bab 10

78 9 0
                                    

Part 10

Mayat gadis tak ada dikuburnya ?
Mengapa?
Siapa yang mengambil nya?
Dan untuk apa?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut hanya bisa menari-nari di otak ku saja tanpa aku berani bertanya. Jika aku bertanya, harus pada siapa? Apa ada yang bisa menjawabnya?

"JAWAB!" seru lantang pak Ranto

"Dimana kamu sembunyikan jasad anakku?" Pak Ranto menarik kerah bajuku

Aku yang tak tau apa-apa hanya bisa terdiam tanpa menjawab.

"Pak. Pak Ranto mohon tenang. Rohiman ini sedang dalam kondisi kehilangan ingatan. Ia tak mengingat satu peristiwa pun selama seminggu awal ia tinggal di desa ini!" Imtinan kembali melerai.

"Alah, itu hanya akal-akalan dia saja. Agar terhindar dari hukuman." pak Ranto menolak ucapan Imtinan

"Pak, saya benar-benar tidak tahu perihal kematian Gadis, juga tak tahu menahu perihal hilangnya jasad Gadis." jelasku yang tak ingin terus di salahkan akan hal yang tak ku ketahui.

"Kamu pasti sengaja menyembunyikan jasad anak saya, karena kamu tahu suatu saat nanti saya akan datang menuntut keadilan oleh apa yang terjadi pada anak saya." pak Ranto masih dengan keras kepalanya.

"Pak, kami tadi menemukan sebilah golok yang kami duga adalah senjata yang digunakan untuk menghabisi nyawa anak bapak."

Kali ini ucapan Imtinan membuat pak Ranto terdiam dengan mata melotot. Terkejut dengan apa yang Imtinan katakan.

"Mana. Mana golok itu!" ujarnya meminta golok tersebut.

"Tapi, bapak harus berjanji setelah saya serahkan golok tersebut, bapak tidak akan menuduh Rohiman lagi tanpa bukti yang kuat." pinta Imtinan.  Dia adalah teman yang baik sejauh ini.

"Tapi, jika golok tersebut terbukti kepunyaan Rohiman. Maka, saya akan langsung menyeretnya ke kantor polisi." pak Ranto dan Imtinan membuat kesepakatan.

Imtinan mulai mengeluarkan golok tersebut yang ia lilit menggunakan handuk kecil tadi.

"Stop pak. Bapak jangan merusak barang bukti. Jangan menyentuhnya, pegang ia menggunakan handuk ini. Seperti yang saya lakukan." Imtinan menahan tangan pak Ranto yang akan mengambil golok tersebut menggunakan tangan telanjang.

"Saya juga tahu itu." pak Ranto nampak tak suka di nasehati orang yang lebih muda darinya.

"Golok siapa ini? Golok kamu kan Rohiman?"

Pak Ranto betul-betul ingin aku yang menjadi tersangka rupanya.
Apakah ia dendam padaku?
Tapi, apa salahku padanya?

"Bukan pak. Itu bukan golok saya." ujarku sedikit kesal.

"Alah, ngaku saja ini golok mu."

Orang ini benar benar tak mau mendengar suara orang lain. Tipe-tipe manusia menyebalkan yang ingin menang sendiri.

"Nan, sepertinya dia benar-benar sensi padaku. Mungin dendam karena diberi kopi pahit siang tadi oleh istriku." ucapku menyinggung kejadian pagi tadi.

"Diam kau. Kau dan istrimu itu sama saja." Ujar pak Ranto kesal

"Pak, golok ini memang bukan punya Rohiman." kali ini Imtinan yang buka suara.

"Lantas, golok siapa ini?" tanya pak Ranto.

Oh, sepertinya orang yang tak ia dengar suaranya memang hanya aku. Telinga nya di khususkan untuk tak mendengar ucapan ku.

"Pak Mujito." jawab Imtinan

Kulihat mata pak Ranto nampak melotot kembali dengan ekspresi wajah yang terlihat begitu terkejut. Sepertinya dia mengenal sosok pak Mujito.

"Mana mungkin. Dia orang yang baik. Saya kenal betul dengannya sebelum pergi merantau dari desa ini." ujar pak Ranto.

Dibalik Kematian Mereka[Selesai]Where stories live. Discover now