13

4.8K 480 35
                                    

13

Sebastian sedang akan meninggalkan ruang kerjanya ketika ponselnya berdering. Ia menyusupkan tangan ke saku. Keningnya berkerut ketika melihat nama sang ibu tertera di layar. Setelah tadi pagi sang ibu datang membawa pengurus rumah, tukang kebun dan sopir pribadi untuk Pamela lengkap dengan mobil mewah, sekarang apa lagi? Akhir-akhir ini Sebastian sebisa mungkin menghindari ibunya. Ia yang biasanya rutin makan siang atau malam bersama sang ibu, setidaknya dua kali seminggu itu, mangkir dengan alasan sedang menikmati masa-masa pengantin baru.

Penyebabnya jelas. Sang ibu ingin mengetahui perkembangan hubungannya dan Pamela, dan Sebastian lelah jika harus bersandiwara.

"Halo," sambut Sebastian.

"Seb, nanti ajak Pamela ke rumah. Kita makan malam bersama."

Sebastian menahan helaan napas frustrasi. Dengan cepat otaknya berputar mencari alasan.

"Jangan mencari-cari alasan," sela Soraya. "Mama tahu kalian pengantin baru, tapi dua jam bersama keluarga tentunya tidak mengganggu. Pamela butuh mengenal keluarga kita lebih dalam."

Sebastian mengertakkan rahang. Jika ada satu orang yang sulit dibohongi di muka bumi ini, itu adalah ibu. Seorang ibu seperti memiliki talenta bisa membaca pikiran anaknya.

"Seb?"

Sebastian menghela napas panjang. "Ya, Ma. Aku dan Pamela akan datang."

"Bagus."

Tak lama kemudian, panggilan terputus.

Sebastian dengan setengah hati mencari pesan Pamela yang sempat singgah di ponselnya. Ia tak pernah menyimpan nomor ponsel istrinya itu sebelumnya.

Tak lama kemudian, panggilan pada Pamela tersambung.

"Halo."

Ini kali pertama Sebastian mendengar suara Pamela di ponsel. Suara wanita itu lembut dan merdu, mengirimkan getar halus di dada. Tiba-tiba Sebastian membayangkan bagaimana menggairahkan ketika pemela mendesahkan namanya di tempat tidur.

"Halo?"

Apa pun yang sedang Sebastian khayalkan buyar seketika. Ia mengumpat saat menyadari ke mana arah pikirannya. Selibat terlalu lama tidak sehat untuk kesehatan otak, bukan?

"Malam ini kita makan malam di rumah Mama. Kau sudah harus siap sebelum pukul tujuh." Setelah mengatakan itu dengan dingin, Sebastian memutuskan panggilan.

***

"Malam ini kita makan malam di rumah Mama. Kau sudah harus siap sebelum pukul tujuh."

Pamela menatap layar ponselnya dengan bingung. Kalimat-kalimat Sebastian berlalu secepat embusan angin topan.

Awalnya Pamela pikir entah bagaimana Sebastian tak sengaja menghubunginya, karena beberapa saat pertama, tak ada suara apa pun ketika ia menerima panggilan itu.

Saat memutar kembali perkataan Sebastian, Pamela merasa kesal sekaligus sedih. Sebastian tampak terpaksa menghubunginya. Pasti pria itu juga terpaksa harus mengajaknya makan malam di rumah ibunya.

***

Pamela memandang pantulan diri di cermin. Gaun ungu gelap dengan panjang selutut berlengan sesiku itu tampak serasi di tubuhnya. Lemak di perut, pinggul dan lengannya tersembunyi cukup baik.

Suara pintu kamar mandi yang terbuka mengundang Pamela untuk menoleh. Tampak Sebastian keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit sebatas pinggang. Titiik-titik air yang belum dilap sampai kering, menghiasi badannya.

Mata Pamela tak berkedip. Setelah seminggu berbagi kamar dengan Sebastian, baru kali ini Pamela melihat tubuh polos pria itu.

Sebastian menyadari tatapan Pamela dan memasang wajah sinis, yang seketika membuat wajah Pamela memerah dan segera memalingkan muka.

***

Evathink

600 vote
70 komen
Labgsung update next part ya.

Thanks

Pamela and Her Bastard HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang