[CHAPTER 17] Selangkah Lebih Dekat

Start from the beginning
                                    

    Mata Ayana memicing curiga. "Lo nggak macam-macam, kan?" tudingnya mengungkap isi kepalanya.

    "Macam-macam apa, Ayana?" Tiara bertanya seolah dirinya adalah korban tak bersalah.

    "Emm ... ya, mungkin lo nyembunyiin sesuatu dari gue?" ucap Ayana menebak-nebak.

    "Something? Like what?"

    "Misalnya, lo daftarin nama gue di acara Festival Club Nusa, mungkin?"

    Mimik muka Tiara berubah tegang. Tubuhnya terasa sulit digerakkan walau hanya gerakan kecil. Belum lagi tatapan menusuk yang dilayangkan teman sebangkunya, semakin membuat ia tidak dapat berkutik. "Hahaha," tawa sumbang Tiara terdengar canggung. "Nggak, lah. Gue nggak berani."

    Jelas saja, jika ia berkata yang sebenarnya, maka itu berdampak besar di kehidupannya. Ia harus bersiap-siap untuk hidup tersiksa tanpa ada orang yang membantunya dalam belajar. Itu artinya, nyawanya di pertaruhkan sekarang. Antara hidup dan mati. Hidup dengan cara berbohong dan mencari alasan logis. Atau mati dengan keadaan kantong kering karena nilai yang tak mencukupi dan kehilangan teman sebangku.

    "Bagus. Karena kalau tebakan gue benar dan lo ketahuan bohong, lo tahu apa artinya, ya nggak, Tiara Vallencia?" Sungguh ketika Ayana berada di mode unfriendly-alias jauh dari kata ramah-terlihat menyeramkan. Buktinya saja begitu Ayana menyebut nama Tiara, temannya itu dapat merasakan aura dingin di sekitarnya.

    Susah payah Tiara menelan ludah bagai batu kerikil yang memaksa masuk ke dalam mulutnya. "Oh, itu ... gue tahu, kok, Ayana Reveira Iskandar."

    Ayana menarik sudut bibirnya, menyunggingkan senyum mengerikan bernama smirk. "Kalau gitu berdoa aja semoga kebohongan lo nggak ketahuan, oke? Karena kalau sampai itu terjadi, gue bakalan "ramah-ramah" sama lo. Ngerti?" Dia sengaja memberi tekanan di kata ramah-ramah, yang menunjukkan kebalikan dari arti tersebut.

    Tiara masih berada di mode silent kala Ayana berkutat dengan buku di hadapannya. Bibirnya sulit dibuka. Oksigen di sekitarnya mendadak sulit ia hirup. Jantungnya berpacu lebih cepat, bukan karena si doi atau bias-nya, tentu saja.

*****

    "Ra, gue duluan, ya. Bye," pamit Ayana agak terburu-buru. Memasukkan alat tulisnya ke dalam tas. Kemudian berlari kecil keluar kelas.

    "Eh Ay, handphone lo ke-tinggalan," seru Tiara. Namun si pemilik benda canggih itu telah berlalu entah ke mana. Tiara mendesah pelan. "Sifat cerobohnya balik lagi," gumamnya lirih.

    "Hai, Tiara."

    Tiara menoleh. Kedua sudut bibirnya tertarik, terpaksa. "Oh, hai Lily," balasnya berusaha menahan rasa kesalnya kepada gadis di hadapannya. Kenapa juga dia manggil-manggil gue? Pengen diperhatiin, kali, ya? Heol, gila perhatian banget ini anak! batinnya mengumpat.

    "Emm, gue dengar loker teman lo-" ujar Lily pelan, memulai percakapan.

    "Kenapa emangnya?" sela Tiara sinis.

    "Oh, itu gue-"

    Tiara mendengus keras. "Kalau lo ngerasa gak bersalah, lebih baik lo diam aja! Nggak usah caper ke gue. Emang dengan lo bersikap baik di depan gue, gue bakal percaya sama apa yang keluar dari mulut busuk lo, huh?! Pikiran lo sempit, ya?" ejek Tiara meledek.

    "Heh, Tiara! Lo kalau ngomong bisa di pikir dulu, nggak?"

    "Nggak!" selak Tiara galak.

    Diana berdecak pelan. Berjalan mendekati Tiara. "Lo tuh main asal nuduh orang lain terus, ya!"

    Tiara tertawa sinis. "Hebat juga, lo bisa taklukin Diana. Na, di apain aja lo sama dia sampai mau tutupin kesalahan cewek busuk ini?"

    Kepalan tangan Diana makin erat menahan amarah membumbungnya.

    Mereka memandang ke arah Tiara dan Diana. Sebagian dari mereka mulai berbisik.

    "Ada apa nih?"

    "Lo nggak tahu apa?"

    "Apaan?"

    "Itu loh, kasus loker Ayana waktu itu," cerita teman si penanya.

    "Oh, pas Tiara nuduh Lily yang ngelakuin itu?" tanya si penanya balik berbisik.

    "Iya, dia emang suka main nuduh orang mulu kerjaannya."

    "Heh! Anjani!" Seruan itu berhasil lolos keluar dari bibir Tiara yang gatal untuk tidak menghiraukannya.

    Teman si penanya menoleh. "Apa?"

    Perlahan kaki Tiara melangkah ke tempat berdirinya Anjani, salah satu teman seperkumpulan Diana. Kedua tangannya tersilang di depan dada. "Siapa yang lo maksud suka main nuduh orang? Gue, huh?!"

    "Kenapa? Ngerasa lo?" sulut Anjani.

    "Fyi, gue nggak suka orang yang di depan sok-sokan dekat, padahal di belakang dia nusuk temannya sendiri!" ucap Tiara tajam.

    Anjani mengedip mata beberapa kali. Tangannya bergerak ke belakang tubuh, menyembunyikan telapak tangannya yang mulai bergetar kecil. "Terus? Apa hubungannya sama gue?"

    "Nggak ada, sih. Tapi, gue cuma mau cerita sama lo boleh, kan?"

    "Cerita apaan? Gue nggak-"

    "Dulu, gue punya teman," mulai Tiara memotong ucapan Anjani yang hendak menolak. "Gue sama dia hampir setiap hari selalu bareng, ke mana pun. Dan pastinya, dia tahu semua cerita gue, termasuk cowok yang gue suka. Tapi, sayangnya gue nggak tahu siapa cowok yang dia taksir."

    Anjani bergerak tak nyaman di tempatnya berdiri. Napasnya agak tercekat mendengar serentetan kata demi kata yang keluar dari bibir Tiara.

    "Singkat cerita, dia, teman yang udah gue anggap saudara gue sendiri, justru jadi orang yang nyakitin gue. Tahu kenapa?"

    Hening. Tidak ada jawaban sama sekali. Begitu juga keadaan kelas mendadak sunyi. Ya, mereka tahu cerita itu. Cerita yang berhasil menguak kenyataan pahit yang telah lama disembunyikan Tiara.

    "Alasannya, sederhana. Cowok yang gue suka ternyata udah punya pacar. Mereka backstreet sejak kelas VII SMP. Dan lo tahu apa yang lebih parahnya lagi?"

    "Berhenti!" seru Anjani parau.

    Akan tetapi, Tiara melakukan hal yang bertolak belakang dengan yang dikatakan Anjani. "Cewek yang entah harus beruntung atau sial itu adalah teman gue sendiri, Anjani." Tatapan mata Tiara fokus di satu titik, mata Anjani, yang notabenenya orang yang ia percaya dahulu.

    Tenggorokan Anjani terasa kering. Memang benar, semuanya, semua kata-kata itu benar adanya. Toh, teman-temannya tahu kisah cinta pertama seorang Tiara Vallencia yang kurang beruntung tersebut.

    Helaan napas terdengar pelan. "Kalian tahu, kan? Mulai sekarang, kalau kalian nggak suka sama gue atau ada maksud lain buat deketin gue." Tiara melirik sinis Lily. "Jangan harap kalian bisa hidup tenang," lanjutnya. Kakinya bergerak meninggalkan kelas tempat ia berteman dengan gadis cuek namun ceroboh, seperti Ayana.



*

*

*

*

*

TO BE CONTINUED


NOTES
Hello, yeoreobun~
Ada yg pernah ngerasain di posisi Tiara? Semoga nggak ada, ya. So, see you again

Salam Kenal,

Indri

FLASHBACK [COMPLETED]Where stories live. Discover now