14. Masa yang Berbeda

222 27 24
                                    

Liana membuka pintu sebuah kamar yang berwarna hitam. Saat pintu itu terbuka, Liana menemukan Galen yang menatap kearahnya dalam keadaan bertelanjang dada. Sepertinya kaos hitam polos yang sekarang ada di tangan Galen, baru saja akan ia pakai tapi kedahuluan Liana yang masuk kedalam kamarnya.

"Aku ganggu gak, Gal?"

"Enggak, kok. Kamu kesini sama siapa?" sambil berjalan menghampiri Liana, Galen berusaha memakai kaosnya.

"Sendirian."

Disaat mereka berdua sudah saling berhadapan, Galen tiba-tiba meraih kedua pipi Liana menggunakan tangan besarnya. Pria itu membawa wajah Liana mendekat kearahnya untuk ia berikan kecupan singkat tepat di bibir ranum Liana. "Kenapa dateng kesini sendirian, hem? Kamu bisa kabarin aku biar aku jemput," ujar Galen setelah mengecup bibir Liana sebanyak tiga kali.

"Kamu gak suka, ya?" dua tangan Liana masih memegangi bagian pinggang kaos Galen sejak pria itu menciumnya.

"Iya, aku gak suka." Galen berterus terang. "Aku lebih tenang kalo kamu pergi kemana-mana gak sendirian, lebih tenang lagi kalo perginya sama aku." Galen meraih sebelah tangan Liana. Pria itu membawa Liana duduk di sofa depan tempat tidurnya.

"Gak lagi-lagi, deh."

"Harus, kalo enggak itu namanya kamu lagi cari masalah sama aku," telunjuk tangan Galen mencolek ujung hidung Liana. "Aku telfon mamah kamu dulu."

"Ada apa?"

Galen menghentikan pergerakan jarinya di layar ponselnya. Pria itu akhirnya kembali menatap Liana. "Mamah kamu tadi telfon aku. Dia tanyain kamu soalnya kamu belum pulang kerja juga. Kamu di telfon juga gak bisa. Aku telfon kamu juga ternyata sama aja. Tadi aku niatnya mau cari kamu, takutnya kamu di culik."

Liana memukul lengan Galen yang bicara sembarangan. "Enak aja, aku udah besar gini siapa yang mau culik aku?"

"Jangan salah, sayang. Perempuan seumuran kamu itu malah jadi santapan empuk apalagi buat penjahat seksual."

Tiba-tiba Liana menjauhkan diri dari Galen, membuat Galen bingung. "Kenapa, nih?"

"Kamu termasuk gak, Gal?"

Tidak main-main, Galen langsung mengikis jarak diatara mereka. Sekarang hidung mancung mereka sudah saling bersentuhan. Liana bahkan bisa merasakan hembusan nafas Galen yang menerpa wajahnya. "Kalo aku setega itu, aku udah lakuin itu ke kamu dari dulu," lirih Galen, lalu mengecup hidung Liana yang membuat Liana mengedipkan matanya beberapa kali.

"Galen!" Liana memukul dada Galen yang membuat pria itu tersenyum.

"Kenapa kamu susah di hubungi, hem? Aku, dan mamah kamu sampai khawatir."

Liana tidak menurunkan tangannya dari dada Galen, perempuan itu masih setia menyentuhnya yang sesekali ia pukul kecil. "Aku lupa cek ponsel, dan kayanya ponsel aku mati."

"Mau aku beliin ponsel lagi gak, biar punya cadangan? Jadi hal kaya gini gak ke ulang lagi."

"Apaan sih, Gal? Gak usah lah."

Dan Galen hanya tersenyum.

Setelah menjauhkan diri dari Liana, Galen segera menelfon mamahnya Liana. Dua orang itu terlibat beberapa percakapan yang hanya di dengar saja oleh Liana. Mamahnya saja sampai tidak meminta untuk bicara kepadanya karena asik berbicara dengan Galen. Hal ini membuat Liana bosan, jadi perempuan itu memilih untuk menyalakan televisi.

"Sayang, lagi ada masalah?"

Lamunan Liana buyar seketika setelah Galen bertanya. Perempuan itu kelabakan menatap Galen yang entah sejak kapan menatapnya dalam dari jarak dekat dengan posisi dagunya ia sangga menggunakan tangannya yang bertumpu pada sandaran sofa.

Ex Boyfriend | Jung JaehyunWhere stories live. Discover now