BAB 54

3.1K 144 8
                                    

Tidak terasa bahwa sekarang Sankara sudah beranjak besar. Putra pertama Adam dan Dellia itu tampak gembira dengan wajah yang memerah karena sejak tadi tersenyum terus.

Dellia tahu kebahagian ini karena Sankara akan mulai sekolah untuk pertama kalinya. Anaknya ini memang sudah tidak sabar sekolah karena menonton sebuah kartun yang menceritakan keseharian anak-anak yang bersekolah.

"Jangan gerak-gerak sayang, Mama susah ni pakain dasinya." Dellia memegang kedua lengan kecil Sankara agar dapat tenang. Dasi yang sudah terpasang dengan benar membuat Dellia langsung mengambil bedak dan menabur pelan ke wajah anaknya.

"Abimayu jangan sobek buku abang," ucap Dellia sambil melirik ke arah meja yang berada di sampingnya. Di sana ada Abimayu yang sedang memegang buku. 

Sankara yang mengerti maksud dari Dellia langsung menuju Abimayu dan menghempaskan tangan kecil adiknya itu dari buku barunya.

Bibir kecil Abimayu sudah kebawah sepertinya akan menangis sebentar lagi. Mungkin karena Sankara yang sedikit kasar saat mengambil buku itu.

"Nangis, nangis yang kencang." Ledekan dari Sankara membuat Abimayu menghentikan rencananya yang hendak menangis. 

Dellia terkekeh melihat wajah kedua anaknya yang mengemaskan. Apalagi dengan Abimayu yang tiba-tiba tidak jadi menangis.

"Sini Abi."

Abimayu berdiri dan berjalan pelan menuju Dellia. Setelah berada di dekat Dellia, Abimayu mengulurkan tangannya minta digendong.

"Udah gede masa digendong."

"Mama, Abi mau di gendong," seru Abimayu yang tetap mengulurkan kedua tangannya. 

Dellia mengendong tubuh Abimayu memilih duduk disofa dengan Abimayu yang berada dipangkuannya. Jika sambil berdiri mengendong anaknya yang ada hanya akan melelahkan.

"Mama, abang jahat sama Abi."

"Buku tulis itu buat abang belajar, jadi kalau dirobek nanti nggak bisa ditulis lagi kasian dong abang kalau nggak bisa nulis," jelas Dellia.

Abimayu mengangguk pelan.

"Abang ke meja makan aja ya duluan, dibawah udah ada ayah. Mama mau mandiiin adik dulu."

Sankara langsung keluar. Di meja makan sudah ada Adam yang sedang membaca sebuah majalah dengan kopi hitam yang ada di depannya. 

"Ayah," seru Sankara dengan keras dan gembira.

"Wah, anak Ayah udah wangi dan rapi." Adam mencium kedua pipi anaknya. 

Sankara duduk di kursi samping Adam, lalu mengambil piring dan manaruh nasi dan lauk ke atas piring. Sankara makan sendiri dengan tenang. Sejak empat tahun anak itu sudah diajar makan sendiri walaupun terkadang Sankara akan manja dan minta disuapin.

Adam tidak terfokus terhadap ponselnya lagi. Kini Adam hanya terus memandang Sankara. Anak yang membuat Adam sadar bahwa kelakuannya pada masa lalu sudah sangat keterlaluan.

Melihat Sankara membuat Adam terkadang mengingat masa lalunya itu. Rasa bersalah masih ada di dalam hatinya. Adam harap usahanya untuk membuat keluarganya bahagia benar-benar dirasakan oleh anak dan istrinya. 

"Ayah nggak makan?" tanya Sankara pelan karena terlihat Adam tidak menyentuh makanannya sendiri. Padahal niatnya Sankara ingin makan bersama.

"Makan juga sayang," jawab Adam yang sekarang ikut mulai sarapan.

Pakaian yang digunakan Sankara membuat Adam semakin sadar bahwa anaknya semakin tumbuh besar. 

"Belajar yang benar ya disana nanti jangan nakal ya. Nurut sama gurunya," jelas Adam setelah mereka sama-sama selesai makan.

Bad Husband |END|✓Where stories live. Discover now