B 34

3.4K 297 6
                                    

"Banyak yang aku pikirkan sekarang Biy," ungkap jujur Derren saat duduk di tepi ranjang.

"Misalnya?" Tanya Biya ikut duduk di sisi ranjang yang bersebrangan.

"Soal kita, hubungan kita."

"Karna ini menyangkut aku, jadi kamu harus cerita, kenapa sama hubungan ini?"

Derren menatap Biya dalam sebelum menunduk.

"Aku gatau." Derren menjeda sebelum kembali melanjutkan dengan menatap lurus ke Biya.

"Tadinya aku yang paling optimis kita bisa berhasil dengan hubungan ini. Aku kenal kamu dari semenjak lahir, ah engga, kurasa sejak di kandungan. Begitu pula sebaliknya. Yang ada di bayanganku, kita hanya perlu menghabiskan waktu bersama dalam waktu yang lama, tidak akan sulit mengingat emang selama 20 tahun lebih aku hidup, kita ga pernah terpisahkan, udah terbiasa dengan keberadaan satu sama lain."

Biya menyimak, itu juga yang ia bayangkan sebelum menikah dengan Derren.

"Tapi saat kebangun di kamar ini, melihat kamu yang tidur sambil duduk karena menemaniku kerja, aku mulai sadar Biy. Kita bukan lagi sekadar teman, atau saudara. Melihat kamu memperlakukan aku berbeda, bukan sebagai teman, justru membuatku takut."

Biya memberikan tatapan bertanya.

"Aku takut tidak bisa menjadi apa yang kamu harapkan, aku takut kamu kecewa lagi Biy. Aku gatau apa yang harus kulakukan untuk hubungan ini kedepannya. Apalagi dengan fakta kalau aku mungkin aja jauh berbeda dengan suami impian kamu."

"Derren,"

"I have been trying Biy, but it's hard. Aku merasa harus menjadi orang lain untuk ada di posisi ini. I lost myself."

Biya baru menyadari itu. Ia tidak pernah berpikir perubahan yang Derren lakukan akan menyulitkan pemuda itu. Ternyata ia salah, Derren kesulitan untuknya. Ia menghilangkan dirinya untuk menjadi sosok suami yang baik, untuknya.

"Dan aku gatau sampai sejauh mana sanggup diposisi ini." Biya menahan diri agar tidak menangis.

"Capek Biy, sometimes I miss myself. But I know, I can't be who I used to."

Ia menuntut terlalu banyak dari Derren. Ah bukan hanya dia, keluarga mereka, lingkungan di sekitar mereka memberi tuntutan pada hubungan ini.

"Aku takut suatu saat aku memilih menyerah. Tapi aku benar-benar merasa asing dengan diriku yang sekarang."

"Aku, aku gatau harus gimana Biya." Ucap Derren akhirnya.

Ada keheningan sebelum Biya merespons cerita Derren.

"You can be who you are, just be who you wanna be, setidaknya di depan aku Derren."

"Maaf karena tidak sadar jika ini semua menyulitkan kamu. Maaf karena terlalu banyak menuntut. Maaf membuat kamu melalui semua ini Derren."

Hubungan mereka memang berawal dari kesalahan Derren. Mungkin itu yang membuat Biya berpikir, ia bisa menuntut Derren dalam hubungan ini. Ia terlalu nyaman dengan statusnya sebagai korban, tanpa mau tau apa saja yang pemuda dihadapannya lakukan untuk hubungan mereka.

Tapi sekarang ia sadar, dalam pernikahan seharusnya tidak seperti ini. Bundanya benar, Derren berusaha membuat Biya nyaman, meski harus mengorbankan dirinya sendiri. Tapi apa yang Biya lakukan?

"Semua salahku Biya, aku melakukan ini semua dengan sadar. Kamu ga perlu minta maaf."

"Derren, jujur aku tidak tahu kamu akan berada di posisi sesulit ini. Melihat kamu begini membuat aku takut, aku takut kalau suatu saat kamu benar-benar menyerah. Aku takut pada akhirnya kita akan berakhir dan kamu memilih meninggalkanku. Egois bukan?"

B [Completed]Where stories live. Discover now