Bab 11

0 0 0
                                    


Kaori mengerjapkan kedua matanya perlahan. Kepalanya masih sedikit pusing. Namun, ia merasa nyaman dengan kehangatan yang menyapa tubuhnya. Saat pertama kali membuka mata dan mendongak, wajah Zen Takizawa adalah objek pertama yang ia lihat. Mata pria itu terpejam dan hembusan napasnya bahkan terasa hangat di puncak kepala Kaori.

Kaori menyadari posisinya saat ini. Jantung wanita itu lantas berdebar kencang. Wajahnya bahkan memanas dan memerah. Saat ini ia benar-benar berada di pangkuan dan dekapan Zen Takizawa. Kepala Kaori bahkan bersandar nyaman di dada bidang pria ini. 

Tangan wanita itu terulur dan membelai lembut wajah lelap pria yang mendekapnya. Pria yang telah lama ia damba. Namun, sampai saat ini ia belum bisa meraihnya. Seakan Zen memberikan dinding tebal pemisah di antara mereka.

"Kau sudah bangun? Bagaimana keadaanmu? Apakah baik-baik saja?" Zen bertanya dengan suara seraknya dan mata terpejam.

Kaori terkejut kala mendengarnya. Wanita itu pun berusaha menarik tangannya. Namun, Zen terlebih dahulu meletakan tangannya di atas tangan Kaori yang menyentuh wajahnya. Pria itu masih terpejam karena rasa lelah belum mereda. Di kala udara dingin malam hari mulai menyapa, hangatnya tangan Kaori mampu meluluhlantakkan hati seorang Zen Takizawa.

"Kau sendiri bagaimana? Aku jelas melihatmu mengeluarkan sihir lebih dari separuh energi yang kau miliki." Kaori balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Zen padanya.

"Aku baik-baik saja," balas Zen masih dengan suara seraknya. Pria itu bahkan mengeratkan pelukannya pada tubuh Kaori.

"Kita harus pulang ke istana. Kau tidak bisa bersantai seperti ini di saat negeri sedang dalam bahaya." Kaori berusaha melepaskan tangannya dari wajah Zen Takizawa. Saat itu pula Zen membuka matanya dan menatap lembut wajah wanita di dalam dekapannya.

"Aku tidak bersantai. Bahkan dalam tidur otakku terus memikirkan jalan keluar dari situasi yang kita hadapi saat ini."

"Lalu, apa kau sudah menemukan jalan keluarnya?" Kaori menatap dalam kedua mata Zen. Ada keraguan dan keseriusan dari sorot mata pria yang mendekapnya ini.

"Sihir kuno, Hiraishin. Kita bisa menggunakan sihir itu untuk memindahkan Seiryu ke benua tak berpenghuni, dan menghabisinya di sana."

"Hiraishin? Zen! Itu sihir kuno tingkat tinggi yang mempengaruhi ruang dan waktu. Menggunakannya juga membutuhkan energi yang begitu besar. Kau akan mati sebelum selesai membaca mantranya." Kaori berkata dengan wajah cemasnya. Zen hanya menghela napas sembari tersenyum tipis padanya.

"Kaori, aku percayakan nyawaku padamu. Aku yakin, kau tidak akan membiarkanku mati dengan sia-sia sebelum menyelesaikan mantranya." Zen berucap tenang dan menggerakkan satu tangannya untuk membelai lembut pipi wanita di dalam dekapannya. 

Kaori terdiam untuk beberapa saat. Matanya menatap sendu tatapan lembut itu. "Bagaimana ... bagaimana jika aku tidak sanggup membantumu?" Kaori bertanya dengan suara pelannya.

"Aku yakin, kau pasti bisa melakukannya."

"Apa kau tidak mempunya cara lain, selain menggunakan Hiraishin? Memindahkan Seiryu yang memiliki energi sihir bertekanan tinggi, akan berbahaya bagimu, Zen. Tolong, pikirkanlah cara lainnya." Kaori merundukan wajah dan membenamkannya ke dada bidang pria yang mendekapnya.  

"Sayangnya aku tidak mempunyai cara lainnya. Menggunakan Hiraishin adalah cara yang memiliki peluang lebih besar untuk menyingkirkan naga sialan itu. Selama kau bersamaku, aku pasti bisa menggunakannya dengan lebih baik. Percayalah padaku, Kaori."

Kaori tak mampu berkata. Zen terlalu sulit untuk ia bujuk dengan kata-kata. Jika Zen telah memutuskan sesuatu, maka tidak akan ada yang bisa menentangnya. Kaori hanya bisa berdoa di dalam hatinya, agar pria ini tidak melangkah semakin jauh darinya.

CROWN FOR MY ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang