BATTLE OF THE KING OF THE SKY

16 2 0
                                    

Malam itu, di rumah sakit H. Anwar Mangunkusumo. Ruang gawat darurat masih membunyikan sebuah suara (Electrocardiogram) disingkat dengan ECG. Gemetar disekujur tubuh membuat wanita berambut panjang itu masih merenungi adik angkatnya yang sedang dirawat.

Kelelahan dalam menunggu, ia pun menutup kedua bola matanya secara seksama. Duduk di antara #lemari kaca berukuran biasa saja, gadis berambut panjang itu tak mampu menahan kantuk.

1

Berada dalam sebuah ruang berukuran lumayan kecil, gadis berambut pendek itu berjalan dengan langkah lumayan kencang. Dari ujung penglihatan, tengah ada seorang pemuda yang kala itu berdiri dan menatap mantap ke arah Reka. Ia mengedarkan senyum kecil seraya membuka kedua tangannya seperti ingin memeluk.

Mengusap kedua bola mata dan tetap berjalan seperempat langkah dari biasanya. Dari jarak seratus meter, gadis tanpa alas kaki mendekati tubuh bersama sayap yang melebar, kendatipun siluet wajah tampan sebagai sosok ketika malam menghampirinya dalam mimpi.

Sampailah ia di depan wajah pemuda bersayap. "Hallo ...," sapanya dengan sangat lembut.

"Kamu kenal dengan saya sekarang? Sudah enggak takut lagi?" jawabnya semringah sambil mengedarkan tawa kecil.

Reka pun menganggukkan kepala ringan. Kejadian demi kejadian ia alami setiap hari membuatnya terbiasa untuk menerima penglihatan aneh di depan mata.

Pemuda itu menarik tangan Reka sangat erat dan berjalan dua langkah ke depan.

Seketika gadis di belakang berucap. "Eh, mau kamu ajak ke mana saya?" tanyanya. "Bukankah ini jalan menuju istana ketika kemarin kamu membawa saya?" lanjutnya lagi.

"Udah ... ayo, enggak apa-apa, kok. Saya mau kenalin kamu sama kedua orang tua saya," sosor Reff dengan nada suara lembut.

"Tapi Reff—"

"Tapi apa, Rek? Kamu enggak mau jadi ratu di istana saya?" tawarnya seraya menatap melas.

Menarik napas panjang, dan membuang dari mulut. "Reff ... saya boleh nanya sama kamu?"

"Hmmm ... boleh. Mau tanya apa?" kata cowok bersayap putih.

Seraya menatap greget lawan bicara. Reka mencetuskan pertanyaan yang akhirnya membuat bungkam percakapan. "Apakah ... kamu manusia?"

Jeda sejenak, lawan bicara menatap ke lantai yang merupakan tumpukan awan berwarna putih.

Ia menggelengkan kepala.

"Kenapa kamu menggeleng, Reff?" tanya gadis berkacamata berbentuk lingkaran itu.

Menelan ludah seraya menutup kedua sayap di belakang pundak. "Maaf, Rek. Saya bukan manusia."

Mendengar pernyataan yang datang dari lawan bicara, sontak gadis tanpa alas kaki untuk menapak terkaget dan sangat bingung. Ia mundur dua langkah ke belakang.

"Reff ... jadi, kamu adalah siluman? Atau ... kamu adalah monster?" tanya Reka bertubi-tubi.

Sambar cowok bersayap seketika. "Bukan! Saya bukan siluman, apalagi monster."

"Lalu—"

"Saya ... saya ...."

Seraya menanti kejujuran yang keluar dari mulut pemuda itu, lawan bicara mendelik lebar. Tiba-tiba, bunyi yang sangat keras terdengar dari istana. Pemuda dengan sayap putih dan bermahkota sedikit kebiruan itu menarik tangan gadis yang ada di hadapannya.

Mereka terbang sangat kencang menuju istana. Jalur akses yang mereka pilih adalah dari belakang yang menempel dengan sebuah gunung. Konon, gunung itu terbentuk karena pertempuran melawan kerajaan gaib, iblis dari dunia kegelapan.

CROWN FOR MY ANGELWhere stories live. Discover now