B 39

3.3K 299 6
                                    

"Der,"

"Hum?"

"Ayah Bunda kelihatan seneng banget ya tadi."

Derren melirik Biya sebentar. Mereka sedang dalam perjalanan pulang setelah kumpul keluarga. Agenda rutin beberapa bulan belakangan, karna sekarang baik Biya maupun Bayu sudah menikah dan tinggal terpisah. Jadi di rumah mertuanya hanya tersisa Bila. Oleh karena itu pula, Bundanya mengadakan makan malam bersama setiap awal bulan, hukumnya wajib jika masih mau dianggap anak, kata Bundanya dulu.

"Soal kakak ipar?" Tanya Bayu menebak.

"Huum, padahal baru 2 bulan mereka nikah. Tapi, syukur deh. Seenggaknya keinginan Ayah Bunda untuk dapet cucu bentar lagi tercapai."

Derren menoleh sepenuhnya ke Biya. Kebetulan sedang lampu merah.

Ia melihat ekspresi Biya yang lebih dominan murung dibanding bahagia.

"Kamu nggak senang, kakak ipar hamil?" Tanya Derren hati-hati.

"Senang, tentu aja. Nanti aku jadi aunty, pasti gemes banget kalau aku gendong debay, sama beliin mainan yang lucu-lucu. Aku selalu exited ketemu anak kecil, apalagi yang masih bayi. Gemesin banget kan?"

Derren mengangguk setuju. Ia kembali melajukan mobilnya karena lampu sudah hijau.

"Kalau calon anak kita masih ada, mungkin dia lagi belajar jalan dan bicara saat ini."

Benar, mungkin usianya sekitar satu tahun jika dia masih hidup.

"Biy,"

"Belajar panggil kamu Ayah dan Bunda untukku."

Derren menepikan mobilnya. Untung saja mereka sudah tidak di jalan raya yang padat.

"Hey, lihat aku."

Biya menggeleng, ia justru menghadap ke jendela karena air matanya mulai meleleh. Derren melepas sabuk pengaman kemudian menghadap sepenuhnya ke Biya.

"Biya," Derren memaksa Biya agar menghadap ke arahnya.

Memeluk Biya dengan usapan di punggung yang membuat istrinya justru semakin terisak. Tanpa sadar, Derren pun ikut menangis. Mengingat kembali kenangan tentang calon anak mereka. Kenangan yang tidak akan pernah mereka lupakan.

"Derren," Panggil Biya pelan dengan suara serak. Sudah cukup lama Biya menangis.

"Hum?" Derren masih enggan melepas pelukan mereka.

"Aku juga pengen baby." Ucap Biya membuat Derren merenggangkan pelukan mereka dan menatap mata sembab istrinya.

"Apa?"

"Mau hamil juga kayak adek ipar, terus nanti punya baby."

"Ka-kamu yakin? Maksudnya, kamu sudah siap?" Karna nyatanya walaupun hubungan mereka sudah bisa dikatakan sangat baik, tapi Biya masih belum bisa melupakan traumanya.

Biya mengangguk, kali ini dengan tatapan bersalah.

"Aku sudah sangat berdosa selama satu setengah tahun pernikahan kita karna membuat kamu terus menunggu Der, dan aku pikir gaada yang akan berubah kalau aku nggak memaksakan diri."

"Biya, no. Aku ngga-"

Biya menggeleng. "Kita udah terlalu lama di tahap ini. Kamu udah bersabar selama ini. Jadi, ayo, ayo kita ambil step selanjutnya. Menjalani pernikahan seperti seharusnya."

"Biya, kita masih punya waktu." Kata Derren karena tak ingin Biya merasa terbebani.

"Tapi aku pengen dedek bayi." Ucap Biya dengan sedikit rengekan.

B [Completed]Where stories live. Discover now