38

3.7K 425 40
                                    

maaf teman2

baru sempat update. baru punya tenaga ngeluangin waktu ngejenguk cerita ini, maaf.

btw part 39, 40 dan epilog sudah tersedia di KARYA KARSA YA.

bisa pilih versi full atau cukup baca part 39 40 dan epilog.

saran aku beli full ya, dari awal sampai epilog, jadi bisa dibaca kapan aja.

btw met baca ya, moga suka.

yang belum follow aku, jangan lupa follow ya, aku ada cerita terbaru judulnya OVER POSSESSIVE. jangan lupa baca di wattpad. setiap partnya panjang2. puas banget bacanya. wkwk. cek deh.

38

Pamela pulang ke Samarinda menggunakan taksi. Sepanjang jalan ia menangis tanpa henti. Untung sopir taksinya pandai menghargai privasi penumpangnya dengan berpura-pura tak tahu kalau Pamela sedang menangis.

Rasa sakit di hati Pamela karena mengetahui Sebastian diam-diam berselingkuh semakin parah ketika wanita itu datang ke rumah dan mengatakan ia sedang hamil.

Pada tahap itu Pamela tahu, terlepas dari ia memaafkan Sebastian atau tidak, ia tak bisa lagi mempertahankan pria itu tetap di sisinya.

Pamela ingin percaya kalau Clairin berbohong, tapi foto yang ia lihat di ponsel Lukman telah menjawab semuanya.

***

Gabriel menguap, lalu melirik arloji yang menunjukkan pukul dua dini hari. "Sebaiknya kita pulang, Seb."

Sebastian yang sejak tadi membisu sembari sesekali menyesap bir, mengangkat wajah, lalu menggeleng pelan.

Gabriel menghela napas panjang. "Ada apa?"

Sebastian menatap bir yang masih tersisa sedikit di dalam gelas di atas meja. Bagaimana caranya mengatakan kepada Gabriel bahwa ia tidak sanggup pulang ke rumah karena tidak ada lagi Pamela di sana? Seminggu sudah Pamela meninggalkannya, Sebastian sangat merana. Tak pernah sekalipun ia pikir akan semenderita ini ketika berpisah dengan Pamela.

"Kau merindukan Pamela?" tanya Gabriel sambil menatap Sebastian lekat.

Sebastian bergeming dan meneguk birnya hingga tandas.

Gabriel menghela napas panjang. "Kau tak bisa terus-terusan seperti ini, Seb."

"Aku juga tak mau terus seperti ini, Gab. Patah hati itu menyedihkan." Penyesalan selalu hadir belakangan, bukan? Setelah berpisah dengan Pamela, Sebastian baru tahu betapa penting wanita itu dalam hidupnya. Betapa ia mencintainya.

Ya, Sebastian mencintai Pamela. Tak tahu kapan tepatnya rasa itu menyelinap masuk ke dalam hatinya, tapi setelah detik demi detik yang berlalu, ketika merasa sedih dan kehilangan Pamela, Sebastian sadar, hatinya telah dikuasai wanita itu.

Sungguh ironis karena sejak awal Sebastian sama sekali tak menyukainya.

Sekarang apa yang bisa ia lakukan untuk mempertahankan Pamela agar tetap di sisinya? Ia selingkuh. Ia menghamili wanita lain, tepatnya mantan kekasihnya. Jika pun mungkin Pamela bersedia memaafkannya, tapi kehadiran anak yang tak diinginkan di rahim Clairin telah memutus seluruh jalan yang ada untuk Sebastian mengemis maaf dari Pamela.

"Bukankah kau pernah mencintai Clairin, bersama kembali dengannya tentunya tak sulit, bukan?" Gabriel yang biasanya pendiam terpaksa banyak bicara melihat kondisi mengenaskan sahabatnya. Sebastian seperti mayat hidup. Bergerak, bernapas, tapi tak bersemangat. Tampak lesu dan berantakan dengan cambang dan janggut yang tumbuh liar.

"Masalahnya aku tak mencintainya lagi." Tiga tahun ini Sebastian pikir Clairin masih ada jauh di dasar hatinya. Ternyata ia salah. Kini hatinya milik Pamela sepenuhnya. Bersama Pamela-lah Sebastian ingin menua hingga menutup mata.

"Kau mencintai Pamela."

Sebastian tak tahu harus merasa senang atau kesal karena Gabriel yang pendiam, malam ini lebih banyak bicara. "Ya," aku Sebastian muram. Seandainya ia tak pernah bertemu Clairin, semuanya akan baik-baik saja, bukan? Mungkin sekarang ia sedang memeluk Pamela di ranjang empuk kamar mereka. Teringat itu hati Sebastian nyeri.

Gabriel menghela napas panjang, lalu berdiri. "Ayo, pulang."

Dengan enggan Sebastian ikut berdiri. "Aku akan menginap di rumahmu." Sudah seminggu ini Sebastian menginap di rumah sahabatnya itu.

Gabriel hanya mengangguk samar sebagai balasan.

***

Matahari pagi menjelang siang bersinar terik. Pamela duduk di teras rumah orangtuanya dengan wajah muram. Sang ibu duduk tidak jauh darinya, sementara sang ayah sedang di restoran.

Pamela menatap kupu-kupu yang berterbangan lalu hinggap mengisap madu bunga-bunga di halaman.

"Setiap rumah tangga pasti ada masalah, Sayang. Selesaikan dengan kepala dingin, maka semuanya akan baik-baik saja."

Pamela bergeming mendengar nasihat sang ibu. Seminggu sudah berlalu, Pamela mengunci mulut sepenuhnya tentang penyebab perpisahanya dengan Sebastian. Pamela hanya mengatakan kalau ia dan Sebastian tidak cocok, alasan yang sepenuhnya bohong karena semua orang pastinya bisa melihat betapa mereka serasi satu sama lain.

"Mel ...."

Pamela menghela napas panjang. "Kami tak mungkin bersama kembali, Ma. Tolong jangan mendesakku lebih jauh." Perselingkuhan Sebastian telah melukai hati pemela. Yang lebih menyakitkan, selingkuhan suaminya itu hamil.

Mau tidak mau Sebastian harus menikahi wanita itu, bukan? Pamela tak tega seorang anak membesar tanpa ayah.

Tiba-tiba tubuh Pamela mengejang. Wajahnya menegang. Ia teringat alat tes kehamilan yang belum dicobanya. Apakah ia hamil? Seminggu ini, ia hanya sesekali merasa pusing dan mual. Akan tetapi bukankah tak setiap wanita mengalami morning sick parah di awal masa kehamilan?

"Kenapa, Mel?"

Pamela menatap ibunya dan menggeleng. Hatinya mencelus ke dasar perut. Apa yang harus dilakukan jika ternyata ia hamil?

***

bersambung ...

jangan lupa vote dan komen yang baper, teman2

1000 vote dan 150 komen, langsung update next part ya. klo udah tercapai n aku belum update, silkan notif aku di dm, atau bs ke ig aku buat ingatkan.


love,

evathink

instagram dan youtube: Evathink




Pamela and Her Bastard HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang