Enam

75 75 97
                                    

Haii..
Apa kabar?

Happy Reading

Tandai jika ada, typo!

•••

MAURA POV

Aku mengerjap-ngerjapkan mata, menyesuaikan pencahayaan yang masuk ke dalam retina. Kepalaku terasa berdenyut nyeri. Tubuhku lemas tidak ada tenaga.

"Ngghh ..." lenguhku merasakan sakit yang luar biasa. Kubuka mataku lebar-lebar, ruangan bernuansa biru menyambut penglihatanku.

Aku terhenyak, sontak aku bangun dari tidurku dan meraba-raba tubuh. Dimana aku? A-apa aku berada diruangan yang sama dengan pria bajingan itu? Aku kembali terisak dengan pening dikepala yang terus mendera.

"Ibu maafin, Maura. Maura udah kotor--hikss " Tangisku semakin kencang merasakan kembali ketakutan. Aku menenggelamkan kepala diantara lutut. A-aku sudah kotor.

"Iya, lo kotor belum mandi." Suara berat itu menghentikan tangisanku. Aku mendongak, menatap wajah tampan yang sedang bersandar dipintu dengan tangan yang melipat di dada.

"Ke-Ken. Ngapain kamu disini? " Ucapku masih terisak.

"Menurut, lo? Siapa yang bawa lo pas pingsan dijalan? " Ujarnya dengan menatapku datar.

"Jadi, kamu yang bawa aku?" Ken mengangguk membenarkan. Aku menghela nafas lega, mengusap sisa air mata.

"Terimakasih, Ken." Ia menganggukan kepala lagi. Lantas keluar meninggalkanku yang sedang termenung. Tak lama kemudian, ia kembali dengan sebuah nampan yang berisi air teh.

Aku menatapnya bingung, kami saling bertatapan beberapa detik membuat pipiku memanas dan langsung mengalihkan pandangan.

"Minum. Masih sakit gak kepalanya?" tanyanya.

"Buat  aku? Ah, sedikit, tapi nggak apa-apa." Dia menganggukan kepala lagi. Aku pun meneguknya perlahan sembari menatapnya ragu.

"Aku mau pulang, sekali lagi terimakasih bantuannya," aku berucap pelan. Mengingat kembali kejadian beberapa jam yang lalu. Aku, hampir saja, dilecehkan.

Aku menatap kosong kedepan. Memikirkan kalau seandainya Ken tidak ada. Ibu pasti akan sangat malu  dan tentu diriku yang akan sangat kotor. Ibu, aku tersadar karena mengingat ibu. Aku sudah lama pergi meninggalkan rumah tanpa kabar. Ibu pasti mencemaskanku.

Lantas aku berdiri, namun kakiku masih sangat lemas. Kulihat Ken memperhatikanku, namun tak kuhiraukan dan terus mencoba melangkahkan kaki dengan pelan. Satu langkah,dua langkah, tiga langkah ...

Brugh!

Akhh

Aku meringis pelan saat terjatuh dilantai. Dan juga terjatuh dihadapan Ken. Sangat malu dan juga sakit. Ingin sekali rasanya menangis. Aku mengurut pelan kaki betisku. Kulihat telapak kaki ku lecet dibeberapa bagian, pantas saja sangat sakit.

Aku mendongak kala sebuah tangan terulur dihadapanku, Ken. Ternyata aku salah menilainya, maafkan aku Ken. Argghh, aku ingin sekali menangis.

MAURA (ON GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang