B 7

3.4K 233 5
                                    

"Eh kok udah balik Biy?" Biya menghentikan langkahnya. Ada Diva dan kedua orang tuanya yang sedang menonton di ruang keluarga vila.

"Males Ma, boring. Mending tidur di kamar," jawab Biya membuat Tama terkekeh. Mirip seperti Bundanya memang.

"Emang boleh?" Kali ini Biya tersenyum lebar.

"Kabur dong Ma," jawab Biya tanpa merasa bersalah.

"Kamu ini, mirip Bundamu sekali. Sini main sama Diva aja."

"Eng, Biya pengen langsung tidur aja Pa. Gapapa kan?"

"Yaudah, kamu pake kamar samping aja, nanti Diva biar sama Mama Papa." Biya mengangguk.

"Siapp, Biya masuk kamar ya. Dadah Div, kak Biya tidur dulu yaa," Diva hanya mengangguk karena gadis kecil itu sedang asyik menyusun lego.

Vila ini memang aset milik keluarganya dan keluarga Derren. Ada 3 bangunan, satu bangunan utama yang biasanya di sewakan. Satu bangunan untuk pekerja di depan, dan bangunan di belakang vila utama yang ia pijak ini.

Sesampainya di kamar dirinya justru susah tidur padahal sudah rebahan di kasur. Saat di vila utama tadi, matanya ngantuk berat.

Ia memutuskan menonton film romance. Genre yang tidak ia sukai, siapa tau jadi ngantuk karenanya. Tapi 2 film sudah ditonton tanpa minat matanya justru semakin segar.

"Laper lagi," keluh Biya. Ia menyesal tadi tidak kabur setelah makan malam saja. Ia melirik jam dinding di kamar, pukul 01.07. Sudah pagi ternyata.

"Aish ini perut bunyi mulu." Gerutu Biya.

Akhirnya dia memutuskan untuk ke dapur. Apesnya, tidak ada makanan yang bisa ia makan. Mau tak mau dia harus memasak.

"Masak sendiri, makan sendiri, cuci bekas makan sendiri." Ucap Bela saat memutar kran wastafel selesai mencuci piring.

Setelah selesai mencuci bekas makan, ia sudah tidak sabar kembali merebahkan diri ke kasur. Tidur setelah makan memang tidak sehat, tapi entah kenapa dirinya mulai mengantuk setelah makan.

Saat membuka pintu kamar ia dikagetkan dengan Derren yang berdiri sempoyongan di tengah kamar.

"Lo ngapain disini? Keluar sana," ucap Biya berusaha tidak berteriak karena takut membangunkan orang tua Derren.

"Biya," Biya menatap heran Derren yang berjalan sempoyongan ke arahnya.

"Duren, lo mabuk?" tanya Biya yang mencium bau alkohol saat Derren sudah berdiri tidak jauh darinya.

"Lo jangan aneh-aneh ya Duren!" peringat Biya saat Derren semakin mendekat ke arahnya.

"Lo mendekat gue ter-" ucapan Biya terpotong karena Derren membekap mulut gadis itu kemudian membawanya masuk kamar setelah mengunci pintu. Biya meronta, tapi Derren jelas lebih kuat.

"Derren sadar, gue Biya. Lo jangan aneh-aneh!" panik Biya saat Derren melepar tubuhnya ke ranjang.

"Derren, gue bakal benci lo kalau sampai lo macem-macem,"  ucap Biya mulai ketakutan.

"Tolo-" teriakan Biya langsung diredam dengan tangan Derren.

Biya menangis, apalagi saat sadar tubuh Derren sudah ada di atasnya. Ia berusaha melepaskan diri tapi tetap saja tenaganya tidak sebanding milik pemuda itu.

"Gue benci lo Derren, gue benci lo." batin Biya menyadari dunianya akan berakhir setelah ini.

***

Pukul 2.46, masih terlalu pagi untuk duduk dibawah guyuran shower air dingin. Tapi hal ini yang pertama Biya lakukan setelah terlepas dari Derren. Dia benci pemuda itu, dia benci dirinya sendiri.

B [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang