Sebelas

43 44 48
                                    

Hai..
Apa kabar?

Happy Reading

Tandai jika ada, typo!

•••

KEN POV

Kuputuskan membawa Mauraku yang sudah disetujui oleh Bang Dion ke rumah sakit. Karena ia tak kunjung sadar, aku menelpon Andre untuk membawa Mobil kemari. Andre Narendra, sahabat sekaligus bodygoart yang alm. Papah perintahkan untuk menjagaku.

Setelah menunggu sekitaran 10menit. Andre datang dengan mobil hitam kesayanganku. Aku bergerak cepat membopong Maura kedalam mobil, disusul Bang Dion.

Para pria bajingan itu sudah dibawa kekantor polisi untuk ditindak lanjuti. Aku sangat syok tidak percaya, bahwa satu dari enam para pria bajingan tersebut adalah Ayah Maura sendiri. Aku sangat tidak habis pikir, Ayah macam apa yang sangat tega seperti itu?

Aku membawa Maura ke rumah sakit tempat dimana Alm. Papahku dirawat. Kupinta ruangan VVIP, ruangan terbaik untuk kesembuhan Mauraku. Sempat Bang Dion menolaknya karena tidak punya uang cukup untuk menggunakan ruangan tersebut. Aku memberikan Bang Dion pengertian dan akhirnya ia pun mengangguk pasrah.

"Ken, bisa tolong jagain Maura sebentar? Abang harus ngasih tau Ibu dan menjemputnya kesini." Pinta bang Dion.

Aku mengangguk cepat "Andre, lo anter bang Dion ya." Andre mengangguk mantap menjawabku.

"Eh, gak usah. Abang bisa sendiri naik ojek." ujar kembali Bang Dion.

"Ayolah, bang." Bujuk Andre.

Kudengar helaan nafas pelan dari bang Dion, "Abang dari tadi, ngerepotin kalian terus. Nggak enak."

"Kami gak ngerasa direpotin, kok. Udah, sana abang dianterin aja sama Andre."Ucapku meyakinkannya. Bang Dion menatapku bimbang, aku tersenyum sembari mengangguk.

"Yasudah." Putus bang Dion. Aku kembali tersenyum manis kearahnya.

"Titip, Maura ya Ken. Abang pamit, dulu." Pamitnya, aku mengangguk mantap memberikan jempol tanganku membuat sang empu terkekeh kecil. Lantas mereka beranjak meninggalkanku dengan Maura.

Aku beralih menatap Maura yang tengah terbaring lemah diranjang. Duduk dikursi yang telah disediakan. Aku mengusap pelan  puncak kepalanya. Menggenggam tangannya,  memerhatikan wajah cantik sang empu.

Bulu matanya yang tebal dan lentik tanpa alat make up, alisnya yang sedikit tebal dengan bulunya yang menyatu, juga bibirnya yang pink dan ranum, hidung kecil dan mancung serta pahatan wajahnya yang sempurna. Ditambah dengan rambut panjangnya yang hitam indah.

Aku tersenyum manis melihatnya. Kuciumi tangannya yang lembut dan juga putih bersih. Benarkah aku telah jatuh cinta kepadanya diwaktu yang sesingkat ini? Kemana tembok pertahananku yang selama ini aku bangun?

Segampang itu ia menghancurkannya. Ia tanpa sadar, telah berhasil membuatku jatuh dalam pesonanya. Aku benar-benar telah jatuh cinta kepadanya.

Aku sedikit tersentak, melihat pergerakan dijari jarinya. Mataku berbinar senang, kala sebuah lenguhan terdengar dari suara orang yang telah kutunggu-tunggu sadarnya.

Bibirku semakin melengkungkan senyuman melihat matanya yang indah perlahan mengerjap-ngerjapkan.

"Maura" panggilku pelan, disertai senyuman yang sangat merekah. Sedetik kemudian, senyumanku lenyap saat melihat sang empu terisak pelan disertai dengan tubuhnya yang bergetar.

MAURA (ON GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang