dari pada jadi polisi, mending jadi dokter deh sana. Lo kan genius kata guru."

Galang dan Romeo yang mendengar saran Bara pun bebarengan mengacungkan jempol pada Ian.

"Orang Ian penginnya jadi polisi kok Bara ngatur-ngatur Ian biar jadi dokter? Dasar aneh!"

"Lo yang aneh, tolol!" Emosi Bara meluap, ia sudah berdiri dari duduknya berniat menghajar cowok dengan wajah manis itu, tetapi ia urungkan. Bara kembali duduk dan mengusap dadanya lembut sembari mengucap kata sabar.

CHRISTIAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang