24. Lunch

165 22 14
                                    

Rasa menyesal terhadap Liana yang Galen rasakan, pada akhirnya membawa Galen pada masa-masa sulit. Disaat pria itu sangat merindukan Liana, ia justru tidak bisa meredakan perasaan tersebut dengan cara menemui Liana seperti sebelum-sebelumnya.

Jika dulu Galen menemui Liana seenaknya, sekarang tidak lagi, karena saat ini Galen sangat mempertimbangkan perasaan Liana ketimbang perasaannya sendiri. Setelah apa yang terjadi di malam itu, Galen berpikir jika Liana pasti tidak ingin bertemu dengannya lagi, perempuan itu marah, bahkan mungkin sudah sangat membencinya.

Seharusnya malam itu Galen sanggup mengontrol dirinya. Seharusnya Galen tidak bertindak terlalu jauh. Seharusnya Galen membuat Liana tetap bersamanya, bukan malah membuat mereka semakin menjauh seperti sekarang. Selain itu, masih banyak kata 'seharusnya' yang terlintas di kepala Galen sampai Galen muak.

"ARGH!"

Galen mengerang keras sambil memukul stir mobilnya. Pria itu juga beberapa kali menghantamkan kepalanya ke stir mobil dengan frustasi. Ia sangat merindukan Liana sampai dadanya terasa sesak. Dan ia justru hanya bisa diam di mobil sambil menunggu Liana keluar dari rumah. Ini sungguh menyiksanya.

"Sial!" maki Galen untuk dirinya sendiri.

Galen sempat mengacak rambutnya kasar sebelum ia menjawab telpon yang baru saja masuk di ponselnya.

"Galen, kamu pergi ke mana pagi-pagi begini?" nada penuh khawatir itu terdengar jelas dari sebrang sana.

"Mamah dimana?" dengan malas, Galen menjawabnya.

"Mamah sudah di apartemen kamu. Kamu kemana sebenarnya?"

"Keluar sebentar buat hirup udara segar."

"Jangan beralasan Kepada Mamah! Kamu sebenarnya ke rumah Liana lagi, kan?"

Galen terdiam. Dari raut wajahnya, Galen malas menjawab pertanyaan itu.

"Mau sampai kapan kamu seperti ini? Dia sudah mencampakan kamu, apa lagi yang kamu harapkan dari dia?" dari nadanya yang berubah semakin tegas, Galen tahu jika mamahnya kali ini marah.

"Galen, dengarkan Mamah! Jangan memelas pada perempuan yang sudah mencampakan kamu! Diluar sana masih banyak perempuan yang bahkan lebih baik dari dia."

Galen mendesah dengan kesal setelah mendengar kalimat itu. Kepalanya jadi terasa sakit, ia sampai memijat pelan pangkal hidungnya. "Masalah aku, biar aku sendiri yang urus, Mah!" ujar Galen tidak mau di bantah.

"Berhenti keras kepala seperti ini!"

Galen kembali terdiam ketika mata sayunya melihat mobil Liana keluar. Galen tidak melepaskan tatapannya sama sekali apalagi saat melihat wajah Liana, karena kebetulan sekali perempuan itu tidak menutup kaca mobilnya. Itu terjadi tidak lama karena mobil Liana semakin melaju meninggalkan rumah.

"Kamu dengar Mamah?"

"Aku tutup telponnya."

"Sebentar, Galen, Mamah belun selesai!"

Karena seruan itu, Galen tidak jadi memutuskan sambungan telpon dengan mamahnya. "Apa lagi, Mah?"

"Jangan lupa hari ini kamu ada konsultasi dengan Dokter. Jangan sampai tidak datang lagi, Galen, atau Papahmu akan marah! Ingat, oke?!"

Tut... Tut... Tut...

Galen langsung mengakhiri panggilan telpon tersebut tanpa mau mengatakan apapun lagi. Kemudian pria itu menghela napas berarmt sambil menghantamkan kepalanya ke sandaran kursi mobil.

Ex Boyfriend | Jung JaehyunWhere stories live. Discover now