LAST CHANCE

3 1 0
                                    

2

Sentuhan dari wanita tulus mampu membuka kacamata bahwa cinta adalah suci. Seketika wujud Reff berubah menjadi layaknya pemuda tampan. Reka bangkit dari tempat duduknya dan menggeser kursi perlahan.

"Astaga! Benarkah itu kamu, Reff?" tanya Reka, kemudian. "Mengapa wujud kamu berubah menjadi merpati seperti itu?"

Dari samping kursi Reff berucap. "Ceritanya panjang, dan kalau kita bahas malam ini juga enggak bakal bisa kelar. Yang pasti, sekarang saya sudah ada di hadapan kamu."

Seketika Reka berjalan ke hadapan pemuda bersayap itu, ia pun memeluk tubuh Reff dengan sangat erat. Tangisan keluar begitu saja dari lekuk pipi wanita dengan bandana merah sebagai ikat rambutnya.

Malam hari yang sangat dingin. Tak seperti biasanya, angin pun kencang menerpa dua sejoli yang sedang menghabiskan rasa rindu di sebuah balkon. Sinar rembulan seketika hilang dengan awan hitam yang menutup.

Lalu, kedua insan itu pun melepas pelukan dan menatap mantap langit semesta. Bintang yang bertabur tak lagi tersisa. Cahaya putih datang dari tempat ketika bulan purnama bersinar sedari tadi, membawa beberapa penglihatan tak lazim dengan bayangan hitam tersorot kedua bola mata.

Reka menggumam seraya menatap pemuda di hadapannya. "Reff ... itu peristiwa apa," tanya gadis berambut pendek dengan menunjuk ke atas langit hitam pekat.

Pemuda bermahkota biru itu menggelengkan kepala. Ia pun tak mampu menafsirkan atas penglihatan di langit yang menang tak pernah ia lihat sebelumnya. Beberapa sosok turun dari sinar tersebut. Membawa kuda putih dengan sayap yang membentang dan memakai jubah berwarna putih.

Reff seketika menggeser posisi gadis yang ia cintai di belakang tubuhnya.

"Rek, kamu di belakang saya saja."

"Itu siapa, Reff? Apakah mereka adalah pengawal istana kerajaan langit," tanya Reka dengan sangat penasaran.

Sementara pemuda bermahkota kebiruan itu menatap tamu yang tak diundang tengah hadir tepat di hadapannya.

Suara lantang terdengar dari salah satu sosok berkuda itu. "Oh, jadi di sini tempat persembunyianmu, Reff?" katanya, lalu. "Ayo, kita kembali ke istana langit. Raja sudah menunggu kedatanganmu untuk segera menghadap."

"Tidak!" hardik Reff dengan menyambar ucapan, kemudian. "Lebih baik saya mati di sini daripada harus ikut dengan kalian di kerajaan."

Dari sebelah kiri sosok berjubah putih berkata. "Kamu ingin merasakan petir kematian dari raja langit, Reff?"

Pemuda bermahkota kebiruan itu mengernyitkan kedua alisnya, ia merasa sangat terganggu akan kedatangan ketiga perajurit yang datang dari kerajaan langit.

"Sekali saya bilang tidak. Saya tetap bilang tidak!"

Dari posisi tengah, sosok itu pun akhirnya turun tangan. Sedari tadi ia menahan untuk tidak membuka suara. Akan tetapi, kali ini ia sepertinya yang akan memaksa putra mahkota kerajaan langit untuk pulang bersama mereka.

"Reff, sekarang saya nanya. Inilah cara kamu membalas budi raja langit yang sudah menghidupkanmu dari reinkarnasi seribu tahun lamanya." Ia jeda sejenak, kemudian. "Kamu sadar, Reff. Kalau dunia kita bukan di bumi, selamanya kamu tidak akan bisa hidup di alam manusia."

Pandangan tengah ia katakan. Seketika pemberi nasihat membuka jubahnya. Reff pun terkejut setelah mengetahui bahwa sosok itu adalah—Verry—teman lamanya yang terpilih sebagai pewaris takhta kerajaan langit dan kerajaan matahari.

Dulu, sewaktu mereka dipertemukan dalam satu mimpi yang sama, mereka pernah mengatakan sebuah janji. Apabila jiwa telah tersemat pada mereka, hidup dan mati pemuda itu hanya akan mengabdi pada sang raja.

Akan tetapi tidak demikian. Semenjak mimpi Reff berubah dengan datangnya wanita cantik bernama—Reka, semua berubah. Rasanya jiwa pemuda yang sedang memakai mahkota kebiruan itu harus mengingkari janji-janjinya sebelum reinkarnasi.

Dari belakang tubuh, Reka pun ikut mengeluarkan kata. "Reff ... pergilah, mereka benar. Bahwa dunia kamu tidak di sini, sampai kapan pun kita tidak akan pernah bisa bersatu."

"Tapi Rek ... saya enggak bisa hidup tanpa ...."

"Reff! Saya mohon! Jangan membuat semua ini menjadi tambah rumit, kesempatan terbaik telah mereka berikan untuk kamu. Jika memang kita ditakdirkan bersama, suatu saat nanti kita bertemu."

"Kapan!"

"Setelah kematian saya," lanjut Reka dengan meneteskan air mata.

Sementara Verry dan kedua pengawal istana tak mampu berucap banyak lagi. Mereka hanya terpaku dengan hubungan kedua makhluk yang berbeda alam tengah bersiteru.

Berdebat dengan sebuah keadaan. Berdebat dengan sebuah kenyataan.

Pemuda bermakota kebiruan itu pun menatap kembali tiga orang yang ada di hadapannya. Berjalan dua langkah, hingga menemui posisi paling akhir balkon rumah.

"Ver ... kesempatan kamu saya ambil. Tetapi saya mohon, mulai saat ini, kamu patahkan kedua sayap saya."

Sementara lawan bicara menoleh kanan dan kiri, ia tak habis pikir akan perkataan Reff yang semakin gila.

"Tidak, Reff. Kalau saya lakuin itu, bisa saya yang kena imbas dari raja langit."

"Bukankah itu yang kalian inginkan? Dengan patahnya kedua sayap saya, otomatis saya tak akan bisa kembali ke dunia manusia. Jika itu adalah sebuah janji yang dulu pernah saya tanda tangani, detik ini saya akan lepas semua yang menjadi janji ketika dulu."

"Reff ... kami tidak akan memaksamu lagi untuk kembali ke istana, daripada saya kehilangan sahabat yang paling saya sayangi melebihi saudara saya sendiri. Biarlah, raja langit menghukum saya karena tak mampu membawamu pulang."

Dengan menoleh kanan dan kiri, Verry melanjutkan ucapannya. "Ayo, kita kembali ke istana sekarang."

"Tapi, Tuan ... kalau kita kembali tanpa membawa ...."

"Biar saya yang akan menanggung semuanya. Termasuk hukuman kalian berdua."

"Baiklah, Tuan. Kita pergi."

Kuda putih membentang sayap dengan lebar, pemuda berjubah putih itu kembali menoleh ke belakang tubuhnya.

"Reff ... perjuangkan cintamu. Maka, hidupmu akan diperjuangkan oleh cinta."

Belum lagi ia #menikmati sebuah cinta suci dari makhluk pilihannya, antara logika dan kenyataan harus ia telan sebagai jiwa yang tak memiliki hati prihal balas budi.
Tanpa balas kata, pemuda bermahkota itu pun menekan kepalanya dan berteriak sangat keras.

"Tidak ...."

CROWN FOR MY ANGELWhere stories live. Discover now