BAB 43

4.6K 197 21
                                    

Sarah menatap Dellia yang masih dalam diamnya.

"Adam memiliki masa lalu yang sangat buruk dengan keluarganya sendiri dan Mama yakin hal itulah yang membuat Adam menjadi sosok yang tidak baik. Ini semua salah Mama, Mama dan Papa yang membuat Adam memiliki sifat seperti itu," lanjut Sarah.

"Maksud Mama?"

Apa maksud dari masa lalu? Dellia melihat Adam dengan keluarganya sangat harmonis. Bahkan Adam juga tampak sayang dengan keluarganya sendiri.

Sarah pun menceritakan semua apa yang terjadi secara rinci mulai dari Adam yang lahir, Adam yang mereka tinggalkan dan bagaimana mereka bisa menemukan Adam kembali. Dellia yang mendengarkan itu tidak kuasa menahan tangisannya. Masa lalu suaminya yang begitu menyakitkan, tidak bisa Dellia bayangkan Adam bisa hidup sendiri diumur yang masih sangat kecil. Tapi apa ini bisa dijadikan alasan bahwa apa yang dilakukan oleh Adam bisa dimaafkan?

Dia mengusap air matanya pelan. Ia menatap mertuanya yang tetap menangis sampai sekarang

"Please tolong mau ya Mama nggak tahu lagi gimana harus ada untuk kebahagiaan Adam, cuman dengan ini Mama harap bisa membuat Adam bahagia," Sarah mengenggam kedua tangan Dellia erat sambil menatap Dellia penuh harap.

"Akan pikirkan Ma," putus Delia pada akhirnya

Sungguh rasanya bercampur aduk disisi lain ia tetap pada pendirian untuk tidak bertemu dengan Adam tapi di sisi lainnya ia ragu untuk mempertahankan dirinya agar tidak bertemu dengan Adam.

"Makasih De, coba maafkan semua kesalahan Adam. Mama nggak tahu apa kesalahan Adam tapi kamu bisa cerita dan Mama yang akan menanggung semua kesalahan Adam."

Delia menggeleng tidak ada yang bisa menanggung kesalahan Adam.

"Maafkan Mama De, Mama egois kamu bisa marah sama Mama. Bentak Mama sekarang, Mama nggak akan ikut marah karena Mama sadar bahwa Mama bukan mertua yang baik dan bukan juga Ibu yang baik."

"Jangan ngomong gitu mah Mama adalah mertua yang baik," ucap Delia sambil memeluk tubuh Sarah dengan Sarah yang merasakan tubuhnya didekap ikut memeluk Dellia dengan bersyukur bisa bertemu dengan menantu sebaik ini.

Sarah kira Dellia akan membencinya setelah menceritakan masa lalunya. Sarah bukan wanita baik, tapi Dellia tampak tidak terpengaruh dengan ceritanya.

Dellia sendiri merasa terkejut dengan cerita itu, hanya saja Dellia tidak berhak menghakimi karena ia juga tidak yakin jika ia lebih baik dari pada mertuanya. Dan Sarah tampak sudah sangat menyesal atas perlakuannya dulu.

***

Adam sudah menunggu selama sehari ini sudah sangat lama Adam menunggu tapi selama itu juga Delia tidak kunjung menjenguknya. Adam semakin resah bahkan sudah jam satu malam Adam belum bisa tidur karena terus memikirkan Dellia. Ia frustasi berada diposisi seperti ini.

Adam tidak bisa hanya tidur seperti ini terus tanpa melakukan usaha apapun. Adam sendiri tidak yakin jika Sarah bisa membawa Dellia datang ke sini.

Adam menelpon orang suruhannya untuk mencari Delia atau tepatnya mencari alamat rumah mamanya yang baru tapi ia mengurungkan niatnya yang ingin menelepon orang suruhan, tapi ingatannya langsung teringat oleh perkataan Alva yang mengatakan bahwa jika Adam ingin ke rumahnya bisa bertanya kepada mantan sekretarisnya. Adam langsung menelepon mantan sekretaris Alva.

"Halo Om," sapa Adam. Hubungan Adam dan Riski-Secretaris Alva memang baik, karena saat Adam kecil dulu Riski sering mengajaknya main.

"Iya Dam? Apa ada yang bisa Om bantu?

"Om Kirim alamat rumah Papa saya sekarang."

"Iya, tunggu ya akan Om kirim melalui SMS."

"Oke."

Setelah itu Adam langsung mematikan sambungan telepon mereka, tidak lebih dari 5 menit pesan dari Riski terkirim ke ponselnya. Adam membaca pesan itu agak sesama, jarak rumah sakit dengan rumah Papanya memang jauh. Tapi hal itu tidak membuat Adam ingin membatalkan niatnya.

Adam melepaskan infus itu secara paksa dari tangannya. Darah keluar dari tangannya, tapi Adam tidak peduli. Ia hanya ingin bertemu dengan Delia bagaimanapun caranya. Lalu Adam langsung turun dari brankar. Ia harus segara sampai ke sana mau bagaimana pun caranya.

"Ahh," rintih Adam saat sakit perutnya kembali kambuh.

Ini sangat menyakitkan, Adam tetap memaksakan kakinya untuk terus melangkah. Adam melirik ke arah tempat tidur Alva dan Sarah, mereka berdua sudah tidur.

Adam menyelinap, jangan sampai ada orang yang mengetahui keberadaannya tapi dia teringat bahwa dia masih memakai baju pasien. Dengan malas Adam harus kembali masuk ke dalam kamar, Adam mengambil jaket Alva. Setelahnya ia mengambil dompet yang berada di samping Alva.

Adam membuka dompet Alva dan ternyata masih sangat banyak duit merah. Pria tua itu tetap kaya walaupun sudah tidak bekerja di perusahaan.

Setelah ia rasa semuanya sudah siap, Adam langsung beranjak keluar hendak menuju jalan raya.

"Apa kamu pasien di rumah sakit ini?" tanya seorang suster.

"Bukan," jawab Adam.

"Tapi itu celananya?" Suster manatap curiga ke arah celana yang digunakan Adam.

"Oh ini cuman warna aja yang sama."

"Oh kalau begitu saya permisi," pamit Suster itu dan Adam hanya mengangguk.

Adam melanjutkan langkahnya menuju luar rumah sakit. Di pinggir jalan Adam kelimpungan mencari taksi sekarang sudah sangat malam pasti akan sangat jarang taksi yang lewat. Pada akhirnya Adam melirik seorang gojek yang sedang duduk di motornya. Adam menghampiri Bapak itu.

"Pak."

"Iya?"

"Bisa antar saya ke sini?"

"Kemana?"

"Ke sini Pak?" Adam menampilkan layar ponselnya.

"Tapi—,"

"Saya bayar 500 ribu," Adam langsung memotong pembicaraan dari Bapak ojek ini. Karena Adam tahu Bapak ini pasti akan menolak karena jarak yang jauh. Lalu Adam juga langsung memberikan uang itu.

Bapak itu pun menyetujui. Salama dijalanan Adam memilin tangannya satu sama lain. Ini untuk pertama kalinya Adam bertemu lagi dengan Dellia setelah empat bulan.

Setelah sejam akhirnya Adam sampai di rumah yang ia tuju. Di depan rumah saja Adam sudah ketar ketir, ia tahu pasti Dellia akan marah melihat kedatangan Adam. Tapi Adam harus bisa membuat Dellia mau melihatnya. Tidak perduli dengan cara apa pun.

Tiba di depan rumah, Adam jadi kelimpungan sendiri. Ia mengetuk pintu lalu menekan Bell rumah. Berulang kali tapi tidak kunjung pintu terbuka.

"Siapa?" teriakan dari dalam rumah membuat Adam sedikit terkejut.

"A—," baru saja Adam ingin membalas ucapannya langsung terhenti saat teringat jika Dellia pasti tidak membuka pintu jika ia yang mengetuk. Adam hanya memilih untuk terus menekan Bell berulang kali. Pada akhrinya Dellia membuka pintu itu.

Adam dan Dellia terpaku untuk beberapa saat. Dellia terlihat hendak menutup pintu, Adam langsung buru-buru menahan pintu dengan tangannya.

***

Wajib votmen ges :)

Bad Husband |END|✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang