32. Bagian Masa Lalu

160 18 6
                                    

Mungkin karena Liana menginap di rumah orang tua Aldi-lah yang menjadi alasan kenapa perempuan itu bisa beradaptasi dengan cepat di negara yang nyatanya baru pernah ia kunjungi ini. Apalagi orang tua Aldi juga menyambut kedatangan Liana dengan begitu hangat yang tentunya membuat ia semakin merasa nyaman berada disini.

Disini, walaupun sudah lama mereka tidak bertemu, Liana masih saja diperlakukan dengan baik oleh orang tua Aldi. Perlakuan mereka kepadanya benar-benar tidak berubah sama sekali. Rasanya masih sama seperti enam tahun yang lalu.

Memikirkan itu lagi saja membuat Liana senyum-senyum didepan cermin dengan tangan yang sibuk mengeringkan rambutnya menggunakan hairdryer yang tadi ia pinjam pada mamahnya Aldi.

Walaupun ini bukan kali pertama bagi Liana untuk bertemu dengan orang tua dari pria yang mengisi hidupnya, tapi tetap saja pertemuannya dengan orang tua Aldi kali ini terasa lebih berkesan untuk Liana. Alasannya karena ini bukan kali pertama mereka bertemu, belum lagi ditambah dengan arti dari pertemuan ini yang jauh berbeda dari pertemuan pertama sekitar tujuh tahun yang lalu. Jika dulu Liana diperkenalkan sebagai pacar dari pria itu, kali ini pria itu mengenalkannya sebagai seorang perempuan yang akan menjadi istrinya. Aldi benar-benar mengatakan itu kepada orang tuanya, padahal diantara mereka sama sekali belum ada yang membahas mengenai pernikahan.

Kembali mengingat itu justru membuat Liana tersenyum malu. Tidak menyangka juga ia, jika Aldi pada akhirnya benar-benar sanggup meluluhkan perasaannya kembali, membuat ia kembali berani mengambil resiko dari menjalani hubungan seperti ini.

Memikirkan Aldi sejak tadi, membuat Liana teringat sesuatu. "Apa Aldi belum bangun juga?" gumamnya sambil menatap jam dinding yang sudah menunjukan pukul setengah delapan.

Liana sudah bangun sejak dua jam yang lalu. Ia bahkan sampai sudah selesai membantu mamahnya Aldi membuat sarapan, tapi sampai itu juga Aldi belum juga bangun.

Tok tok tok

Baru saja Liana menghadap kearah pintu kamar, tapi pintu kamar itu sudah lebih dulu di buka dari luar.

"Kamu udah bangun?" Aldi, pria yang masih berdiri di ambang pintu itu bertanya.

"Udah sejak tadi, kok bahkan aku udah mandi. Kamu sendiri-" Liana menjeda kalimatnya sambil menatap Aldi. "Keliatannya, habis mandi juga? Aku pikir kamu malah belum bangun, Al." Liana mulai berjalan kearah meja kecil yang ada di kamar ini. Lalu ia menaruh hairdryer diatasnya.

Masih berdiri di ambang pintu, Aldi menggangguk pelan. "Tadi habis bangun langsung mandi," ujarnya sambil mengguyar rambut basahnya kebelakang dengan bibir ranum bagian bawahnya yang ia kulum sesaat. Aldi sepertinya tidak sadar jika yang ia lakukan saat ini itu membuatnya terlihat semakin tampan.

"Aku kesini mau sekalian ambil koper aku. Jadi, boleh aku masuk?"

Liana terkekeh pelan mendengar pertanyaan itu. "Masuk aja, Al. Ini juga kamar kamu," katanya karena kamar ini memang nyatanya adalah kamar Aldi.

Semalam, daripada memilih untuk tidur disini, Aldi lebih memilih untuk memberikan kamar ini kepada Liana, sedangkan ia sendiri memutuskan untuk tidur di kamar peninggalan kakanya. Alasannya cukup sederhana, katanya kamar ini lebih nyaman dibandingkan kamar yang lain. Mungkin itu memang benar, karena semalam saja Liana langsung tertidur pulas padahal ia adalah tipe orang yang akan sulit tidur di tempat yang baru.

Melihat Aldi masuk kedalam kamar dan mulai mengambil kopernya yang memang ada diatas sofa, membuat Liana berjalan mendekat padanya. "Al?" panggil Liana sesaat setelah ia sampai didekat Aldi.

Ex Boyfriend | Jung JaehyunWhere stories live. Discover now