33

2K 170 14
                                    

Win panik setengah mati setelah mendapatkan kabar bahwa Kiya sang putri tidak berada di sekolahnya. Dengan terburu-buru dirinya keluar dari rumahnya dan menyetir dengan perasaan yang tidak baik.

Pear tolong jangan lukai putri ku. Batinnya.

Sesampainya di halaman sekolah putrinya, ia pun membanting pintu mobilnya dengan keras. Kaki panjangnya ia bawa berlari menyusuri lorong sekolah. Matanya terus menatap lurus kedepan menuju ke ruang guru.

Wajahnya yang sudah di penuh oleh keringatnya akibat berlari. Di dalam sana sudah ada Kath sang pengasuh putrinya dengan wajah yang sangat panik.

"bagaimana bisa Kiya tidak ada?" satu kalimat yang terdengar begitu menusuk keluar dari mulutnya.

Kath hanya diam menunduk seraya melafalkan kalimat maaf berulang kali pada Win.

Win mengerang frustasi. Rambutnya ia jambak dengan sangat kesal. Pikirannya sangat kacau sekarang. Bahkan guru-guru yang berada disana tidak berani mendekat untuk menenangkannya.

"APA KAU TIDAK MENJAGANYA HAH?!" suara Win meninggi.

"maafkan saya, Tuan" hanya itu yang bisa Kath katakan.

"SAYA TIDAK BUTUH MAAF MU, NONA KATH. SAYA MEMBAYARMU UNTUK MENJAGA PUTRIKU. KENAPA KAU BISA SELALAI INI"

Suara yang biasanya selembut sutra itu kini meninggi terintimidasi. Kath yang tidak pernah mendengar suara majikannya meninggi seperti itu. Tapi hari ini, BOOM.. meledak begitu saja.

Tiba-tiba satpam sekolah putrinya masuk dengan nafas yang tersengal-sengal. "maaf Tuan Win.. saya melihat nona Kiya bersama seorang wanita di taman dekat sini."

Mendengar penuturan satpam tersebut, Win keluar dan berlari menuju taman yang di maksud itu. Dalam hatinya, ia terus merapalkan doa bahwa putrinya baik-baik saja sampai ia ada disana.

Semua orang ikut berlari di belakang Win. Wali kelas, Kath, dan satpam sekolah ikut berlari di belakang Win.

Dari kejauhan Win sudah menangkap sosok putri kecilnya yang tengah mengunyah sepotong roti yang ada di tangannya. Namun disana ia hanya melihat sang putri duduk sendirian. Kemana Pear?

"KIYA!!" teriak Win memanggil nama sang putri.

Gadis kecil itu menoleh melihat sang Papi serta beberapa orang yang tengah berlari kearahnya. Mata bambinya yang mirip dengan kepunyaan Papinya mengedip lucu sambil terus mengunyah roti yang ada di dalam mulutnya.

"Papi" suara cempreng nan lucu itu menyahut. Win langsung memdekap putrinya masuk ke dalam pelukannya. Satu tetes air matanya jatuh di pipinya.

Win memeluk begitu erat sang putri. "Kiya dari mana saja, nak? Papi khawatir Kiya kenapa-kenapa"

"tadi Bunda ke sini Papi. Bunda ngajak Kiya beli es krim dan juga Bunda beliin Kiya roti coklat kesukaan Kiya" sahutnya dengan polos.

"kenapa Kiya gak nanya Phi Kath dulu? Papi kan udah bilang sama Kiya tadi pagi, mulai sekarang Kiya kalau pengen kemana-mana harus bilang sama Phi Kath dulu. Atau seenggaknya Kiya ngomong sama Miss Jane"

"Kiya suntuk nunggu Phi Kath di dalam sekolah, Papi. Teman-teman Kiya udah pada pulang. Jadinya Kiya nunggu Phi Kath di halte. Tapi ternyata yang datang adalah Bunda"

Kini Win menarik diri menjauh sedikit dari putrinya. Tangannya ia rapikan poni Kiya yang menutupi wajah imut nan cantiknya. "lain kali Kiya ngomong dulu yah nak. Papi khawatir Kiya kenapa-kenapa."

Kiya hanya mengangguk lucu.

"yasudah kalau gitu, kita pulang yah. Ayo, sayang."

***
"sialan! Kenapa bisa Metawin datang ke sekolahnya Kiya"

Saat ini Pear dilanda emosinya yang semakin menggebu-gebu. Sesaat sebelum Win datang menghampiri Kiya di taman, Pear meninggalkan Kiya sendirian guna membelikannya es krim.

Namun saat ia ingin menghampiri Kiya membawakannya sebungkus es krim, netranya sudah menangkap sosok Win serta beberapa orang yang ada di belakangnya. Mau tidak mau Pear seketika mencari tempat untuk bersembunyi.

Melihat Win yang sudah menggendong Kiya menjauhi taman itu, rencana yang ia sudah susun hari ini kacau begitu saja. Dan sekarang ia meluapkan emosinya yang menggebu-gebu sejak tadi.

"baiklah Metawin, hari ini kau menggagalkan rencanaku. Tapi jangan senang dulu, aku sudah menyiapkan rencana selanjutnya untuk membawa pergi putri kecilku ini" senyumnya tersungging begitu menyeramkan.

***
Malam harinya di kediaman keluarga Chivaaree terlihat begitu hangat. Sejak sore tadi Bright tiba di rumahnya. Menemani sang putri bermain dan menonton kartun sore kesukaannya.

"Ayah.." panggil Kiya yang tengah asik memainkan jari-jari panjang Bright.

"iya sayang?"

"weekend nanti ayo ke mall, Ayah. Kiya pengen beli boneka Sofia"

"ok princess, minggu nanti kita ke mall beli boneka-" ucapan Bright di potong dengan cepat oleh Win yang datang menghampiri keduanya. "gak ada beli boneka baru lagi. Boneka di kamar Kiya udah banyak, nak."

Bibir yang mirip dengan kepunyaan Win itu tertekuk kebawah. Mata indahnya menatap Win dengan tatapan memohon. Namun Win tetap melarangnya membeli boneka baru lagi.

"sayang-" baru saja Bright memanggilnya, Win sudah menyela kelanjutan kalimat Bright. "aku bilang enggak ya enggak phi Bright. Awas aja kalau phi Bright membelikannya"

"huaaaa~" suara tangisan dari bibir Kiya terdengar nyaring. Anak kecil itu menangis dengan kencang dengan air matanya yang turun begitu deras melewati pipi gembilnya.

Bright langsung menggendongnya masuk ke dalam pelukannya. Tangan besarnya terus mengelus punggung kecil putri kecilnya ini agar kembali tenang.

"sudah yah, sayang. Kita beli yang lain aja yah. Kita beli es krim aja yah. Es krim apapun yang Kiya mau Ayah beliin buat anak cantik Ayah" Bright masih berusaha menenangkan putri kecilnya agar berhenti menangis.

Win mendekatkan dirinya pada Bright yang masih menggendong Kiya. Perlahan tangannya mengambil alih Kiya masuk ke dalam gendongannya. "sayang dengerin Papi, nak. Boneka di kamar Kiya kan udah banyak, sayang. Lemari mainan Kiya pun juga udah penuh dengan boneka Kiya. Kalau Kiya beli lagi mau ditaruh di mana. Lagian boneka Sofia Kiya udah ada dua loh di kamar. Gak baik sayang terlalu berlebihan. Dan juga boneka Sofia yang Kiya punya masih bagus semua. Nanti yah belinya, kalau boneka Sofia Kiya yang di kamar udah rusak."

Kiya mengerjap dengan lucu dengan air matanya yang masih saja mengalir. Perlahan tangan mungilnya naik mengusap air matanya. "maafin Kiya Papi"

"Kiya gak salah, nak" lantas Win memeluk dengan erat putri kecilnya ini. "hari minggu ini Kiya boleh beli es krim apa saja sebagai ganti boneka Sofia-nya. Tapi janji sama Papi, jangan langsung di abisin yah" dengan bersemangat Kiya mengangguk. Tangisannya sudah berhenti.

Akhirnya keluarga kecil itu beranjak ke ruang makan mereka. Makanan di atas meja makannya sudah di tata dengan rapi. Kini ketiganya makan dengan tenang dan di selingi ocehan lucu putri kecil mereka.

Namun tiba-tiba Win beranjak dari kursinya menuju ke kamar mandi. Bright yang membersihkan noda kari di mulut putrinya menoleh dan melihat Win yang berlari dengan terburu-buru masuk ke dalam kamar mandinya.

Dari tempatnya, Bright mendengar suara Win yang memuntahkan isi perutnya. Dengan cepat Bright datang menghampirinya. Dan betapa terkejut dirinya melihat Win yang sudah duduk tak bertenaga di lantai marmer kamar mandinya.

"phi Bright.. hoek"

***


I am sorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang