Bab 05

0 0 0
                                    


Setelah makan malam dengan keempat murid barunya, Zen Takizawa mulai menjelaskan beberapa hal mengenai larangan yang tidak boleh dilakukan selama tinggal di lantai ini kepada mereka. Selain itu,  beliau juga memberikan mereka uang saku masing-masing sebesar 300 koin emas, untuk digunakan selama satu bulan.

"Sensei, Anda yakin memberi kami sebanyak ini? 300 koin emas bisa kami gunakan untuk membangun rumah besar bertingkat. Bagaimana kalau kami kabur dari Anda? Anda bisa rugi, Sensei!" Sayaka bertanya dengan tangan gemetar, memegang kantong kain berisi 300 koin emas.

"Mau kalian bangun rumah atau beli perkebunan dan sebagainya, aku tidak peduli. Anggap saja itu sebagai pembayaran utama untuk membeli nyawa yang kalian miliki. Yang kuinginkan dari kalian hanyalah bakat dan kekuatan. Jika kalian mengecewakan atau mengkhianatiku, aku akan mengambil apa yang telah kubayarkan."

Keempat murid baru tertegun. Mereka saling pandang satu sama lain, setelah itu mereka membungkuk hormat sembari mengucapkan terima kasih.

"Kami akan berusaha yang terbaik, Sensei" seru Raiki dengan senyum lebarnya.

Zen hanya mengangguk kecil sebagai tanggapannya. "Malam ini, beristirahatlah. Persiapkan diri kalian untuk latih tanding esok hari."

"Latih tanding? Bukannya besok upacara penerimaan murid baru, Sensei?" tanya Endo.

"Kalian yakin mau mengikuti acara membosankan itu? Lebih baik jangan diikuti. Kalian hanya akan menjadi bahan ejekan murid-murid baru dibawah naungan guru-guru elit lainnya."

"Kenapa begitu, Sensei? Apa kami berbuat salah?" Sayaka menatap sang guru dengan dahi berkerut.

"Menjadi muridku, sama dengan menjadi murid dari seekor monster. Apa kalian mengerti maksudnya?" Zen menatap Sayaka dengan tatapan datarnya.

"Saya akan membunuh siapa saja yang mengatai Sensei monster," sahut Saito dengan santainya.

"Kau membunuh mereka, aku yang akan membunuhmu. Ingat satu hal, selama di akademi, jangan pernah bertindak gegabah dan ceroboh."

"Baik, Sensei!" balas keempat murid baru dengan semangat.

Zen sangat berharap, bahwa murid-muridnya kali ini tidak akan membawa petaka. Baik pada dirinya, maupun pada negeri ini.

***

Keesokan harinya, upacara penerimaan murid baru dilaksanakan di aula yang ada di dalam bangunan Akademi Sihir Glatina. Jumlah murid baru tahun ini lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya. Semua murid baru telah mengenakan seragam dengan rapi. Bagi masyarakat Glatina, berhasil memasuki akademi ini adalah suatu pencapaian yang sangat luar biasa.

Maka dari itu, beberapa orang tua wali murid juga menghadiri upacara ini. Terlebih, pada kesempatan kali ini Pangeran dari Kekaisaran Glatina langsung turun ke akademi untuk menyapa para murid-murid baru. Calon Dragon Slayer yang akan mengabdikan diri kepada negeri ini.

Di saat aula sedang dipenuhi dengan suka cita, Zen dan murid-muridnya sedang melakukan tur menyusuri akademi yang luasnya mencapai lima hektar. Keempat murid baru tampak antusias ketika melewati taman bunga yang sangat indah. Taman tersebut dilingkupi oleh kubah bening yang terbuat dari energi sihir, untuk menjaga kelembaban udara agar kualitas bunga selalu dalam keadaan prima.

Bunga-bunga yang ditanam pun bukan bunga biasa. Kebanyakan adalah bunga obat-obatan yang mengandung energi sihir tingkat tinggi. Jika dijual di pasar, harganya bisa mencapai 1000 koin emas. Maka dari itu, bunga di taman ini sering menjadi incaran para murid-murid nakal yang membutuhkan uang lebih.

"Sensei, kalau boleh tahu. Dengan siapa kami akan latih tanding nanti?" tanya Endo dengan mata berbinar menatap bunga-bunga di sisi kiri jalan setapak yang mereka susuri.

"Dragon Slayer resmi dari devisi tiga. Mereka mantan murid yang dilatih oleh Kaori Sensei," jawab Zen, seraya menutup mulutnya karena menguap lebar.

Tadi malam, pria itu sama sekali tidak bisa tidur dengan nyenyak, karena Raiki mengigau dengan cara yang ekstrem. Bocah kecil itu melompat-lompat di ranjang dalam keadaan tidur sambil bernyanyi. Hanya Endo dan Saito yang tidak terganggu dengan suara bocah itu.

"Kaori Sensei? Sepertinya aku pernah mendengarnya. Bukankah beliau putri dari penasihat raja?" tanya Raiki dengan semangat.

Sebelum memasuki akademi ini, bocah itu sudah memeriksa beberapa latar belakang guru-guru yang mengajar di akademi ini. Tak heran jika dia mengetahui lebih banyak tentang para guru.

"Tampaknya kau sudah mengenal semua guru yang mengajar di sini," ujar Zen menanggapi pertanyaan bocah yang berjalan di sampingnya itu.

"Sebagian besar aku mengenalnya," sahut Raiki bangga.

"Sensei, sebenarnya, sihir apa saja yang Anda miliki?" tanya Sayaka tiba-tiba. Saito dan Endo ikut menatap sang guru karena merasa penasaran.

"Entahlah. Saya tidak mengingatnya dengan jelas," jawab Zen santai.

Saito dan Endo merasa kecewa mendengar jawaban tersebut. Padahal, Saito sangat penasaran. Sihir apa yang sang guru gunakan untuk membunuh dan menghidupkan kembali Endo. Ia juga ingin bertanya, apa yang dilakukan sang guru terhadap iblis di tubuhnya? Namun, Saito menahan pertanyaannya, karena merasa itu pertanyaan yang sedikit tidak sopan.

"Wah! Pasti karena kebanyakan sihir yang Sensei miliki, makanya sampai lupa, kan?" tanya Raiki dengan mata berbinar. Bocah itu bahkan tak segan-segan menarik kecil lengan baju sang guru.

"Anggap saja seperti itu," balas Zen datar.

Setelah itu, Zen pun meminta muridnya untuk bercerita mengenai latar belakang mereka masing-masing. Raiki pun dengan semangat memperkenalkan dirinya. Bocah itu mengaku sebagai anak angkat dari suadagar kaya di negeri seberang yang melarikan diri dari kekangan kedua orang tua angkatnya. Sedangkan Sayaka, gadis itu bercerita bahwa selama ini ia hidup di panti asuhan, daerah pelosok yang sangat jauh dari ibu kota kekaisaran.

Sementara Endo, pemuda itu sebatang kara, karena semua keluarganya telah meninggal dunia akibat invasi bangsa naga sepuluh tahun yang lalu. Sebelum memasuki akademi, dia hidup dan dilatih oleh seorang pertapa tua di hutan terlarang. Serta Saito, pemuda itu juga mengaku sebatang kara. Setelah keluarganya meninggal akibat invasi bangsa naga, adiknya pun ikut meninggal dunia karena bunuh diri setelah diperkosa oleh anak majikannya. Sebelum masuk akademi, Saito mempelajari sihir dan ilmu bela diri dari buku peninggalan mendiang sang ayah. Ia pun juga bekerja sebagai kuli bangunan di beberapa desa.

Zen tidak menanggapi cerita dari murid-muridnya. Ia akan mengawasi perkembangan dan kepribadian mereka dengan caranya sendiri. Zen juga bukan tipe manusia yang suka bersimpati. Jadi, Sesuram apa pun latar belakang muridnya, ia tak akan mengasihani, apalagi berbelas kasih. Zen hanya menginginkan bakat dan kekuatan mereka untuk mencapai tujuannya.

Satu jam mengelilingi di lingkungan akademi, Zen pun mengajak mereka ke arena latihan, untuk menemui mantan murid asuhan Kaori yang sengaja ia minta secara pribadi datang ke akademi untuk menguji murid-murid pilihannya.

CROWN FOR MY ANGELWhere stories live. Discover now