34

1.7K 148 14
                                    

Sekarang Win sudah berada di kamarnya istirahat. Bright sangat panik tadi saat melihat kesayangannya jatuh tidak berdaya di lantai kamar mandinya.

"Ayah, Papi kenapa? kenapa wajah Papi pucat sekali?" itu suara Kiya. Suaranya terdengar begitu sedih melihat Papi kesayangannya tidak sadarkan diri.

Bright yang duduk di samping putrinya membawa tangan kekarnya mengelus lembut surai panjang anaknya. "Kiya gak boleh sedih gitu. entar kalau Papi bangun terus liat Kiya sedih, Papi bakalan sedih juga. Ayo senyum dulu ke Ayah."

"tapi Papi bangun kan, Yah? Kiya gak mau liat Papi kaya gini" mata putrinya kini berkaca-kaca.

Melihat sang putri akan menangis, Bright langsung membawanya masuk ke dalam pelukannya. Mengelus punggung kecil itu dengan nyaman.

"Papi bentar bangun kok, Nak. Kiya gak usah khawatir yah. Ada Ayah disini"

"Kiya gak mau kehilangan Papi, Ayah. Kiya janji, gak akan nakal. Kiya bakalan dengerin ucapan Papi. Kiya gak bakalan pergi bareng Bunda lagi"

Bright seketika memberhentikan elusannya. Kalimat terakhir Kiya, maksudnya apa?

"Kiya sayang. Anak cantiknya Ayah" panggilnya pelan.

Bright menarik putrinya dan menatap mata bambi yang sangat mirip dengan kepunyaan Win. Kiya mengedip lucu dengan air mata yang menetes keluar tanpa henti.

"hey, cantiknya Ayah kenapa nangis? Jangan sedih sayang. Papi bakalan bangun kok" tangan besarnya mengusap lelehan air mata sang putri.

"pasti gara-gara Kiya Papi jadi gini Ayah. Siang tadi, harusnya Kiya gak usah ikut sama Bunda beli ice cream hiks"

"Kiya ketemu Bunda, sayang?"

Anak kecil itu mengangguk.

"bagaimana Kiya bisa ketemu dengan Bunda? Apa Bunda datang ke sekolahnya Kiya?" tanya Bright perlahan.

"Kiya tadi suntuk nunggu Phi Kath jemput. Semua teman Kiya udah di jemput. Jadinya Kiya nunggu Phi Kath di halte dekat sekolah. Kiya pikir yang nyamperin itu Phi Kath, tapi ternyata Bunda. Terus abis itu Kiya di ajak Bunda ke taman dekat sekolah, lalu di sana Kiya disuruh nungguin Bunda beli ice cream."

"tapi Bunda gak ngapa-ngapain Kiya kan, sayang?"

Anak itu menggeleng cepat. "enggak Ayah"

Syukurlah..

Setidaknya Pear tidak menyentuh putrinya barang seujung kuku. Namun, kenapa Win tidak menceritakan ini kepadanya?

Tempat tidur yang mereka duduki bergerak. Bright melihat mata Win perlahan terbuka.

"Ayah, Papi udah bangun" teriak sang anak kegirangan.

"Papiii~" langsung saja ia memeluk Win yang masih menyesuaikan matanya pada cahaya lampu di kamarnya.

"sayang~" suaranya serak memanggil sang putri.

"masih merasa pusing?" tanya Bright sambil membawa dirinya mendekat ke arah Win.

"sedikit"

"kita ke rumah sakit aja kalau gitu" ujar Bright.

Win menggeleng lemah. "gak usah Phi Bright. mungkin aku hanya kecapean, istirahat sebentar nanti pulih lagi"

***
Keesokan paginya, Win terbangun dari tidurnya lantaran isi perutnya kembali ingin keluar. Tanpa ia sadari, tangan yang semalam setia memeluknya kini ia lepaskan dan bangun dari tidurnya dengan tergesa-gesa.

Pintu kamar mandinya terbuka. Lalu dengan cepat ia berlari ke depan wastafel. Win berusaha mengeluarkan semua isi perutnya. Wajahnya kembali pucat pasi.

I am sorryKde žijí příběhy. Začni objevovat