39

3.6K 428 49
                                    

versi tamat cerita ini kini tersedia dalam bentuk PDF (dikirim ke Gmail), untuk order silakan WA aku, 08125517788

39

"Apa kau sudah mengurus perceraianmu dengan Pamela?" tanya Clairin.

Siang itu Sebastian makan siang bersama Clairin di sebuah restoran atas ajakan wanita itu. Seminggu ini Sebastian mengabaikannya. Ia kesal karena Clairin dengan lancang menemui Pamela. Meski tak bertanya, Sebastian tahu Clairin-lah yang memberitahu Pamela semuanya. Toh hanya mereka berdua yang tahu tentang kehamilan wanita itu.

"Seb?"

Sebastian menghela napas panjang, meletak pisau dan garpu ke piring, dan menatap hampa steik lezat yang hampir tak tersentuh itu. "Aku masih sibuk."

"Kau tak bisa terus menunda, Seb, perutku akan semakin membesar."

Sebastian menatap Clairin lekat-lekat. "Aku mencintai Pamela, Cla."

Wajah Clairin seketika memucat. "Kau ..., tak mencintaiku lagi?"

Sebastian menggeleng menyesal. "Aku sangat mencintaimu, Cla, tapi itu dulu. Sekarang, satu-satunya wanita yang kucintai adalah istriku. Maaf jika aku menyakitimu dengan informasi ini."

Wajah Clairin memuram. Ia menatap steik di piringnya yang tersisa separuh dengan sorot terluka.

"Aku akan menikahimu, tapi kita akan bercerai setelah kau melahirkan." Sampai hari ini Sebastian belum menghubungi pengacara untuk mengurus perceraiannya dengan Pamela. Setiap hari ia memikirkan jalan keluar dari permasalahannya. Akhirnya ia mendapatkannya. Seperti yang ia bilang pada Clairin, mereka akan bercerai setelah sang bayi lahir. Sebastian tak akan meributkan hak asuh. Ia hanya berharap diizinkan ketika ingin bertemu sang anak.

Setelah bercerai dengan Clairin kelak, Sebastian akan mendatangi Pamela. Berharap wanita itu bersedia memaafkan dan menerimanya kembali.

"Kau tak keberatan, bukan? Ketika tak saling mencintai lagi, kita tak bisa mengharapkan rumah tangga yang langgeng, Cla."

"Tapi kau dan Pamela juga awalnya tak saling mencintai, bukan? Bahkan mungkin saja saat ini cintamu bertepuk sebelah tangan. Pamela belum tentu juga mencintaimu."

Sebastian tersenyum sedih. "Aku tak peduli Pamela mencintaiku atau tidak, Cla. Kelak setelah kita berpisah, aku akan berjuang membuatnya jatuh cinta kepadaku."

***

"Sebastian ingin bertemu, Mel."

Pamela yang sedang berbaring malas di ranjang, menatap ibunya yang sedang berdiri di sisi ranjang. "Bilang aku tak ada di rumah, Ma."

"Mama sudah bilang ada."

Pamela cemberut. "Bilang aku tak ingin bertemu."

Liliana menghela napas panjang dan duduk di bibir ranjang. Ia menyentuh lembut wajah anaknya, "Kau sudah dewasa, Sayang. Sampai kapan kau akan bersikap seperti kanak-kanak?"

"Aku tidak bersikap seperti kanak-kanak!" sangkal Pamela defensif. Ini kali pertama Sebastian mendatanginya sejak mereka berpisah. Apakah pria itu membawakan sendiri surat cerainya? Hati Pamela nyeri.

Liliana tersenyum. "Temui dulu. Bicarakan dengan kepala dingin. Apa pun keputusanmu nanti, mama tak akan mendebatnya."

***

Sebastian tersenyum meski hatinya nyeri saat melihat Pamela memasuki ruang tamu tempat ia menunggu kehadiran istrinya itu. Sebastian berdiri dan menyongsong Pamela. Ketika akan memeluk wanita itu, Pamela melangkah mundur dan Sebastian tersadar bahwa ia tak bisa memeluk istrinya yang sedang menginginkan perceraian.

"Mel." Mata Sebastian memanas melihat Pamela yang tampak pucat dan agak kurus. Ia pasti sangat menyakiti istrinya itu, bukan? Sebastian dihantam rasa bersalah.

"Segera katakan apa yang kau inginkan," kata Pamela dingin.

Tanpa sadar Sebastian menyeringai sedih. Ke mana perginya Pamela-nya yang manis? Pamela yang sekarang tampak menjaga jarak dan jauh dari jangkauan. Dulu Pamela selalu punya waktu untuknya.

"Aku akan menceraikannya setelah anak itu lahir, Mel." Sebastian berharap informasinya ini akan menyenangkan Pamela, tapi yang ia dapat hanyalah wajah yang makin memucat.

"Kau tak mungkin sekejam itu," kata Pamela gusar.

Sebastian menyugar rambutnya dengan frustrasi. "Aku tak mencintainya."

"Oh ya?" Pamela menyeringai sinis.

Sebastian terluka melihat itu. Kapan ia pernah melihat Pamela yang lembut dan manis bersikap sinis? Aku telah mengubahnya, aku Sebastian sedih.

"Ya. Aku mencintaimu, Mel."

Pamela terpaku. Matanya melebar menatap Sebastian.

Sebastian melangkah mendekat lalu meraih kedua tangan Pamela. "Kaulah yang kucinta, Mel. Aku ingin bersamamu, bukan dia."

Untuk sesaat Sebastian bisa melihat Pamela tersentuh dengan pernyataannya. Kemudian wanita itu menggeleng dan menyentak tangannya hingga genggaman Sebastian terlepas.

"Tidak. Kau tidak mencintaiku. Kau mengatakan ini agar aku mau memaafkanmu, bukan?"

Sebastian menatap Pamela dengan nelangsa. "Tidak seperti itu, Mel. Aku benar-benar mencintaimu. Aku tak bisa hidup tanpamu."

"Jangan katakan itu lagi, Sebastian. Jangan kotorkan arti cinta yang sebenarnya dengan kalimat murahanmu. Kalau kau mencintaiku, kau tak mungkin meniduri wanita lain," kata Pamela sedih.

Sebastian semakin gundah. Bagaimana mengatakan kepada Pamela kalau ia sama sekali tak berniat berselingkuh? Bahwa malam itu semua di luar kendalinya. Ia bahkan tidak bisa menginat apa pun dari perselingkuhan itu.

"Mel. ...."

"Cukup, Seb! Kau akan segera memiliki anak dengan wanita lain. Sampai kapanpun kita tak akan bersama."

Setelah mengatakan itu, Pamela berbalik dan melangkah pergi.

***

bersambung ...

jangan lupa vote dan komen yang baper, teman2

1000 vote dan 150 komen, langsung update next part ya. klo udah tercapai n aku belum update, silkan notif aku di dm, atau bs ke ig aku buat ingatkan.

love,

evathink

instagram dan youtube: Evathink



Pamela and Her Bastard HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang