Aku suka dispam komment, tapi mbok ya jangan next-next aja. Aku tuh lebih suka kalian komment tentang ceritanya dari pada isinya cuma next-next doang. Rasanya tuh kek aku gak dihargai, kit heart, serasa kayak robot yang gak punya hati untuk selalu melanjutkan cerita ini. Oke, segitu keluh kesahku. Semoga kalian paham. Maaf jika menyinggung ☺️🙏
Follow wp : sapidolls
Follow ig : @flowdisee @wattpadidol
Follow tiktok : @flowdiseSelamat membaca. Enjoyyy!
"Apa liat-liat? Mau gue colok matanya?" tajam Aika ketika ia berjalan di belakang Ian dan banyak para siswa menatapnya. Terutama teman sekelasnya itu.
Bel masuk akan segera berbunyi. Mereka kembali ke kelas. Aika bilang tidak mau jalan berdua dengan Ian. Alhasil mereka jalan sendiri-sendiri. Meski begitu ternyata Aika jalan di belakangnya dengan jarak yang tidak terlalu jauh.
Mata Ian terlihat sembab. Kalau bisa sebenarnya Ian tidak mau melihat wajah Bara lagi, tapi bagaimana caranya? Mereka itu satu kelas.
Ah, sepertinya Tuhan begitu senang mempertemukan mereka. Tepat sekali, mereka berpapasan di pintu masuk kelas. Tangan Ian sudah mengepal, Bara yang melihat itu malah tersenyum tanpa dosa.
"Kita kemusuhan pokoknya!" kata Ian kesal.
Ian menahan napasnya ketika Bara mendekatkan wajahnya dengan ke dua tangan di masukkan ke saku celana.
"Dari awal kita emang nggak pernah akur, kan?" Setelah mengatakan itu Bara pergi, padahal bel masuk akan segera berbunyi. Entah ke mana laki-laki itu pergi.
Ian tidak memikirkannya. Ia segera pergi ke bangkunya dan duduk dengan tenang sembari menunggu guru yang akan mengajar datang. Karena bel masuk baru saja berbunyi.
Tetapi dua orang tampan yang sayangnya begitu menyebalkan itu terus mengganggu Ian dengan kata-kata ejekannya. Mereka duduk tepat di depan bangku Bara.
"Ututu ada anak mami nih yang baru aja nangis," ejek Galang.
"Ingusnya dilap dulu deck, netes tuh!" imbuh Romeo.
Ian yang mendengar itu langsung mengusap bawah hidungnya. Tidak ada ingusnya kok, Ian kan tidak flu. Sial, ternyata Ian dibohongi.
"Haha, gila kek gorila," ejek Galang melihat wajah Ian.
"Gimana? Rawrhhhh hahhaha." Romeo sampai memperagakannya sambil menggerakkan tangannya seolah tengah mencakar.
Mereka berdua terus tertawa ngakak. Sekarang mengejek Ian adalah hobi mereka karena ini sungguh menyenangkan. Apa lagi ketika wajah Ian memerah padam penuh emosi. Andai saja ini di kartun animasi, pasti telinga Ian sudah mengeluarkan asap.
"Berisik! Suara kalian jelek!" seru Ian tanpa takut sedikit pun.
"Apa lo bilang?" Romeo bangkit dari duduknya. Berjalan mendekati Ian dengan wajah mengajak ribut. "Coba ulangi sekali lagi!"
KAMU SEDANG MEMBACA
CHRISTIAN
Teen FictionAika itu suka ngatur, tapi Ian suka. Aika itu suka marah-marah, tapi Ian nggak benci. Aika itu suka nyontek, tapi Ian bolehin. Ian lebih percaya kalau Aika cinta Ian dari pada Aika jahat sama Ian. "Kenapa nangis?" tanya Aika ketika Ian kembali d...