B 5

4.4K 285 2
                                    

Saat Biya membuka pintu kamarnya, sudah ada sang Ayah yang berdiri di dekat balkon kamar.

"Assalamu'alaikum ayah," ucap Biya menghampiri Ayahnya.

Aldi masih menatap Biya setelah menjawab salam. Seolah memastikan putri sulungnya pulang dalam keadaan baik-baik saja.

"Maafkan Ayah dan Bunda kak," ucap Aldi membuat senyum palsu yang Biya tunjukkan sejak tadi menghilang seketika.

"Ayah sama Bunda engga salah kok. Mungkin emang jodoh Biya bukan Gibran." Itu yang Biya terus tanamkan dalam hatinya. Kecewa? Iya. Patah hati? Tentu saja.

Aldi melangkah mendekati putrinya kemudian merengkuh Biya dalam pelukan. Ia menghela napas saat tau Biya menangis dalam pelukannya.

"Everything gonna be okay kan, Yah?" Tanya Biya pelan.

***

"Biy, ayolah ikut."

"Males," jawab Biya tanpa dosa.

"Halah, ada abang kembar lo juga."

"Adek gue," ralat Biya. Teman-temannya sering kali menganggap ia adik Bayu. Padahal kan dia yang lebih tua.

"Ya itulah. Ada Gibran juga." Biya menghentikan suapannya.

Ini sudah satu pekan sejak ia tahu kalau mereka bersaudara. Tapi tetap saja perasaanya tidak bisa hilang begitu saja.

"Terus?"

"Lo kan naksir dia," bisik Aida, teman Bela.

"Mana ada." Jawab Biya tanpa ekspresi. Ia bersyukur memiliki bakat mengendalikan ekspresi.

"Jangan kira gue gatau ya, lo sering curi pandang ke dia kan?"

"Nggak." Jawab Biya membuat temannya memicingkan mata.

"Ngaku aja lo, sama gue juga. Lo naksir dia kan?"

"Dia abang gue," jawab Biya tak mau berbohong tapi juga tidak mau menjawab jujur untuk pertanyaan tadi.

"Nggak usah nglawak lo. Jelas-jelas Pak Aldi cuma punya satu anak cowok."

"Gibran!" Panggil Biya saat melihat Gibran memasuki kantin.

Jujur Biya lebih canggung setelah tahu kalau mereka bersaudara. Tapi ia harus membuat temannya ini berhenti bertanya.

"Bayu ada kelas tambahan. Anterin pulang, ya?" Tanya Biya membuang rasa malu dan canggungnya.

Gibran sendiri terkejut. Pertama, Biya jarang sekali membuka percakapan. Kedua, ini pertama kali mereka berbicara sepekan terakhir. Dan lagi, Biya minta diantar pulang.

"Gue tanya A-ayah dulu?" Ucap Gibran salah tingkah. Tiga hari setelah lamaran gagal itu, ia dan uminya kembali berkunjung ke rumah Biya. Mereka tidak ingin silaturahmi terputus, apalagi setelah tahu kalau anak-anak bersaudara. Dan sejak saat itu Gibran memanggil Ayah Bunda untuk orang tua Biya. Dan anak-anak Aldi memanggil Umi untuk ibu Gibran.

"Sambil jalan aja. Lagian lo kan abang gue, Ayah pasti kasih izin." Gibran mengangguk.

"Oke,"

"Gue duluan ya Aida." Ucap Biya sebelum meninggalkan Aida yang memasang muka cengo.

"Sorry gue males ditanya Aida terus." Ucap Biya saat di koridor. Gibran mengangguk, ternyata karena ingin lepas dari temannya.

"Gue tunggu Bayu aja, maaf ngrepotin lo."

"Gue juga mau balik, bareng aja?" Tanya Gibran berusaha mengendalikan dirinya agar bersikap sewajarnya.

"Eh? Eng-enggak usah." Jawab Biya kikuk. Ia tidak sungguh-sungguh minta diantar pulang.

B [Completed]Where stories live. Discover now