Lima

64 82 57
                                    

Hai..
Apa kabar?

Happy Reading

Tandai jika ada, typo!

...

MAURA POV

14 hari berlalu. Selama itu pula aku tak pernah melihat Ayah. Bagaiman keadaannya, dimana tempat ia tinggal, dan dimana ia mencari makan. Rasa khawatir kini menggerogoti pikiran, mulai mencari cari dimana ia berada.

Ibuku sudah kembali kerumah 6 hari yang lalu. Dan kembali membuka warung, meskipun kami sudah melarangnya. Ia tetap bersikeras ingin membuka warung. Dengan alasan, jenuh terus berada didalam kamar.

Ibu terus mendesak kami untuk mencari dimana Ayah berada. Ku ayunkan sepeda sayur milikku. Melewati hamparan sawah yang sangat luas dan hijau.

Dijalan, aku melihat Tiara dan Niva

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dijalan, aku melihat Tiara dan Niva. Kuputuskan untuk berhenti sejenak dan menanyakan apakah mereka bertemu dengan Ayah atau tidak.

"Eum ... Kemarin sih, aku liat dikampung sebelah. Sama Pak Heru bapaknya Nandi itu loh. " ujar Niva.

"Ihh, Pak Heru yang gondrong itu? Yang suka judi sama mabok-mabokan? " ujar Tiara dengan raut wajah terkejut begitu juga denganku.

"Serius Niva. Aku lagi cari Ayah, udah dua minggu dia ga pulang." ucapku gelisah.

"Duarius." ujar Niva meyakinkanku dengan tangan yang membentuk huruf V.

Aku menghela nafas pelan. Mengucapkan terimakasih pada kedua sahabatku. Dan kulajukan kembali mengayuh sepeda.

Semilir angin membelai pipiku dan membuat rambutku yang tergerai bergerak seirama bersama angin yang berlalu. Dengan sepeda sayur lamaku, aku mengayuhkan sepeda ke kampung sebelah. Dimana Niva melihat Ayahku berada.

Dan benar saja. Aku melihat Ayah beserta 4 pria paruh lainnya sedang duduk diteras rumah Pak Heru sembari memainkan kartu yang ntah apa namanya, aku tidak tau.

Aku berjalan menghampirinya, setelah kuletakan sepeda di pinggir jalan. Bau asap rokok menyengat hidungku, kala aku sampai disana.

"Ayah." aku memanggilnya sembari memainkan ujung bajuku. Sangat takut karena 4 pria paruh baya itu terlihat menyeramkan dimataku. Semuanya berbadan besar, dan memiliki tato dikedua lengan. Dan satu pria paruh baya yang menggunakan anting.

Rambut mereka sama-sama gondrong dan keriting, seperti rambut yang tidak pernah keramas. Begitu juga Ayahku, namun Ayah tidak memiliki tato seperti yang lainnya.

Ayah yang dipanggil langsung berbalik menatapku. Juga 4 pria paruh baya lainnya itu.

"Wah, ini anak lo, Sur? Cakep juga, ya! " pria bertato dengan anting ditelinga kirinya itu berucap sembari menatapku liar.

MAURA (ON GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang