BAB 34

3.8K 152 6
                                    

Papa, Mama beserta Adikmu izin pamit. Kami tidak akan menganggu kamu lagi. Kami memilih pergi karena kami sadar bahwa kebahagian kamu adalah saat kami tidak menganggu kamu lagi.

Berbahagialah dengan Dellia Dam, jangan sakiti perempuan lembut itu. Kamu tau kan penyesalan itu selalu berada di akhir?

Dan satu lagi yang harus Papa sampaikan bahwa Papa dan Mama bukan ingin meninggalkan kamu. Kami sudah pindah dari rumah itu dan jika kamu masih mau menerima kami Dam, datang saja ke rumah Pak Sunarto, pria yang dulu menjadi Sekretaris Papa. Papa sudah memberi alamat rumah Papa pada dia. Papa sangat berharap bahwa kamu masih mau menerima kami. Jangan lupa jaga kesehatan.

Adam mengulung kertas itu dengan kasar lalu membuang kertas itu secara sembarangan arah. Ia melempar laptop, bukan hanya laptop, tapi semua barang yang ada di atas mejanya.

"DIO," teriak Adam. Dan Dio Sekretari Adam langsung masuk ke dalam ruangan Adam. Tanpa menunggu lagi Adam langsung melampiaskan amarahnya pada Dio. Bukan seperti ini yang diharapkan Adam, ia hanya ingin orangtua bodoh itu menangis dan memohon untuk tidak diusir. Bukan malah pergi seolah-oleh mereka seperti sedang liburan.

Dio yang kembali menjadi sasaran marah Adam, hanya bisa pasrah. Dio tidak membalas, ia hanya terkadang menghindar. Jika saja gaji di perusahaan ini tidak besar, Dio tidak akan mau menjadi samsak Adam.

"Arggghh, anjing. Berengsek," Adam terus mengumpat. Ia benci dengan kenyataan yang berarti keinginannya untuk membalas dendam sudah gagal.

"Fuck."

***

Janji tetap janji, Hito datang ke perusahaan Adam. Ia sedikit mengernyit saat melihat Dio yang keluar dari ruangan Adam dengan luka yang berada di wajah pria itu. Apa yang terjadi? Apa Adam kembali mengamuk.

"Kenapa lo?" tanya Hito.

"Nggak papa, lo masuk dari tadi Pak Adam nyariin lo,"

Hito mengangguk. Sedangkan Dio tersenyum miring, ia tidak sabar Hito juga mendaparkan pukulan sepertinya.

"Wow dude, apa yang terjadi?" tanya Hito saat melihat kondisi ruangan ini yang sudah sangat hancur.

Suara Hito membuat Adam yang tadinya terduduk di bawah sofa. Langsung mengangkat kepalanya, dan tanpa menunggu lagi Adam bangun dan langsung menyerang Hito.

Hito awalnya hanya menghindar tapi karena Adam yang menyerangnya terus-terusan membuat Hito ikut membalas. Bisa mati dia jika membiarkan Adam menghajar tubuhnya habis-habisan. Hingga terjadilah pertengkaran yang menggunakan otot.

"Lo gila Dam," gumam Hito yang sekarang terkapar di atas lantai yang dingin begitu pun dengan Adam. Kondisi Hito lebih mengenaskan dari pada Adam.

"Gue benci dengan kenyataan kalau Papa gue hidup bahagia sama keluarganya," jelas Adam yang sekarang sudah mendudukan dirinya di atas sofa.

Hito melihat ke atas tanpa bisa menjawab apa-apa karena rencana Adam gagal juga karena Hito. Ia berada diposisi yang sangat sulit, jika sampai Hito dipecat ia akan kehilangan cita-citanya selama ini. Ia bersumpah setelah ini ia tidak akan menghianati Adam lagi biar pun pekerjaannya sebagai Dokter di cabut.

"Emang Papa lo bahagia gimana?" tanya Hito pura-pura tidak tahu. Ia sudah tahu semuanya karena Alva sudah menceritakannya.

"Dia pergi tanpa gue bisa lihat penderitaan mereka," sambung Adam.

"Ada cara lain Dam, apa lo bakalan nyerah?" tanya Hito.

"Nggak tau gue, gue capek."

Hanya keheningan yang menemani mereka selama beberapa menit.

"Gue mau cerain Dellia," ucap Adam.

Hito tidak terkejut lagi karena ia sudah tahu mengenai keinginan Adam yang ingin bercerai.

"Jangan Dam," setidaknya Hito harus bisa mempertahankan penikahan Adam. Ia yakin Adam pasti akan bahagia nantinya karena sudah menikahi Dellia.

"Maksud lo?"

"Jangan cerai."

"Kenapa?"

"Kan lo tau sendiri kalau sampai lo cerai dan pasti akan banyak isu mengenai lo yang cerai. Dan bisa aja orang membatalkan untuk kerja sama dengan perusahaan lo."

"Jadi menurut lo gue harus seumur hidup sama dia?"

"Iya, emang kenapa?"

"Gila lo, keluar dari ruangan gue sekarang!"

Adam mengusir Hito. Adam butuh istirahat untuk kembali menjernihkan pikirannya.

***

Dellia mengenggam surat dari mertuanya dengan banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan. Apa ini diberikan oleh Sarah karena dia tahu bahwa semua ini akan terjadi. Sebenarnya ada apa dengan Mas Adam. Ia melirik ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul satu dini hari tapi sampai sekarang Adam tidak kunjung pulang.

Suara pintu yang terbuka membuat Dellia langsung melirik ke arah pintu, di sana ada Adam dengan kondisi tubuh yang sempoyongan. Jangan lupa dengan pipi yang memerah.

"Dellia," panggil Adam.

Dellia langsung bangun dan menghampiri Adam.

"Ya Allah Mas," Dellia mual mencium bau alcohol. Ia berusaha untuk menahan bau itu dan membantu Adam untuk ia rebahkan ke atas kasur.

Dengan kondisi seperti ini sudah dipastikan Dellia tidak bisa tertidur karena rasa mualnya. Ia membuka jas lalu kemeja Adam hingga pria itu bertelanjang dada. Dellia juga ikut membuka celana kain Adam. Setelah selesai Dellia mengambil baju lain hendak memakaikan baju untuk Adam.

"Mas Adam pakai dulu bajunya," Dellia mencoba membuat Adam terduduk.

"Jangan, jangan. Aku kek gini aja, karena istri aku sukanya aku nggak pakai baju," cerocos Adam tanpa tahu kondisi pipi Dahlia memerah. Pipinya ini sungguh memalukan kenapa sifat Adam sangat berbeda jika dalam kondisi mabuk seperti ini.

Adam sepertinya tidak ingin diganti baju, maka Dellia membiarkan Adam bertelanjang untuk malam ini.

Karena tubuh Adam yang berat membuat Delia tidak sanggup membuat posisi tubuh Adam enak dalam tidur.

Jadi Delia tidur sambil membelakangi Adam yang tidak bisa tidur dari tadi. Pria itu seperti meringis dalam tidurnya.

Delia sedikit bingung. Ada apa sebenarnya dengan suaminya yang seperti tampak sangat kacau pada malam hari ini? Apa ini karena berita orangtua Adam yang pergi.

"Mas kenapa?" Dellia mengelus kedua pipi Adam dengan pelan. Ia tidak tega melihat kondisi Adam seperti ini. Walaupun luka yang tadi malam masih membekas, entah kenapa sangat sulit bagi Dellia untuk membenci Adam.

"Gagal semuanya. Berengsek."

Kali ini bahkan suaminya mengumpat dengan kasar. Delia tidak suka mendengar hal itu, ia memeluk suaminya dengan erat, dan membenamkan wajah Adam di dadanya sekaligus menutup wajah Adam agar bisa segera tidur.

"Aku nggak tahu Mas masalah apa yang sekarang lagi menimpa kamu, aku harap setelah ini hanya kebahagiaan yang menghampiri kamu." ucap Delia sambil mencium kening Adam. Setelah itu, Delia ikut menyusul Adam yang sudah berada di dalam mimpi.

***

Votmen ges :)

Bad Husband |END|✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang