48. Terlalu Toxic

Start from the beginning
                                    

*****

"Gala kemana?" tanya Riri celingukan karena tidak mendapati cowok itu di antara teman-temannya yang lain.

"Cuci muka. Dia baru bangun. Semalem gak tidur. Tadi jam lima pagi baru tidur," jawab Alan yang sejak tadi memegangi rambut Meisya karena gadis itu sibuk mengaduk mie instan yang dimasak di atas kompor portable.

Melihat Riri seperti sedang mencemaskan Gala, Akbar mencoba menggoda gadis itu. "Kemaren bilangnya mau break beneran. Kok nyariin sih? Kangen ya, Ri?"

Riri menggeleng cepat kemudian duduk di antara Alan dan Nenda. "Enggak. Riri nanya doang kok."

"Gak papa, Ri. Bilang aja kalau kangen. Lagian si Gala tadi malem gak bisa tidur juga pasti karena galau. Gara-gara jawaban lo semalem waktu kita main truth or dare."

"Gak usah takut. Kalau Gala ngapa-ngapain lo biar gue patahin kepalanya," lanjut Ilham songong. Seolah dirinya benar-benar berani mematahkan kepala Gala.

Ilham yang merasa pundaknya tiba-tiba berat, bergerak tidak nyaman. "Ini apaan sih kok kayak ada yang pegang pundak gue?"

Ilham bergidik ngeri. "Masa camping ground di sini angker? Jangan-jangan ini kunti yang mau ngerasukin gue lagi? Ihhh serem bangett!"

"Coba lo noleh ke belakang, Ham. Biar tau wujud kunti yang lo bilang serem," sahut Akbar yang sudah lebih dulu memakan mie instan plus nasi dengan rakus. Sejak tadi malam Akbar memang kelaparan, namun malas untuk bangun dan membuat makanan. Alhasil sarapan kali ini cowok itu terlihat sangat bernafsu.

"Ck! Ini ap--eh lo kok udah balik Gal?" cengir Ilham sedikit terkejut dengan kehadiran Gala yang tiba-tiba ada di belakangnya. "Bukannya tadi lo masih cuci muka ya?" tanya Ilham basa-basi karena takut dengan cengkraman tangan Gala di pundaknya yang semakin mengerat.

Alis Gala terangkat sebelah mendengar pertanyaan bodoh yang Ilham lontarkan. "Kepala siapa yang mau lo patahin?"

Ilham menggeleng cepat. "Enggak ada, Gal. Salah denger lo. Lo mau gue ambilin mie gak, Gal? Enak banget mie masakan Meisya."

"Gue punya tangan sendiri. Kecuali lo yang bentar lagi tangannya bakal gue patahin," jawab Gala menakut-nakuti Ilham.

Gala duduk di samping Ilham lalu melirik sekilas ke Riri. Gadis yang duduk berdempetan dengan Alan itu terlihat sedang sibuk mengobrol dengan Nenda dan juga Choline.

"Ekhem," Gala berdehem pelan. "Tumben lo duduk di situ, Lan?"

Alan menatap Gala sedikit bingung. Pasalnya sejak tadi ia hanya fokus mengamati wajah Meisya, jadi tidak sadar jika Gala sudah ada di antara mereka.

"Kenapa?" satu alis Alan terangkat. "Lo mau duduk di sebelah Riri?" tanya Alan blak-blakan.

"Gak."

Akbar tertawa mengejek. "Ya elah, Gal. Alan mah duduk di situ karena mau nemenin ayangnya masak. Alan kan punya ayang. Emangnya lo, udah--"

"Bacot!"

Akbar diam dan kembali memakan sarapannya karena tidak mau dibantai Gala sepagi ini. Begitu juga dengan yang lain, mereka semua kembali fokus ke jatah sarapan masing-masing. Sampai akhirnya Gala menyadari sesuatu.

"Ini mienya pedes semua?"

Meisya langsung menjawab karena memang gadis itu yang bagian memasak, meski sempat dibantu Choline sebentar. "Enggak, Kak. Cabe bubuknya belum gue campur. Kalian bisa campurin sendiri sesuai selera masing-masing."

"Kak Gala gak suka pedes?" tanya Meisya penasaran.

"Suka."

Alan menatap Gala dan Meisya bergantian. Alan takut tadi Gala hanya mencari kesempatan untuk mengobrol dengan Meisya. "Kalau suka pedes, kenapa masih na--"

BUCINABLE [END]Where stories live. Discover now