4. Kisah Yang Terhenti

315 55 3
                                    

Seketika saja separuh jiwa Nayya menguap

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seketika saja separuh jiwa Nayya menguap. Tubuhnya seakan kehilangan seluruh tenaganya, tatapan matanya yang kosong masih menatap barisan isi surel yang baru saja diterimanya dari Devan. Pada akhirnya Devan benar-benar memilih pergi dari dunianya juga dunia yang telah mereka bangun. Dua tahun kebersamaan mereka ternyata tak membuat Devan bertahan untuk terus merajut masa depan bersamanya. Perasaan kosong dan hampa mulai mengisi sudut relung hati cewek yang menatap layar laptopnya dengan lesu.

Tak ada air mata, hanya debaran yang rasanya mulai melemah. Semangatnya surut hingga ke titik nol. Nayya seakan tersesat, kehilangan tujuan dan tak tahu apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Perasaan kosong dan hampa itu pun langsung menguasai ruang hatinya. Dengan lesu Nayya menutup laptopnya dan merapikannya kembali ke dalam tas lalu melangkah gontai menuju indekosnya.

Seakan terpisah dari raganya, pikiran Nayya kini berkelana tak tentu arah. Kelebatan kenangan kebersamaannya dengan Devan kini bagai hantu yang bergentayangan menguasai alam bawah sadarnya. Semua kilasan itu datang menyerbu bertubi-tubi dan tanpa henti di saat dia benar-benar ingin melupakan sosok yang membuat dadanya sesak tersebut. Benar-benar meresahkan.

Seperti sedang melukiskan perasaan Nayya yang patah di beberapa bagian, sang langit membiarkan awan kelabu berarak memayunginya. Sedetik kemudian tetes gerimis hujan jatuh mengiringi langkah cewek itu pulang menuju indekosnya dalam kehampaannya.

Nayya sudah tak peduli pada tetesan hujan yang mulai membasahi rambut dan bajunya. Nayya juga tak peduli pada kebisingan suara kendaraan yang berlalu-lalang di sekelilingnya. Dunia di sekitarnya seakan berubah kelam dan tak dia kenali lagi. Begitu tiba di dalam kamar kosnya, tangisan tertahan itu pun pecah. Nayya jatuh terduduk di balik pintu yang baru saja menutup di belakangnya. Cewek yang terluka hatinya itu menyembunyikan kepalanya di dalam lipatan tangan yang bertumpu di atas lututnya. Mencoba meredam isakan tangis yang mulai pecah.

***

"Nay!!!" Suara teriakan Ranita dan gedoran yang menggema di pintu kamar membangunkan Nayya dari tidur singkatnya.

Baru jam lima pagi Nayya bisa benar-benar memejamkan matanya dan terlelap. Rasa kantuk itu bahkan masih melekat erat di kedua kelopak matanya yang sulit membuka.

"Nay, udah bangun belum? Hari ini jam pertama ada praktikum loh!" Terdengar teriakan Ranita lagi.

Nayya menggeliat malas di tempat tidurnya kemudian mengambil jam beker di atas nakas yang kini sudah menunjukkan pukul delapan kurang lima belas menit.

"Nay, buruan. Nanti telat lagi loh!" teriak Ranita tak sabar.

"Kalian duluan aja, deh. Aku baru bangun," balas Nayya begitu melongokkan kepalanya keluar kamar.

"Yaudah, kamu cepetan siap-siap. Enggak usah dandan. Tahu sendiri kan gimana judesnya asisten lab kita?"

"Iya ... iya!" Begitu Ranita pergi, Nayya segera bersiap. Tak lupa juga memoleskan bedak dan lipbalm tipis untuk menyamarkan wajah sembab seperti panda akibat kurang tidur.

Peretas Hati (Terbit) Where stories live. Discover now