28

4.3K 449 19
                                    

28

Sembari menyiapkan kopi untuk Sebastian, Pamela bersenandung kecil. Suasana hatinya secerah cuaca di luar sana. Tiga minggu sudah berlalu, selain senang karena kondisi sang ayah yang telah sembuh sepenuhnya, Pamela juga bahagia dengan hubungannya dan Sebastian yang perlahan tapi pasti melangkah ke arah yang lebih baik. Tak ada lagi nada dingin dan ketus dari Sebastian, bahkan setiap hari pria itu sarapan dan makan malam bersamanya.

Pamela tentu saja sangat senang dengan kemajuan tersebut. Akhirnya Sebastian membuka pintu hatinya.

Derap langkah kaki yang memasuki ruang makan membuat Pamela mendongak. Ia serta-merta tersenyum manis pada suaminya itu. Wajahnya memanas teringat percintaan panas mereka tadi malam yang berlanjut tadi subuh. Bisa dibilang setiap hari mereka mengecap kenikmatan ragawi tersebut.

"Pagi," ujar Pamela dengan senyum yang setia menghias wajah.

"Pagi," Sebastian balas tersenyum.

Itu bukan senyum pertama Sebastian untuk Pamela. Sejak es di antara mereka mencair, Sebastian selalu tersenyum pada Pamela, dan setiap kalinya, hati Pamela meleleh. Tak bisa dimungkiri, Sebastian sangat tampan dan memesona.

Sebastian menarik kursi dan duduk. Pamela menghidangkan kopi, lalu duduk di sisi lain meja dan menuang teh untuk diri sendiri.

Keheningan mengisi udara di antara mereka. Sebastian menyesap kopi dengan mata terfokus pada layar ponsel. Entah sedang membaca berita atau mengecek surel tentang pekerjaannya. Kegiatan tersebut selalu Sebastian lakukan ketika sarapan.

Setelah beberapa menit berlalu, Pamela menarik napas dalam-dalam lalu berucap, "Ada undangan pesta pernikahan dari Katherine, apakah kau tahu?" Sampai saat ini Sebastian belum pernah mengajaknya ke pesta. Meski ragu suaminya itu akan senang dengan topik yang ia angkat, mau tak mau Pamela harus bertanya. Ibu mertuanya menuntut mereka hadir.

Sebastian mengangkat wajah dari ponsel, menatap Pamela lalu mengangguk.

"Apakah kita akan pergi?" tanya Pamela lagi.

Untuk sesaat Sebastian terdiam. Kedua alisnya hampir bertaut menandakan sedang berpikir keras.

Pamela menggigit bibir. Kenapa pergi ke pesta dengannya seperti sebuah siksaan bagi Sebastian? Sejak menjadi bagian keluarga Alterio, ada banyak kartu undangan pesta mampir ke rumah mereka, tapi tak satu pun Pamela hadiri. Penyebabnya jelas, Sebastian tak ingin menghadirinya dan Pamela tentu saja tak mungkin pergi sendiri, akan ada banyak pertanyaan tentang ketidakhadiran Sebastian yang sulit untuk dijawab.

Setelah beberapa saat yang terasa berabad-abad, Sebastian mengangguk. Pamela diam-diam menghela napas lega.

***

karena part ini pendek, aku langsung update 2 part ya teman2, jangan lupa vote dan komen di part ini dulu, baru lanjut baca part berikutnya.

jika update 2 part sekaligus banyak vote dan komen, maka ke depan bs diupdate 2 part sekaligus. makasi.

Pamela and Her Bastard HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang