Gadis kecil di hadapan Rafa itu mengerjapkan matanya beberapa kali. Berusaha mencerna kalimat yang Rafa ucapkan barusan. "Pindah ke planet lain?"

Rafa tertawa. Mungkin ini semua efek karena dirinya sering menceritakan tentang benda-benda langit ke Riri. Alhasil Riri mengira jika dirinya akan pindah ke planet lain.

"Pindah rumah sama pindah sekolah. Bukan pindah ke planet lain."

"Lumahnya Rafa diangkat?"

Rafa menghela napas. "Enggak. Mama aku bakal tetep tinggal di rumah itu. Aku sama Papa yang pindah ke rumah dan ke sekolah yang lain."

"Oh gitu?" angguk Riri paham. "Jadi lumahnya gak diangkat telus dibawa pelgi, ya?"

"Enggak."

"Lili kila kalo pindah lumah, lumahnya ikut diangkat juga." Riri tertawa cekikikan karena ternyata selama ini dugaannya salah. "Telus Lafa kapan balik ke sini lagi?"

"Kata Papa, suatu hari nanti aku pasti bakal balik ke sini lagi buat tinggal sama Mama."

Rafa tersenyum miris mengingat percakapan singkatnya dengan Riri beberapa tahun silam saat mereka masih duduk di bangku TK dan saat kedua orang tuanya belum bercerai.

Dulu, Riri adalah satu-satunya anak yang mau berteman dengan Rafa. Karena waktu itu umur Rafa memang paling kecil di antara teman-teman satu kelasnya, Rafa selalu saja di bully dan tidak pernah diajak main oleh mereka.

Untungnya Rafa mengenal Riri, teman satu kelasnya yang ternyata umurnya juga sepantaran dengannya. Mereka sama-sama masuk sekolah di umur yang memang belum waktunya. Alhasil Rafa dan Riri terlihat paling kecil dan imut di antara anak-anak yang ada di kelas mereka.

Sayangnya, pertemanan mereka tidak bisa bertahan lama karena saat itu Rafa harus ikut Papanya pindah ke kota lain. Lalu di saat semesta kembali mempertemukan mereka berdua setelah kepergian Rafa yang tanpa kabar, Riri sudah menjadi milik orang lain. Rafa yang awalnya mempunyai niat untuk memperbaiki hubungannya dengan Riri agar bisa kembali seperti dulu, harus mengubur semuanya dalam-dalam karena merasa kalah bahkan sebelum berjuang.

Sampai detik ini, kadang Rafa masih merasa menyesal. Harusnya dulu ia tidak pergi atau harusnya ia datang lebih awal. Namun semua menjadi pilihan yang teramat sulit karena di sisi lain Rafa juga tidak mau meninggalkan Papanya lalu tinggal bersama Mamanya.

Meskipun sekarang, ia terpaksa harus tinggal bersama Mamanya karena Papanya sakit dan membutuhkan banyak biaya untuk pengobatan. Kalau bukan Mamanya, Rafa tidak tahu lagi harus meminta tolong pada siapa.

Rafa mengusap wajahnya kasar. "Sebenernya gue juga gak mau ganggu hubungan lo sama Gala, Ri. Gue gak mau rusak kebahagiaan kalian. Tapi berhubung waktu itu lo tiba-tiba nge-chat gue kaya gitu, gue langsung berubah pikiran. Seolah lo ngasih gue harapan. Jadi jangan salahin kalau sekarang gue gak mau nyerah gitu aja."

*****

Gala menatap kolor Spongebob nya prihatin sambil mengingat kejadian kemarin. "Baru juga beli, udah dibuat kain pel sama bocil, ck!"

"Masa beli lagi?" tanyanya pada diri sendiri.

Cowok yang duduk di tepi tempat tidur dengan lilitan handuk putih di pinggangnya itu mengacak-acak rambutnya. "Lama-lama gue beli pabriknya!"

Senyum Gala mengembang lebar kala otaknya berhasil menemukan ide cemerlang. Gala mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Tangannya dengan lihai mengotak-atik ponsel untuk menghubungi seseorang.

BUCINABLE [END]Where stories live. Discover now