Sepuluh

42 47 65
                                    

Haii..
Apa kabar?

Happy Reading

WARNING!!

⚠Chapter ini mengandung pelecehan⚠
Jika tidak suka, maka bisa diskip.

Tandai jika ada, typo!

•••

MAURA POV

Hari ini tak seperti biasanya. Aku berada dirumah sendirian, Ibu dan Sean pergi kesekolah. Menghadiri perpisahan. Kuputuskan mengerjakan pekerjaan rumah seperti biasanya. Setelah selesai, aku berehat dengan selonjoran di sofa.

Tak seperti biasanya, kini perasaanku diliputi perasaan tidak enak. Ada rasa gelisah dan ketakutan saat sendirian seperti ini. Tak mau, berlama lama kesepian, aku nangkring seperti biasa didepan rumah. Duduk dikursi tua, memerhatikan pengendara yang melintas.

Lama ku duduk diteras rumah, hingga pengendara motorpun sudah tidak ada. Jalanan sangat tampak terasa sepi. Para tetanggapun tampak tidak terlihat diluar rumah.

Krekk

Suara seperti kayu yang terinjak membuat bulu kudukku merinding. Perasaanku kini diliputi perasaan was-was, masih ada trauma semenjak kejadian satu minggu yang lalu.

Kuputuskan masuk kedalam rumah, lantas menguncinya dari dalam. Hufhh..

Baru bernafas lega. Aku kembali dikejutkan oleh suara ketukan pintu.

Tok tok tok

Kubuka kunci perlahan, lantas membuka pintu dengan hati-hati.

Mataku membulat sempurna, kala yang datang adalah Ayah dan teman-temannya yang sama. Kututup pintu kembali namun gerakanku kalah cepat dengan Ayah.

"A-ayah mau apa?" ujarku pelan dengan jantung yang berdetak lebih cepat. Keringat dingin bercucuran didahiku.

Kulihat Ayah mengode teman-temannya membuatku semakin was-was.

"TOL--hmphhh hmpphh---" gerakan bibiku kalah cepat dengan pria bajingan itu. Ia membekap mulutku dengan sapu tangan yang untungnya tidak diberi obat bius.

"Hmpphh!! " Aku berontak kala tanganku dicekal kebelakang oleh pria bajingan yang sama.

"Kali ini lo gak akan bisa, kabur.  Hahahaha!! "

"Pastikan nggak ada orang yang ngeliat. Kalian berdua tunggu diluar, kita bertiga masuk kedalam." tukas pria bajingan itu lagi.

"Loh bos, gak bisa gitu dong, gue juga mau." timpal yang lainnya. Air mataku terus bercucuran disertai dengan keringat.

"Arghhh!! Banyak omong, nanti giliran. Lo emang mau, kita ketahuan hah??"

"Ya-yaudah deh, bos."

"Hmpphh hmpphh!!!" Tubuhku melemas karena ketakutan. Kulihat sedari tadi Ayah hanya menatap wajahku datar, dia sudah seperti bukan seorang Ayah! Tak kulihat raut wajah khawatirnya sedikit pun, melihat anak gadis perempuannya sedang dalam pertaruhan.

"Arghh, diam!! Sur, gue yang duluan, ya! " Ayah melirikku tak peduli.

"Terserah"

Aku diseret paksa kedalam bilik kamar. Seberapa kuatpun melawan aku tetap kalah oleh tiga pria dewasa dihadapanku ini.

Aku dilemparkan diatas ranjang, membuat ranjang tempat tidurku berdecit. Aku menangis pilu meratapai kesedihan. Tanganku diikat dari belakang. Sedangkan kaki keduaku diikat kesisi ranjang, membuat kakiku mengangkang.

MAURA (ON GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang