35. Bagai Bumi dan Langit

137 19 1
                                    

"Buruan, Nay!" ucap Ranita tak sabar sambil membantu sahabatnya itu merapikan buku dan alat tulisnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Buruan, Nay!" ucap Ranita tak sabar sambil membantu sahabatnya itu merapikan buku dan alat tulisnya.

"Santai kali, Ta. Yang latihan basket masih belum mulai."

"Kalo nggak cepet nanti nggak kebagian tempat, Nay!"

"Nah, iya juga. Apalagi ada Kak Davon sama Kak Valdy. Pasti rame banget itu yang nonton."

"Makanya cepetan kita ke sana."

Ranita mulai gemas dan begitu Nayya selesai merapikan barang-barangnya, dia langsung menarik Nayya juga Lalita menuju gelanggang olah raga.

"Nggak usah pake lari kenapa sih, Ta. Nyampe sana napas kita bisa putus kalo lari secepat ini!" protes Lalita yang sudah mulai ngos-ngosan.

"Iya, Ta. Masih jauh loh ini jalannya," Nayya juga mulai terlihat kecapaian.

Masalahnya letak gelanggang olah raga ada di paling timur kawasan kampus. Mereka harus berjalan kaki sekitar sepuluh menit dari gedung fakultas mereka. Kalau harus berlari memang bisa tiba lebih cepat, tetapi jelas akan berdampak pada penampilan mereka. Jangan heran kalau mereka tiba di stadion dengan rambut acak-acakan dan muka lepek penuh keringat.

"Pelan-pelan aja, Ta. Biar sampai sana kita masih kelihatan kece," kata Lalita sambil mengibaskan rambutnya yang dikuncir ekor kuda.

"Iya juga ya." Akhirnya Ranita memelankan langkahnya dan berjalan beriringan dengan kedua sahabatnya.

Meskipun mereka datang setengah jam lebih awal dari jadwal latihan yang diberitahukan Valdy, ketiga cewek itu tetap tercengang mendapati stadion yang sudah dipenuhi para penggemar tim basket kampus.

"Kata Kak Valdy mulainya jam empat kan, ya?" tanya Ranita sedang meyakinkan diri.

"Iya," jawab Lalita yang masih melongo heran melihat isi tribun yang sudah penuh separuhnya.

"Bukannya hari ini cuma latihan aja, ya?" tanya Nayya ikutan heran.

"Iya," jawab Lalita lagi.

"Terus kenapa bisa ramai banget kayak begini?" tanya Ranita mulai syok. Cewek itu memandang sekeliling tribun mencari tempat duduk untuk mereka bertiga. "Di sana masih ada tempat, tuh! Kita ke sana aja!" Ranita menunjuk tribun di sebelah kanan lapangan.

"Ayok!" sahut Lalita semangat.

Ketiganya bergegas menuju tribun yang tadi ditunjuk Ranita. Untungnya dari tempat itu masih bisa jelas melihat ke arah lapangan.

Tepat pukul empat, para anggota tim memasuki lapangan. Berhubung kali ini adalah latihan untuk Liga Kampus, jadi anggota tim berisi gabungan pemain yang kuat dan berbakat dari berbagai fakultas. Nayya juga melihat Rico si rambut jabrik duduk di barisan bangku pemain cadangan. Meskipun sikapnya menyebalkan, tetapi cowok itu cukup jago dalam permainan di lapangan.

Peretas Hati (Terbit) Where stories live. Discover now