Bab 08

0 0 0
                                    


"Tampaknya, kali ini akan lebih menarik daripada hari-hari sebelumnya," gumam Zen dengan seringaian jahat di wajahnya.

"Zen, berhati-hatilah. Aku merasakan ada energi sihir bertekanan tinggi di antara mereka," ujar Kaori memperingati. Wanita bahkan membuka tirai depan untuk melihat punggung pria yang selama ini kagumi.

"Ya. Aku juga merasakannya. Apa kau bisa menutup mata? Aku tak ingin kau melihat apa yang akan kulakukan." Zen masih berucap tenang sembari berusaha mendeteksi keberadaan seseorang yang memiliki energi sihir bertekanan tinggi di antara orang-orang berjubah hitam di depan sana.

"Baiklah. Aku tidak akan melihatnya. Jangan sampai terluka, Zen." Kaori menutup tirai sembari menghela napas panjang.

Detik berikutnya, jerit kesakitan terdengar menggema dari depan sana. Bahkan suara tulang patah terdengar jelas di telinga. Sang kusir merasa merinding kala mendengarnya.

Sementara itu, Zen menghela napas berat melihat mayat manusia berserakan di depan sana. Pria itu bahkan tidak bergerak dari tempatnya. Namun, energi sihir yang ia keluarkan mampu meluluhlantakkan tubuh manusia yang masih didalam jangkauannya.

Kurang lebih, sudah setengah dari pasukan berjubah hitam itu berhasil ia musnahkan. Selebihnya dapat bertahan dengan memasang barrier atau kubah pelindung anti  energi sihir.

Mereka yang masih bernyawa, lantas menembakan anak panah api ke arah sasaran. Zen yang menjadi target sasaran, hanya bergeming di tempat sembari menatap laju anak panah yang mendekatinya. Dalam sekali jentikan jarinya, anak panah itu berbalik arah dan menghunus  tepat ke jantung pemanah.

"Kau yang bersembunyi di balik bayangan. Keluarlah. Mari kita selesaikan ini sekarang. Aku tidak punya waktu untuk berurusan dengan makhluk-makhluk lemah seperti kalian." Zen berucap angkuh sembari melipat kedua tangan di bawah dadanya.

Terdengar suara tawa dari udara. Tawa yang sangat menjijikan dan mengerikan. Dari suara tawa tersebut, Zen bahkan merasakan getaran udara. Energi sihir bertekanan tinggi menyebar ke seluruh arah.

"Seperti biasa. Sihirmu selalu mengagumkan, Zen. Aku selalu ingin menguasai semua sihir yang kau miliki." Suara itu kembali bergema di udara.

Zen lantas mengedarkan pandang ke seluruh arah. Namun, sumber suara belum dapat ia temukan.

"Sial. Makhluk rendahan seperti kalian, selalu membuatku susah." Zen mengumpat kesal sembari menghentakkan satu kakinya ke permukaan tanah.

Dalam sekejap mata, permukaan tanah segera bergetar hingga menimbulkan retakan yang menyebarkan ke seluruh arah.  Jerit kesakitan pun menggema di udara. Detik berikutnya, sosok mengerikan muncul di hadapan Zen Takizawa. Sosok tersebut diselimuti oleh asap hitam pekat. Wajahnya memerah seperti disiram oleh sesuatu yang panas.

Tampilannya yang menjijikkan dan mengeluarkan aroma tak sedap, membuat Zen menutup hidung dan mulutnya. Sosok tersebut tampak seperti manusia. Namun, berkulit hitam pekat nan mengkilap dan memiliki tanduk di sisi kiri dan kanan kepalanya. Gigi taring besar bahkan menjulur keluar dari mulutnya. Tak lupa, sosok itu juga memiliki ekor hitam yang sangat panjang.

"Jadi ini, wujud dari tahap akhir kontraktor dengan iblis?" Zen mendengkus singkat sebelum melanjutkan. "Sungguh menjijikan."

"Bedebah Sialan! Apa yang kau lakukan pada tubuhku?! Kenapa organ tubuhku terasa terbakar?!" jerit sosok mengerikan itu sembari melesat cepat dan menyerang sosok di depannya.

Zen melompat tinggi dan menerjang kuat makhluk itu. Setelah sosok mengerikan itu terhempas ke tanah, Zen segera menginjak kuat dadanya.

"Ugh!" Makhluk mengerikan itu terbatuk dan mengeluarkan cairan hitam dari mulutnya.

Zen menyeringai jahat kala melihat makhluk itu tampak menderita. "Percuma melakukan kontrak dengan iblis, jika kau tak dapat mengendalikannya."

Makhluk itu meronta dengan sekuat tenaga. Seluruh tubuhnya lagi-lagi diselimuti oleh asap hitam pekat. Segera Zen melompat menjauh dari makhluk itu. Ini yang Zen takutkan. Sosok mengerikan itu kehilangan kendali. Tubuhnya benar-benar sudah dikuasi oleh iblis yang menjalin kontrak dengannya.

"Akhirnya! Akhirnya! Akhirnya aku bisa bebas!" Makhluk itu menggemakan tawa yang teramat mengerikan.

Zen memasang barrier pelindung pada kereta kuda. Ia tidak ingin Kaori dalam bahaya. Segera pria itu memasang kuda-kuda dan memusatkan energi sihirnya pada kedua telapak tangan.

"Sial. Aura menjijikkan ini ... aku sangat mengenalnya. Tak salah lagi, dia Lucifero. Aku tak bisa membiarkannya merajalela di dunia ini." Zen bergumam dengan tatapan fokus menatap sosok iblis tingkat tinggi depannya.

Iblis itu tidak memperhatikan Zen. Dia masih tertawa senang kala merasakan udara segar di sekitarnya. Sang iblis bahkan melompat gembira dan menyemburkan api dari mulutnya.

Zen berdecak kesal melihat pemandangan menjijikkan di depan sana. Iblis selalu menipu manusia agar bisa terlahir ke dunia ini. Setelah terlahir, ia pasti akan memporak-porandakan semesta.

"Keparat itu. Bisa-bisanya dia mengabaikanku." Zen mendengkus sembari menghentakkan satu kakinya ke tanah.

Dalam sekejap mata, tanah kembali bergetar hebat. Retakan di permukaan tanah semakin menyebar dan tanah di bawah kaki sang iblis terbuka lebar, hingga tubuh iblis itu pun masuk ke dalam lubang yang tercipta dari retakan.

Zen menyeringai dan menjentikkan jarinya. Sejurus kemudian, tanah berhenti bergetar dan retakan di permukaan pun perlahan mengecil hingga tak terlihat. Jerit kesakitan segera menggema begitu lubang yang menelan tubuh Lucifero tertutup dengan sempurna.

"Kembalilah ke neraka. Kau tak pantas ada di dunia ini," ucap Zen tajam sembari berbalik dan melangkah santai memasuki kereta kuda.

"Lanjutkan perjalanan," titah Zen pada sang kusir yang masih tampak ketakutan. Pria paruh baya itu pun mengangguk dan kembali ke posisinya.

Zen menghela napas sembari menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Kaori menatapnya dengan tatapan cemas.

"Beruntung mereka menyergap kita di hutan, jika di tengah-tengah ibu kota, mungkin akan terjadi kekacauan yang sangat parah," gumam Zen sembari memejamkan matanya.

"Lagi-lagi kau berlebihan, Zen. Kau menggunakan getaran ultrasonik sebanyak dua kali. Meski kau memiliki energi sihir yang melimpah, tetap saja sihir yang kau keluarkan berefek buruk bagi tubuhmu. Kau tidak pernah mendengarkan nasihatku. Dasar keras kepala!"

Zen membuka kedua mata dan menoleh ke sampingnya. Kaori tampak kesal. Wajah gadis itu bahkan memerah. Namun, Zen melihat dengan jelas sorot kecemasan dari mata Kaori. Pria itu lantas tersenyum kecil dan berlagak sombong.

"Kau pikir aku siapa? Aku tidak akan mati, meski aku mengeluarkan getaran ultrasonik sebanyak seratus kali."

Kaori menempelkan telapak tangannya ke wajah Zen. Kaori merutukki diri sendiri karena telah jatuh hati pada pria sombong ini. Meski dia tahu Zen sangatlah kuat. Namun, Kaori selalu mengkhawatirkannya. Ia selalu resah tiap kali Zen mengeluarkan sihir yang bisa mengancam nyawa.

"Lihatlah? Lagi-lagi kau berbicara sombong seperti itu. Aku berkata serius. Jangan terlalu berlebihan menggunakan sihir. Kau tahu sendiri, seberapa bahayanya semua sihir yang kau miliki. Jadi, kumohon, berhenti membuatku khawatir, Zen."

Zen terdiam dan meraih tangan Kaori yang ada di wajahnya. Pria itu menggenggam tangan Kaori dan menurunkan tangan tersebut dari wajahnya.

"Jangan mengkhawatirkanku. Kau tahu sendiri, bukan? Bahwa aku adalah seorang monster yang tidak akan bisa dikalahkan?"

Kaori menghela napas lelah kala mendengarnya. Wanita itu lantas menutup kedua mata Zen dan menci*m bibir pria itu cukup lama. Jantung Zen seakan berhenti berdetak untuk beberapa saat. Kelembutan dan kehangatan di bibirnya membuat Zen tak mampu bergerak.

"Ya. Kau memang monster, Zen. Karena sampai saat ini kau belum menyadari arti dari rasa khawatirku."

CROWN FOR MY ANGELWhere stories live. Discover now