B 43

3.5K 312 5
                                    

"Kenapa, hum?"

"Aku haid," Jawab Biya lesu.

Ia berusaha tidak terlalu kecewa. Bahkan sudah tidak terhitung lagi ini kejadian yang keberapa. Harusnya ia tidak sekecewa ini, harusnya ia tidak terlalu berharap. Tapi tetap saja rasa kecewanya sama seperti saat pertama haid setelah mereka memutuskan berusaha memiliki anak 3 tahunan yang lalu. Ya, sudah selama itu mereka berusaha.

"Eoh? Perutmu sakit?" Tanya Derren berpikir kalau muka lesu Biya karena perutnya sakit.

"Engga Der, cuma, kita gagal lagi."

Derren tersenyum. Biya memang selalu seperti ini saat awal haid. Kecewa dan hampir putus asa. Pasti berat, karena bagaimanapun saat belum memiliki keturunan, pihak perempuan yang biasanya disalahkan oleh masyarakat. Bahkan Biya pernah disuruh oleh teman mamanya agar berhenti bekerja dan fokus pada program hamil mereka.

Tapi Derren tau betul, itu tidak akan lebih baik. Biya yang tidak memiliki kesibukan justru akan overthinking sepanjang waktu. Makanya ia mengizinkan Biya bekerja, agar setidaknya Biya tidak terus-terusan memikirkan soal mereka yang tak kunjung diberi keturunan.

"Gapapa, kita akan coba lagi. Btw, aku liat kamu ketemu Aida di kafe kemarin." Kata Derren mengalihkan topik.

"Ah iya, dia kasih undangan pernikahan." Jawab Biya dengan ekspresi antusias. Derren berhasil mengubah mood istrinya.

"Oh? Kapan?" Tanggap Derren ikut antusias agar mood baik Biya semakin terbangun.

"Akhir bulan nanti, kamu bisa?"

"Aku usahakan, lagian Aida berperan besar pada hubungan kita awal nikah dulu."

"Iyaa. Besok temenin cari kado juga ya." Pinta Biya yang saat ini mendudukan diri di samping suaminya.

"Nggak mau hari ini? Mumpung aku libur." Jawab Derren mengelus rambut panjang Biya.

"Aku diminta pak bos ke kantor hari ini, kayaknya mau diskusi proyek yang aku ceritakan kemarin."

"Sungguh? Good luck kalau begitu, jangan lupa masakin kesukaan aku kalau kamu dapet proyek itu." Biya mengangguk setuju. Ia cukup percaya diri akan mendapatkan proyek ini.

****

"Biya maaf kamu belum bisa ikut proyek ini."

"Kenapa, bos? Bukannya saya memenuhi semua persyaratannya. Kemarin bos bilang saya bisa bergabung sama tim."

"Iya, semua persyaratannya awal telah terpenuhi. Pihak klien juga suka dengan portofolio kamu, jadi saya tadinya mau memasukkan kamu ke tim ini. Tapi hasil MCU kamu tidak memenuhi syarat. Mereka menyaratkan anggota tim sehat jasmani rohani dan tidak sedang mengandung karna kedepannya akan sering bepergian bolak-balik ke lokasi proyek."

Biya bingung, ia sakit kah? Seingatnya medical check up terakhir tidak ada masalah.

"Bapak harap walaupun kamu tidak jadi terlibat pada proyek ini, kamu tetap  mempertahankan kinerja baik kamu ya, Biy. Banyak klien kita yang suka dengan kinerja kamu." Biya mengangguk. Ia sedikit kecewa, tapi ya sudahlah, belum rejekinya.

"Ini hasil MCU kamu, dan selamat! Kalau kamu perlu istirahat ambil curi saja, jaga kesehatan ya, Biya." Biya mengernyit bingung, tapi tetap mengangguk dan mengambil map yang disodorkan bosnya.

"Kalau begitu, saya permisi bos."

Setelah pulang dari kantor, Biya tidak langsung pulang. Ia memutuskan mampir ke kafe karena Derren tadi mengabari kalau bertukar shift dengan temannya.

B [Completed]Where stories live. Discover now