IN THE NAME OF LOVE I CALL YOUR NAME

3 1 0
                                    

1

Sesampainya di depan rumah, dua gadis yang sedang diruntuk sebuah peristiwa aneh itu turun dari mobil milik Jordan. Seraya membuka pintu, mereka keluar secara bersamaan. Dari ujung ambang penglihatan, Reka mendapati sebuah penampakan tak lazim.

Ya, tepat di depan rumahnya. Ia melihat orang-orang tengah memadati lokasi taman dan membawa sebuah alat kamera.

"Den, mereka mau apa di depan rumah kita?" tanya Reka seraya membulatkan mata girang.

Dari samping kiri, Dena berucap. "Gue enggak tahu, yang pasti, sepertinya ada sebuah peristiwa tengah terjadi di rumah kita."

Sementara Jordan, ia melangkah menemui sekelompok orang yang mengaku sebagai wartawan dan peliput sebuah berita. Di sana, di depan gerbang rumah sudah ada reporter televisi yang sedang mengambil gambar seputar berita terhangat hari ini.

Jordan pun berada tepat di samping reporter wanita berambut pendek. "Pak, bisakah anda memberikan penjelasan seputar makhluk yang memiliki sayap ketika beberapa menit lalu memasuki rumah ini."

Jordan pun terdiam seribu bahasa, ia tak mampu mengucapkan sepatah kata pun, karena ia memang tidak tahu apa-apa.

Seraya menaikkan pundak, Jordan berucap. "Saya tidak tahu apa-apa, dan kejadian aneh juga tidak saya alami malam ini."

"Lalu, beberapa saksi sepertinya tidak berbohong prihal makhluk bersayap itu datang dan masuk melalui balkon rumah ini, Pak," sambar reporter lagi.

"Maaf, saya tidak tahu menahu seputar kejadian itu. Dan kami baru saja pulang dari cafe," pungkas Jordan menaikkan satu nada suara.

Sementara para wartawan masih sibuk mengambil foto rumah. Mereka berjalan dan berkeliling untuk mencari sebuah benda yang dapat menguatkan asumsi para pasang mata yang mendapati penglihatan janggal itu.

Kendatipun memang mereka sedari dua minggu lalu sangat menunggu kejadian aneh datang dari rumah kontrakan itu. Lalu, Denada pun berjalan. Sontak tangan kiri Reka menarik.

"Den! Sepertinya mereka sudah tahu apa yang telah terjadi pada gue," celetuk Reka sangat penuh hati-hati.

Dena pun mengangguk dua langkah, seraya memberhentikan langkahnya. "Sepertinya mereka mulai mengetahui kejanggalan itu."

Dari ujung koridor, salah satu dari wartawan itu menoleh ke arah dua gadis yang sedang berada di samping mobil berwarna hitam.

"Lihat itu ... dia adalah pemilik makhluk bersayap yang sedang dibicarakan banyak orang. Ayo, kita ke sana." Wartawan pun berhambur pergi dan menemui kedua gadis yang ada di samping mobil.

Sementara Dena dan Reka memasuki mobil dan mengunci pintu dengan sangat rapat, sehingga mereka tak mampu untuk memintai keterangan apa pun.

Wartawan mengetuk pintu kaca mobil seraya berkata. "Bagaimana anda bisa bertemu dengan makhluk bersayap itu, Nona. Apakah anda bersahabat dengan makhluk itu?"

"Berikan jawaban seputar kejadian yang anda alami, Nona."

"Bagaimana bisa monster itu hidup dengan anda, Nona?"

Berjuta pertantanyaan datang secara bertubi-tubi. Sementara Reka pun menutup kedua telinganya dengan tangan, ia menangis histeris seperti orang gila. Karena Denada sangat kasihan pada adik angkatnya, ia pun menyalakan mobil milik Jordan itu.

"Rek, kita tinggalkan tempat ini," celetuk Dena dengan menekan clarkson beberapa kali untuk para wartawan menyingkir dari depan mobil.

"Den! Cepat! Bawa gue pergi!" bentak Reka yang semakin panas dengan berjuta pertanyaan dari wartawan, seketika mereka melesat kencang meninggalkan lokasi.

Sekitar sepuluh meter dari depan rumah, Reka pun menoleh ke arah belakang mobilnya. Semula biasa saja, tetapi ia mendapati beberapa wartawan mengikuti dari belakang mobil yang sedang mereka kendarai.

Dena pun menginjak gas dengan sangat kencang dan melesat tak tentu arah. Dari bangku belakang, Reka berucap. "Den! Kita ke rumah sakit, sekarang."

"Mau ngapain lu ke rumah sakit, Rek!" hardik sang kakak dengan nada suara yang tak beraturan.

"Jangan banyak pertanyaan. Antar gue ke rumah sakit, sekarang!"

Mendengar bentakan itu, Dena pun menginjak gas dan memutar jalan menuju pusat kota. Dari kaca yang ada di depannya, Dena menatap mantap ke arah belakang. Para wartawan tak lagi terlihat sementara waktu, mereka kembali melesat kencang dan sampai di depan rumah sakit dengan sangat cepat.

Reka pun #keluar dari mobil disusul dengan Dena yang sama-sama berlari memasuki rumah sakit H. Anwar Mangunkusumo, Senin malam.

Para penjaga rumah sakit menatap tajam ke arah dua gadis itu yang sangat buru-buru memasuki ruang praktikum tempat biasa mereka bekerja. Dokter, suster dan perawat pun bingung dengan gelagat dua psikolog itu yang datang pada malam hari, tak seperti biasanya.

Seasampainya di ruang praktikum, Reka pun duduk di atas kursinya dan saling tukar tatap dengan Denada.

"Den! Gue mau ke ruang ICU sekarang."

Dena mengernyitkan kedua alisnya. "Rek! Lu mau apa di ruang ICU?" tanyanya.

"Den, pemuda bersayap yang para wartawan bilang itu, sedang di rawat di rumah sakit ini."

Sontak Denada pun berteriak histeris. "Apa! Lu enggak lagi bercanda, 'kan, Rek?" dia nanya lagi.

"Gue enggak punya banyak waktu untuk itu. Gue harus bawa Reff keluar. Kalau mereka pada tahu, pasti bakal tambah panjang urusannya.

"Oke! Gue ikut sama lu, Rek."

Berjalan mengendap-endap dari koridor rumah sakit, kedua wanita yang sedang menjalankan misinya itu menoleh kanan dan kiri, seraya memastikan tak ada satu orang pun yang melihat.

Sampailah mereka di depan pintu ruang ICU yang tertutup sangat rapat, keduanya masuk dan mendapati sosok pemuda dengan keadaan sangat memprihatinkan, tengah lemah tak berdaya.

Keadaannya semakin hari semakin buruk. Akan tetapi tak ada pilihan lain untuk tetap tinggal di rumah sakit.

"Reff ...," panggil Reka lirih dengan air mata yang mengalir deras membasahi tangan pemuda itu.

Ternyata, kekuatan cinta mampu membangukan pemuda bersayap putih yang sedang terbujur lemah.

Ia pun membuka kedua bola mata. Dalam samar, Reff pun menatap lirih wanita pilihannya yang ada tepat di hadapan. "Rek, kamu ada di sini," katanya lirih seraya menyentuh tangan kanan gadis berbandana merah di rambutnya.

"Reff ... saya akan membawamu pergi dari sini."

"Kenapa, Rek?" tanyanya lagi.

"Orang-orang sudah tahu tentang keberadaanmu sekarang, saya enggak mau kehilangan untuk yang kedua kalinya."

Mendengar pernyataan itu, Reff pun memanglikan tatapan menuju tembok ruang ICU. Ia menarik napas panjang, sembari menatap alat Electrocardiogram atau disingkat dengan ECG. Denyut jantung melemah karena keadaan yang semakin parah.

"Rek ... hidup dan mati saya hanya untukmu, ke mana saja kamu pergi, saya akan ikut," jawab pemuda bermahkota kebiruan.

Dari ujung tempat tidur, Denada pun meneteskan air mata. Ia merasakan sebuah magnet perjuangan cinta luar biasa antara adik angkatnya dan pemuda yang notabene berbeda alam itu. Tak habis pikir menafsirkan sebuah takdir kelam tengah tampak nyata sebagai insan perangkai sebuah ikatan cinta suci.

CROWN FOR MY ANGELWhere stories live. Discover now