bab 31

87 12 0
                                    

Part 31

Brrakkk...

Aku menabrak pagar rumah Bu Zulaikha hingga memasuki pekarangan rumahnya dan hampir menabrak pohon mangga Bu Zulaikha.

Tubuh ku terjatuh dengan pelipis mendarat tepat pada batu kecil.
Pandangan ku memburam, dunia seakan berputar di mataku. Pusing, namun tetap ku pertahankan kesadaran ku.

Kepala sakit seakan pecah.
Tapi anehnya beberapa ibu-ibu yang sedang berkumpul tepat di rumah sebrang jalan hanya melihat ku tanpa ada pergerakan sedikit pun ingin menolong.

Ada apa dengan mereka. Apa diriku yang tertimpa musibah ini tak nampak oleh penglihatan mereka.

"Wong gendeng yah gitu. Pagar ndak ada salah aja di tabrak." celetuk salah satu ibu tersenyum miring ke arahku

Ibu-ibu yang lain terkekeh mendengar celetukan ibu tadi.
Astaghfirullah, apa mereka tak melihat kondisi ku saat ini, hingga sampai hati masih menyindir ku.

"Man, ayo berdiri." Imtinan mengulurkan tangan padaku.

Imtinan?
Sejak kapan dia berada di sini.
Ah, sudahlah. Yang terpenting ada yang menolong ku saat ini.
Kuraih tangan Imtinan dan berdiri dengan bantuannya.

"Kamu masih kuat jalan kan?" tanyanya

"Iya,"

Bu Zulaikha keluar dari dalam rumahnya, namun hanya berdiri tepat di teras rumah tanpa ada niatan menuju ke arah kami.

"Imtinan!" ia memanggil Imtinan.

"Iya buk. Ada apa?" sahut Imtinan

"Kesini sebentar." titah Bu Zulaikha.

Imtinan menuju ke arahnya.
Ada apa dengan Bu Zulaikha, apa dia benci padaku hingga tak mau walau sekedar berdekatan dengan ku.

Bu Zulaikha sedang berbicara dengan Imtinan. Terlihat Imtinan hanya mengangguk-angguk saja. Sesekali mereka menengok ke arah. Mungkin sedang membicarakan aku.

Tak lama kemudian Imtinan berlari kecil ke arahku.

"Ndak ada yang luka kan Man?" tanya Imtinan ketika sudah di dekatku.

"Kayanya kaki ku sedikit terkilir Nan." jawabku sembari menggerakkan kaki kiri.

"Masih bisa jalan ndak?" tanyanya lagi.

"Masih."

"Yasudah. Ayo, aku yang bawa motornya, koe jalan di belakang." titahnya

Imtinan mulai menuntun motorku ke arah jalan. Sementara aku mengikut di belakang dengan model jalan pincang.

"Jangan terlalu dekat Nan. Takutnya nanti ajalmu juga semakin dekat kalau lama-lama berkawan sama dia!" teriak ibu yang mencibirku tadi

Sementara Imtinan bersikap seakan tidak mendengar teriakan ibu tersebut.

"Ye.. kamu Nan. Dibilangin demi kebaikan kamu sendiri kok ndak dengar." celetuk ibu lain

Imtinan masih dengan sikap sebelumnya. Ia seakan tak perduli pada apa yang para ibu ucapkan.
Sementara aku hanya diam mengikuti tanpa mengeluarkan sepatah katapun sepanjang jalan.

••••••••••

"Ya Allah mas, kok bisa gini?" teriak Laras ketika kami sudah sampai di rumah.

"Kepala kamu berdarah mas." Ia memegang pelipis ku yang tadi terantuk batu.

"Auh, sakit dek," aku meringis dan menghindarkan pelipis ku dari tangannya.

Dibalik Kematian Mereka[Selesai]Where stories live. Discover now