BAB 3

7.2K 253 24
                                    

"Aku nggak tau Kak, tapi biasanya cinta itu akan hadir sendiri saat dua pasangan sudah menikah."

"Aku belum siap nikah De," jawabanya Riski membuat Dellia terdiam, bukan karena merasa kecewa tapi karena pria itu sudah berani untuk mengajak perempuan untuk menjadi pacarnya tapi tidak ada niatan untuk mengajak menikah secepat mungkin. Kalau begini apa perempuan lain akan mau manjalin sebuah hubungan yang tidak jelas kapan akan sahnya. Kalau Dellia tentu tidak mau.

Melihat kediaman Dellia, Riski kembali membuka pembicaraan. "kamu tunggu aku ya."

"Tunggu gimana Kak? Tunggu Kakak siap buat nikahin aku?"

"Iya."

"Maaf Kak aku nggak bisa, bisa jadi kan aku udah nunggu Kakak selama dua tahun, tapi tiba-tiba Kakak nikah sama orang lain. Apalagi nanti misalnya ada yang baik agamannya ngelamar aku, masa aku harus nolak pria itu cuman buat nunggu ketidakpastian," Dellia harus tegas sekarang, ia tidak ingin Riski malah berharap lebih padanya. Karena semua orang juga tau jika sudah berjodoh pasti akan bersatu.

Riski mengangguk pelan. "semoga kita berjodoh De, dan maaf udah bikin kamu nggak nyaman. Kakak harap kamu nggak menjauh, kita masih bisa berteman kan," Dellia mengangguk sambil tersenyum.

"Kamu tau apa yang ingin aku lakukan?"

Dellia mengernyit bingung, tentu saja ia tidak tau dengan apa yang akan dilakukan oleh Riski. Tanpa bisa Dellia duga Riski malah mendekatkan wajah mereka, tinggal jarak sedikit lagi bibirnya ternodai tapi Dellia langsung menghindar dan menampar Riski lebih dahulu. "Apa yang kamu lakukan?" Tentu saja Dellia terkejut ia tidak pernah membayangkan bahwa Riski dapat melakukan hal seperti ini.

Sekarang posisinya juga berada di kantin tidak tau apa adegan tadi dilihat oleh orang tapi intinya semuanya melihat ke arahnya dan Riski karena Dellia yang berusan menampar Riski.

"Aku pulang dulu ya." Dellia pun meninggalkan Riski yang sepertinya masih betah untuk tetap duduk di kantin. Sakit rasanya saat diperlakukan seperti itu, baru saja ke luar dari kantin sebuah air malah menyiram tubuhnya. Dellia memekik terkejut ia melihat ke arah di mana arah air itu.

"Itu balasan dari lo yang udah berani nampar Riski, lo nggak usah sok alim deh. Penampilan aja yang tertutup tapi malah main kekerasan."

Dellia sadar ini pasti adalah penganggum Riski, sepertinya ini akan menjadi masalah yang kepanjangan. "Tidak punya sopan santun, tidak usah mengatai orang kamu sendiri tidak tau apa yang barusan terjadi."

Kedua wanita itu seperti mau menarik hijab Dellia tapi sebelum terjadi ia sudah lebih dahulu mundur. Tetap saja mereka seperti akan kembali menyerangnya, Dellia berlari kencang. Ia melihat ke belakang untung saja dua wanita itu sudah tidak kelihatan lagi.

Saat sedang perjalanan ingin keluar pagar kampus, tiba-tiba ada sebuah motor besar yang melaju di hadapannya. Dan syukur pengguna motor itu berhenti dengan tepat, hingga motor itu tidak mengenai Dellia.

"Kalau jalan liat-liat dong!" ucap pria yang mengendari motor.

Pria itu membuka kaca helmnya. Pria ini, pria yang Dellia lihat di Bus tadi dan wajah lebam dari pria dihadapannya sekarang membuat Dellia yakin. Pantesan Dellia pernah melihat pria ini  ternyata mereka satu kampus.

"Maaf," hanya itu yang dapat Dellia ucapkan, walaupun ia tidak bersalah. Karena sudah jelas-jelas, Dellia berjalan di pinggir bukan di tenggah jalan. Ia hanya tidak ingin bertengkar.

"Belagu banget tu cewek," suara umpatan pria itu masih bisa Dellia dengar. Ia beristigfar dalam hati, semoga ini adalah pertemuan terakhir mereka. "Sok banget padahal tadi mau aja tu dicium."

Bad Husband |END|✓Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz