PART 33. MANEKEN ( 1 )

Mulai dari awal
                                    

Ava hanya mangap. What? Pria ganteng itu suami dr. Sasmita? Kok bisa?

.
.
***

Aksihta Pradnya mengamati lengannya yang memar membiru. Dalam dunia medis ia tahu itu terjadi karena pecahnya pembulu darah kecil. Di sebut dengan Purpura simplex.

"Elo udah cek, Nya? Ati-ati lho. Bisa indikasi penyakit tertentu," Ava mengingatkan. Akshita Pradnya menghela napas berat. Ia juga tahu, bisa saja ini Hemofilia ( kurangnya protein tertentu dalam tubuh ), Purpura Dermatitis (gangguan pembulu darah yang yang di sebabkan pembulu darah merembes keluar dari pembuluh darah kapiler ), bahkan bisa jadi karena diabetis tipe 2.

Tapi Akshita Pradnya ingat kata-kata Dhaniel, salah satu teman KoAssnya yang sepertinya nyasar ke fak. Kedokteran. Karena lebih menyukai hal-hal mistik. Bahkan memiliki cincin batu akik. Yang katanya punya ruh.

"Di jilat jin itu, Nya."

Benarkah? Akshita menjamahi seluruh dimensi kamar kostnya. Remang dan temaram meski bola lampunya sudah di ganti.

Dijilat Jin? Akshita Pradnya tertawa geli sekaligus ngeri. Ingatannya melayang dan jatuh pada peristiwa aneh yang ia alami bersama Ava.

Jatuh dari motor. Di tolong suami dr. Sasmita. Di bawah ke ruko yang ternyata milik salah satu keluarga suami dr. Sasmita.

'Ini bu Shindu, sudah seperti ibu kami."

Saat itu dr. Sasmita mengenalkan mereka pada perempuan cantik dengan sanggul lebar beruntai melati segar.

Memakai jarik parang dalam bentuk rok. Memakai kebaya hitam dengan bordil perak di pinggirannya. Tampak anggun dan cantik.

Dan darah Aksita Pradya seolah berhenti. Bu Shindu? Bukannya itu nama yang di sebut Mirna dan katanya berbahaya?

Berbahaya dari mana? Orangnya sangat ramah. Murah senyum. Meski tatap matanya seolah memiliki daya magis yang luar biasa.

Dan jamahan tangannya terasa begitu dingin saat membantu dr. Sasmita membersihkan lukanya sebelum di jahit.

Dan yang paling aneh saat dr. Sasmita bertemu mereka lagi di rumah sakit tampak seperti tidak mengenali mereka. Seolah tidak bertemu sebelumnya. Seolah beliau adalah Sasmita lain. Terbayang apa yang terjadi hari itu sebelum mereka melewati stase mata.

"Kita kemarin malam di tolongin suami dokter."

Ava yang berusaha menjelaskan sambil nyengir saat dr. Sasmita tampak bingung.

"Ooh," jawaban oh panjang itu dengan ekspresi yang bingung. Namun senyum tetap berusaha tersungging dan basa-basi mereka sekarang di stase apa.

"State mata, Dok," jawab Ava dengan senyum. Mereka memang akan mengikuti dr. Erina Lupita, Sp. M. Ini stase minor.

Tinggal beberapa stase minor yang harus mereka lewati. Mereka sudah melewati stase THT, stase neurologi ( saraf ), stase anastesi, stase kulit dan kelamin, stase psikiatri, stase forensik, sekarang stase mata.

Tinggal stase Gigi dan mulut, stase radiologi akan menjadi stase terakhir.

"Dokter Sasmita kok beda ya, Va?"

Akshita Pradya bertanya, Ava berkerut heran, beda gimana?

"Auranya lebih tenang," jawab Akshita sambil mengamati cahaya warna-warni di tubuh Sasmita. Lebih keunguan. Dari pada medan elektro magnet yang ia lihat kemarin malam. Hitam pekat. Berpendar di sekitar tubuh Sasmita. Dan sangat dingin. Tapi hari itu? Teduh dan sejuk. Dan,

"Brug!"

Sebuah suara membuat lamunan Akshita Pradya buyar. Suara benda jatuh? Akshita bangkit dari duduknya. Sepertinya di depan pintu kamar kostnya. Ia buka tidak ya?

🅳🅴🅰🆃🅷 🅰🅻🅱🆄🅼 ( 🅾🅽 🅷🅾🅻🅳 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang