Empat

72 98 72
                                    

Hai..
Apa kabar?
Jangan lupa bahagia

Happy Reading

Tandai jika ada, typo!

....

Disaat Maura terbangun, ia tak menemukan seorang pun yang berada di rumah. Kecuali dirinya tentunya. Disaat Maura khawatir setengah mati, entah dari mana asalnya. Sean sudah duduk di sofa.

Terlihat sekali wajah kusutnya. Maura mendekatinya dan duduk disofa single.

"Ibu kemana, Sean? "Maura bertanya dengan menatap matanya.

"Makanya jangan kebo, ketinggalan kan, lo. " jawabnya menyebalkan.

"Heh! Tinggal jawab aja malah ngeledek. Dasar, bontot! "

"Ibu di rumah sakit. Bareng abang sama kakak. Ibu demam tinggi, tadi pas lo tidur. "

Maura melotot galak "Bener-bener ga sopan kamu ya, ngomong lo lo lo sama yang lebih tua! "

"Cuman beda setahun doang, lagian gue lebih tinggi dari pada, lo. Orang-orang juga, pasti ngira gue kakak, lo adiknya." ucapnya tertawa meledek.

"Nyebelin ya, lo."

"Dih, ngikutin."

"Bodoamat." setelah mengatakan itu. Maura langsung berlari kearah kamar.

Maura mematut kaca dihadapannya, masih bisa ia lihat matanya yang masih membengkak. Juga sedikit lebam kebiruan dipipi kanan. Maura menghela nafas pelan, lantas memutuskan untuk mandi karena sudah bau badan.

...

Maura berjalan dilorong rumah sakit bersama Adiknya yang menyebalkan. Kakinya melangkah sangat lebar hingga membuat Maura sedikit kesusahan mengejarnya. Tiba didepan ruang rawat ibu. Maura melihat banyak sekali tetangga menjenguk Ibu.

Alhamdulillah, ibu dikelilingi oleh orang-orang yang baik. Maura tersenyum ramah, pada tetangga yang menatapnya. Maura ingin masuk menemui ibu tapi sangat susah karena banyak yang menghalangi.

Tiba-tiba, Maura merasakan tangannya digenggam erat oleh seseorang. Maura menoleh, ternyata Kak Sera. Maura tersenyum dan dibalas senyum balik olehnya. Kak Sera menuntunnya membelah kerumunan. Setelah berhasil masuk tanpa ada lecet sedikitpun.

Maura melihat ibunya tengah terbaring lemah dibrankar yang ia tempati. Selang infus ditangannya, dan juga selang oksigen yang berada dihidungnya. Tak terasa, mata Maura kembali mengembun. Tak akan terbayang jika ibu pergi meninggalkannya, sehancur apa diri Maura nanti.

Melihatnya terbaring lemah pun, sangat mengiris ulu hati. Dekapan hangat membuat sang empu menoleh dimana Bang Dion menatapnya sembari memeluk, mengelus punggungnya.

"Abang, ibu gabakal kenapa-napa kan? " Maura bertanya dengan nada tercekat.

"Husshh. Gaboleh gitu ngomongnya, Maura doain ibu. Biar cepet, sembuh." Maura mengangguk patuh. Berjalan menghampiri ibu, menatap mata redupnya lamat-lamat.

"Abang, Bang Celo ga dateng?" tanya Maura pada Bang Dion.

"Masih dijalan, katanya. " Maura mengangguk-angguk tanda mengerti.

MAURA (ON GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang