B 37

3.3K 300 4
                                    

"Jadi lo temennya Bayu?"

Gadis itu nampak mengangguk acuh. Derren mengumpat dalam hati, kalau saja bukan karena Biya, jelas ia tidak akan menerima gadis di hadapannya. Ia bahkan tidak terlihat niat mencari kerja. Datang terlambat dengan pakaian yang kurang sopan, siapa yang mau menerima pelamar kerja seperti itu.

Bahkan Derren saat ini salah fokus dengan sandal jepit yang dikenakan gadis itu. Bahkan sandal rumahan Biya di apartemen mereka lebih layak. Apalagi celana jeans robek-robek dipadukan crop top ketat? Ini memang kafe, kalau pengunjung bebas mau berpakaian seperti apa. Tapi gadis ini datang untuk melamar kerja, tidak bisakan lebih sopan sedikit?

"Ada pengalaman kerja yang sekiranya relate?"

"Gue pernah jadi bartender, pelayan kafe juga pernah. Ah, tukang bersih-bersih juga. Pokoknya gue bisa kerja apa aja." Ucap gadis itu santai.

"Jadi lo sanggup ditempatkan di bagian mana saja? Termasuk pegawai kebersihan?"

"Sebenernya engga, tapi gue butuh duit, jadi, ya. Lo bisa nyuruh gue ngapain aja." Jawabnya membuat Derren mengernyit.

"Eng, lo nampak putus asa. Maksud gue gini. Kalau lo kerja disini, berarti lo masuk atas rekomendasi gue. Kinerja lo juga akan mempengaruhi karir gue. Gue butuh jaminan, karna jujur aja, lo keliatan nggak niat kerja."

"Gue nggak punya apa-apa saat ini. Tidur pun dikasih tumpangan sama Bayu, gue yakin lo tau itu. Makanya gue butuh kerja. Seenggaknya sampai gue bisa balikin uang sewa kos yang udah Bayu keluarin. Lo tenang aja, sekalipun gue keliatan nggak niat kerja, gue tanggung jawab kok."

"Lo numpang sama Bayu?!" Kaget Derren karna Biya tak menceritakan sejauh ini. Gadis di depannya mengerjap bingung.

"Bayu nggak cerita?"

Derren tak lagi menyembunyikan decakan kesalnya. Ia meraih ponsel dan mendial nomor Bayu.

"Ke kafe sekarang kalo lo mau cewek ini diterima, nggak ada bantahan."

Gadis yang tadinya nampak tenang mulai merasa gugup. Sebenernya apa terjadi, kenapa pemuda ini tampak sangat kesal?

"Sebenernya, apa hubungan lo sama Bayu?"

"Eng, gu-gue temen. Iya gue sama dia temenan." Gadis itu merutuki diri sendiri yang menjadi gugup karena tatapan tajam pemuda di hadapannya.

"Gue ke dapur dulu, sepuluh menit lagi Bayu sampai sini, kalau lo mau diterima, jangan kemana-mana."

****

"Lo gila?!" Pekik Derren mendengar cerita Bayu. Saat ini mereka ada di ruangan Papanya, sehingga lebih leluasa untuk bercerita.

"Derr," Panggil Biya sambil menyentuh bahu Derren menenangkan.

"Heh, kalau ayah atau bunda lo tau, lo pikir ini nggak akan jadi masalah?"

"Kita bahas nanti di apartemen lo ya," Ucap Bayu merasa tak enak jika pembicaraan ini didengar oleh Clara, gadis yang saat ini menatap datar mereka. Tapi sedatar apapun raut wajah itu, Bayu tau Clara terganggu dengan ucapan Derren. Ia sempat melihat raut terkejut saat Derren memekik tadi, sebelum kembali mendatarkan ekspresinya dan bersikap acuh seolah tak peduli.

"Fine, dia bisa kerja disini. Lo utang banyak penjelasan sama gue Bay. Dan.... Lo. " Ucap Derren kali ini menunjuk Clara.

"Lo ada dibawah pengawasan gue. Jobdesc lo gue kirim via email. Besok jam 4 sore, lo udah harus ada disini. Jangan telat." Tekan Derren pada kalimat terkahir.

"Oke." Jawab Clara santai, seolah tak peduli dengan ketegangan di ruangan ini.

Malamnya, Biya harus kembali mendengarkan perdebatan suami dan kembarannya. Bukannya ia tidak ingin menjadi penengah atau melerai, tapi ia sudah terlalu lelah. Bayangkan mereka berdebat sejak jam 10 dan ini sudah hampir tengah malam. Bahasannya juga berputar di situ-situ saja. Yang jelas malam ini, Clara menjadi bintang utama.

Biya sendiri sudah mengobrol secara langsung dengan Clara tadi, setelah urusan gadis itu dengan Derren selesai. Kesan pertama? Angkuh. Mereka bahkan tak mengobrol lebih dari 5 menit, karna Biya tak pandai membuka obrolan dengan orang baru dan Clara sepertinya memang malas menanggapi semua pertanyaannya. Biya yakin, kalau bukan karena perintah Bayu, gadis tadi tidak mau membuang waktunya untuk mengobrol dengan Biya.

"Bisakah kalian berhenti dulu? Lanjut besok lagi berantemnya. Dah mau tengah malam, ini hari pertama gue haid, perut gue sakit, emosi gue nggak stabil. Jadi, berhenti sekarang juga sebelum gue yang marahin kalian berdua!" Kata Biya membuat dua pria yang bersitegang itu mengalah.

"Perut lo sakit? Lo mau gue kompres? Ambilin koyo?" Tanya Bayu langsung pindah fokus.

"Nggak, gue cuma mau kalian berhenti."

Lima belas menit kemudian suasana apartemem akhirnya hening setelah Bayu memutuskan untuk pulang.

"Ka-"

"Aku mau tidur." Sela Biya sebelum Derren mengucapkan bahkan sepatah kata.

"Sakit banget Biy?" Tanya Derren melihat Biya meringkuk di atas ranjang dengan dua kaki mengapit guling sekaligus bantal.

Ini bukan pertama kali Derren melihat Biya nyeri haid. Tapi ini pertama kali pemuda itu melihat langsung perjuangan Biya untuk tidur saat period cramps menyapa. Biya jarang sakit saat haid. Biasanya hanya emosional dan muncul jerawat yang membuat wanita itu makin uring-uringan.

"Kok bisa Biy? Biasanya nggak sakit perut kan?"

"Gatau." Lirih Biya selain karena sakit juga mengantuk.

"Okee, bobok aja sekarang. Kalau butuh apa-apa bilang, oke?" Biya mengangguk samar. Membiarkan Derren yang beranjak ke karpet lantai dengan laptop diatas meja kecil yang ada dikamar mereka. Ia masih harus menyelesaikan beberapa pekerjaan.

"Biy, you oke?" Tanya Derren tak tahan melihat Biya yang terus mengubah posisi tidur, lebih tepatnya berganti dari hadap kanan ke kiri setiap 2 menit.

"Ok." Jawab Biya tanpa membuka mata.

"Sakit banget?" Tanya Derren saat Biya kembali merubah posisi tidurnya.

"Udah engga."

"Terus kenapa dari tadi boboknya gerak-gerak? Kamu butuh sesuatu, aku bant-"

"Takut tembus," Jawab Biya akhirnya.

"Hah?"

"Ganti-ganti posisi tidurnya karna takut tembus." Derren mengerjap. Sesulit ini kah menjadi wanita saat datang bulan?

"Emang lagi banyak Biy?" Pertanyaan bodoh. Kalau Biya tidak mengantuk, mungkin Derren akan mendapat pukulan keras dilengannya.

"Hmm," Guman Biya sebagai jawaban.

"Ganti pembalutnya Biy kalau gitu. Jangan tidur posisi gini, kamu nggak akan nyenyak kalau tiap 2 menit ganti posisi."

"Dinginn, lagian bukan masalah pembalutnya Derren."

"Lha terus apa?"

Biya membuka matanya perlahan. Kenapa tengah malam begini mereka justru membahas pembalut sih.

"Aaa kamu nggak akan ngerti." Jawab Biya karena percuma menjelaskan, Derren mana paham dan sungguh ia sudah mengantuk.

"Oke oke. Kalau gitu tidur biasa aja. Nggak apa nembus, kan nanti bisa dicuci."

Biya menatap mata Derren yang nampak khawatir. Dengan Bayu pun, Biya tak pernah seserius ini membahas masalah saat haid. Akhirnya wanita itu terkekeh pelan.

"Nggak usah khawatir oke. Ini bukan pertama kalinya, I can handle it."

Derren masih menampilkan raut khawatir.

"Serius Biy, gapapa tembus bisa dicuci. Daripada kamu nggak bisa tidur dari tadi."

B [Completed]Where stories live. Discover now