40

4.2K 420 30
                                    


40

Pamela masuk ke kamar dan menangis sejadinya, bersyukur sang ibu memahami dan memberinya waktu menyendiri.

Sebastian jatuh cinta padanya. Itulah yang selama ini Pamela harapkan, karena ia juga mencintai pria itu. Ia menyadari itu jauh sebelum badai menerpa biduk rumah tangga mereka.

Namun kini ketika Sebastian menyatakan mencintainya, Pamela tidak tahu harus bahagia atau sedih. Mungkin Sebastian bersungguh-sungguh dengan pernyataannya itu, mungkin juga Sebastian hanya membual agar ia memaafkannya.

Dengan hati nelangsa, Pamela mengelus perut. Di dalam rahimnya kini juga sedang berkembang darah daging Sebastian. Tadi siang Pamela ke dokter kandungan, ingin sesegera mungkin mendapat hasil yang akurat.

Dugaannya benar. Positif. Ia hamil.

"Maafkan mama, Nak."

Air mata dengan deras mengalir di pipi Pamela. Sejak awal ia sangat mengingin anak bersama Sebastian, tapi bukan dalam situasi seperti ini.

Kini ia benar-benar buntu harus bagaimana? Karena di saat yang sama ada wanita lain yang juga sedang mengandung anak Sebastian.

***

Dua hari berikutnya Sebastian menjalani hari dengan tak bersemangat. Ia pergi ke kantor, bekerja, tapi hati dan jiwanya serasa mati.

Jika Drake tahu kondisinya mengenaskan seperti ini, sahabatnya yang berengsek itu pasti tertawa, bukan? Untunglah Drake telalu sibuk dengan Valencia, jadi akhir-akhir ini mereka belum bertemu.

Pintu diketuk pelan lalu muncul Fanny dengan senyum manisnya. "Apa ada lagi yang Bapak butuhkan?"

Sebastian menggeleng.

"Kalau begitu saya pulang dulu, Pak."

Sebastian melirik arloji yang menunjukkan pukul lima lewat lima belas menit. Ia pun mengangguk.

Fanny berlalu.

Dengan enggan Sebastian bangkit, meraih tas kerja dan ponsel, lalu meninggalkan ruang kerjanya.

***

Dengan perasaan muram Sebastian menyetir mobilnya memasuki garasi rumah mewahnya. Kembali ke rumah tanpa ada Pamela di dalamnya selalu membuat suasana hatinya memburuk.

Tepat ketika Sebastian melangkah keluar dari mobil, sebuah mobil mungil berhenti di depan pintu pagar rumahnya. Seorang wanita cantik berkacamata hitam keluar dari mobil.

Sebastian memberi kode pada sekuriti untuk mengizinkan Clairin masuk. Sebenarnya ia tak ingin bertemu dengan wanita itu saat ini, ketika hatinya sedang remuk redam, tapi ia tahu percuma menolak. Besok atau lusa Clairin akan tetap menemuinya.

Sebastian dan Clairin duduk di teras. Matahari bersinar keemasan.

"Ada apa?" tanya Sebastian malas.

"Aku ingin minta maaf, Seb."

Sebastian melirik Clairin yang sedang menyingkap kacamata hitamnya ke atas.

Clairin tersenyum kaku. "Aku berbohong."

Alis Sebastian terangkat. "Tentang apa?"

Wajah Clairin merona malu. "Aku harap kau dan istrimu bersedia memaafkan kekacauan yang kutimbulkam."

"Sebenarnya apa yang ingin kau katakan, Cla?" tanya Sebastian tak sabar.

Clairin mengelus perutnya yang sudah menampakkan lekukan. Hari ini ia mengenakan gaun pas tubuh, sangat berbeda dengan sebelum-sebelumnya yang selalu memakai blus longgar. "Janin yang kukandung ini bukan anakmu."

Sebastian menatap Clairin hampir tak berkedip. "Lelucon ini tidak lucu, Cla!"

"Ini anak Samuel."

Sebastian menatap Clairin tak mengerti.

"Aku mengetahui kalau sedang hamil ketika sudah berpisah dengannya. Karena sakit hati, aku tak memberitahunya tentang kehamilanku. Perselingkuhannya juga tak memungkinkan untukku bersamanya lagi. Sementara itu anakku butuh sosok ayah. Aku tak mau ia menjadi anak di luar nikah. Ketika melihatmu di pesta, aku mendapat ide untuk menjebakmu."

Rona gelap merambat ke wajah Sebastian. Ia menatap Clairin dengan marah.

Clairin menunduk. "Malam itu tidak terjadi apa pun. Aku memberimu obat tidur. Aku sengaja menciummu saat memprediksi obat tersebut sudah bekerja. Lalu aku membuat seolah kita sudah tidur bersama."

Meski marah, Sebastian juga merasa lega luar biasa.

"Ketika kemarin kau bilang mencintai Pamela, aku sadar tak seharusnya aku bertindak egois dan membuat kalian berdua menderita."

Dada Sebastian yang sejak beberapa waktu sesak, kini lapang sepenuhnya.

"Lalu bagaimana dengan kau dan anakmu?"

Clairin tersenyum. "Aku akan kembali pada Samuel. Tadi malam dia mendatangiku, membawa seluruh bukti bahwa dia tak berselingkuh."

"Apa kau mencintainya?"

Clairin melirik Sebastian dengan malu-malu, kemudian mengangguk. "Aku pernah mencintaimu, Sebastian, bahkan saat ini pun kau menempati tempat istimewa di hatiku, karena itulah aku memilihmu untuk dijebak dalam rencana pernikahan keduaku. Tapi aku juga sadar, aku mencintai Samuel."

Sebastian menghela napas lega. "Aku turut senang mendengar kau akhirnya menemukan kebahagiaanmu, Cla. Tapi bisakah kau membantuku menyelesaikan masalahku? Pamela tidak mungkin percaya begitu saja jika aku mengatakan semua ini."

Clairin tersenyum lebar. "Sebelum menemuimu, aku sudah menjelaskan semuanya padanya melalui panggilan video. Temuilah dia. Semoga beruntung!"

***

Bersambung...

Evathink
IG/Youtube: evathink

800 votes, 100 komen, langsung update next part!

cerita ini tersedia versi PDF, silakan order pada Evathink, WA 08125517788 (dikirim ke Gmail)

PDF versi TAMAT Rp. 50.000

disarankan untuk koleksi ya, karena apabila sudah tamat, di wattpad akan di unpublish. btw novel2 saya yang lainnya juga tersedia versi PDF, ORDER DI WA SAYA YA, 08125517788


Pamela and Her Bastard HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang