40

1.9K 121 14
                                    

Chapter ini gak sedih kok.. kita happy happy yahh bestieeee xixi

***


Chapter 40

Terhitung sudah tiga bulan sejak Bright mengetahui Win tengah mengandung anaknya, artinya kandungan Win sudah memasuki bulan ke-lima. Hari ini adalah hari untuk mengecek perkembangan sang buah hati. Kedua pasangan itu tengah duduk di lorong rumah sakit bersama putri kecil mereka.

"Ayah~ Papi~"

"iya sayang?" jawabnya serentak pada panggilan putri kecilnya.

"Kiya tidak sabar pengen liat dedek bayi" celoteh anak mereka penuh dengan nada kegirangan.

Win melengkungkan bibir pucatnya ke atas. Tangannya terulur mengelus surai putri kecilnya itu. "Kiya senang banget yah sayang pengen liat dedek bayi?" dengan semangat Kiya mengangguk.

"Papi~" tangan mungilnya menggenggam tangan besar Win. "Papi, jangan tinggalin Kiya dan juga dedek bayi yah. Papi harus sehat bareng dedek bayi. Kiya sedih liat Papi wajahnya pucat terus. Kiya tiap malam berdoa pada Tuhan, sehatkan Papi dan juga dedek bayinya Kiya. Kiya janji, Kiya tidak akan menyusahkan Papi bahkan Ayah sekalipun. Kiya cuma mau bareng Papi terus. Kiya sayang sama Papi" tubuh kecilnya berangsur memeluk Win dengan erat. Win menangis dalam diam.

Bright yang mendengar kalimat putrinya meneteskan air matanya. Rasanya begitu sesak mendengar untaian harapan yang keluar dari bibir mungilnya.

Dalam pelukannya, Kiya kembali berujar dan itu membuat Win semakin mengeluarkan air matanya.

"Dokter Alice bisa aja ngomong seperti itu, tapi Tuhan yang mengatur semuanya, Papi. Kata Miss Jane, doa anak baik dan tidak nakal pasti dikabulin sama Tuhan. Kiya memang bukan anak baik, kadang nakal, kadang gak ngikutin kata Papi. Tapi Kiya berjanji, akan menjadi anak yang baik untuk Papi dan juga Ayah. Biar Tuhan ngabulin doa-doa Kiya untuk Papi dan juga dedek bayi. Kiya sayang banget sama Papi, Tolong jangan tinggalin Kiya yah Papi, cukup Bunda aja yang ninggalin Kiya. Papi jangan. Kiya loves Papi so much"

Pelukan Kiya pada Papinya terlepas. Anak kecil berumur delapan tahun itu mengedipkan matanya melihat Win menangis tanpa henti.

Tangan mungilnya terulur mengusap air mata Win yang jatuh berderai kedua matanya.

"Papi jangan nangis," tangannya terus mengusap air mata Win yang tidak berhenti. "Kiya gak ada tissue untuk Papi. Jangan nangis Papi"

Win pun berusaha menahan air matanya untuk tidak jatuh kembali.

"Kiya taukan kalau Papi sayang banget sama Kiya?" anak kecil itu mengangguk.

"Kiya selalu berada disini—" Win meletakkan tangannya pada dada di sebelah kirinya, "in Papi's heart, sayang" lanjutnya.

"Papi tidak akan kemana-mana. Papi akan tetap berada di samping Kiya. Sini sayang, Papi pangku" lantas Win menarik putrinya itu untuk bangkit dari duduknya. Namun sang putri menggeleng tidak ingin.

"Kiya duduknya di samping Papi aja. Nanti dedek bayik sesak kalau Kiya dipangku Papi"

"Ayah~"

Bright yang dipanggil oleh putrinya dengan cepat menghapus jejak air matanya.

"iya sayang?" ujarnya melihat kearah sang putri yang masih duduk di samping kiri Win.

"Ayah aja yang pangku Kiya Papi. Biar Papi bareng dedek bayi" kedua kaki mungilnya menghampiri Bright.

"sini sayang"

Hap!

Kiya sudah berada dipangkuan Bright. Senyuman anak itu merekah begitu lebar menatap Win yang masih berkaca-kaca.

I am sorryWhere stories live. Discover now