12. Venna or Joana? (Special Part)

Start from the beginning
                                    

"Bisa saja kamu tidur dengan laki-laki lain, lalu merayu Mario untuk tidur denganmu. Dan ketika kamu hamil, Mario yang bertanggung jawab."

"Jangan asal bicara ya!" Venna tampak kalap di buat Joana. Kata-kata Joana sangat menohok hati siapapun yang mendengar. Memangnya di pikir Venna wanita penghibur? Ia hamil kan juga karena ulah Mario sendiri.

"Kalian kenapa?" Suara Mario berhasil memecah suasana tegang diruang tamu ini.

"Aku sedang mengungkapkan kebenaran yang ada." Mario mengangkat satu alis tebal miliknya.

"Maksudmu?" Tanyanya pada Joana.

"Apa kamu yakin anak itu anakmu?" Nada suara Joana kembali sinis dengan memandang remeh ke arah perut Venna yang tampak tengah membuncit. Namun Venna hanya diam mendapat perlakuan seperti itu.

"Kamu meragukan aku tidak bisa membuat anak?" Mario balik bertanya dengan pertanyaan yang menggelitik.

"Kalian kan baru sekali berbuat lalu sudah langsung berbuah? Sulit di percaya." Joana ini benar-benar menyulut emosi. Semua ucapannya memancing amarah Venna dan Mario.

"Itu cepat terjadi karena aku sedang dalam masa subur." Venna menggertak wanita sok tau ini.

"Kenapa? Kamu iri, ya? Karena Mario belum memberikan sebagian spermanya untukmu? Begitu?" Kata Venna lagi seakan meledek Joana tetapi berhasil membuat wajah Mario sedikit memerah. Mengapa pembicaraannya sampai sejauh ini?

"Venna!" Mario setengah menjerit.

Suasana kembali hening namun terasa tegang. Venna mengamit tas coklatnya kemudian berdiri dari duduknya.

"Aku akan pulang." Ucapnya dengan nada suara serak. Mungkin berusaha menahan tangis.

"Lihat, kan? Ingin kabur begitu saja. Sudah terbukti." Joana, kau sungguh menjengkelkan. Dumel Venna dalam hati.

Venna berjalan menghampiri Joana yang tengah terduduk santai. Tangannya mengepal. Emosi sudah di puncak kepala.

Mario terlihat -berusaha- menengahi. Ia berdiri di tengah-tengah dua gadis ini yang tampaknya -mungkin- akan memerankan aksi laga.

Venna mengangkat tangannya, menunjuk Joana dengan telunjuknya. "Apanya yang sudah terbukti? Kebohonganku atau kebohonganmu?"

Joana tampak mengerutkan dahinya. Seperti bingung atau bahkan sedang bertanya, Apa maksudnya?

"Dua bulan lalu. Saat kamu sedang sibuk dengan skripsimu dan kami Ujian Nasional. Mario telah memutuskanmu. Lewat email. Karena handphonemu gak aktif. Saat itu aku iseng memainkan laptop Mario dan membuka beberapa email kalian. Tau apa yang aku temukan?" Venna memandang ke arah Mario yang hanya disambut dengan kepala menggeleng.

"Dia sudah membacanya." Venna menunjuk kesal batang hidung Joana. Akhirnya kebohongan itu terungkap. Mario segera angkat bicara namun Venna menahannya dengan melanjutkan ucapannya.

"Kamu bilang pada Mario gak tahu-menahu, kan? Soal email itu? Tapi aku melihatnya. Aku melihat email itu sudah terkirim dan terbaca. Mau mengelak menutupi kesalahanmu dengan membangkitkan kesalahanku lagi?"

Joana terkesiap dengan perubahan wajah Mario yang sepertinya akan marah. Pandangan matanya geram. Berani-beraninya Joana tega membohongi Mario mentah-mentah.

"Aku bisa menjelaskan semuanya, Mario." Ucap Joana memelas. Namun, hati Mario tak luluh dan tetap emosi.

"Ku rasa kamu tau apa yang Mario inginkan." SKAK! 1-1, Joana!

"Kamu tau pintu keluar di rumah ini, kan? Silahkan." Usir Mario secara halus. Venna tersenyum penuh kemenangan.

Joana menghentakkan kakinya kesal. Kemudian pergi melongos begitu saja tanpa pamit. Dasar tak tau malu.

Venna memandang Mario penuh arti. "Aku juga harus pulang."

"Tinggalah disini." Mario memegang kedua lengan Venna dengan mesra.

"Kita belum sah, Mario." Venna berusaha bersikap biasa. Seperti Venna yang cuek.

"Kamu pikir saat kita melakukannya itu sah?" Mario meledek. Wajah Venna terlihat merona.

"Aku mencintaimu. Terima kasih sudah berbicara hal yang sebenarnya."

"Aku belum mencintaimu sampai kamu berani datang melamarku bersama Tante Eva dan Om Marco."

Mario tertawa kecil. "Aku pasti akan datang melamarmu."

"Sampai anak kita lahir?" Venna menatap lekat-lekat manik mata Mario.

"Hmm.. Ya. Sampai aku memiliki anak kedua dari kamu." Mereka berdua tertawa. Pintar sekali pasangan ini saling meledek.

"Aku akan mengantar kamu pulang." Mario meraup kunci mobilnya yang tergeletak diatas meja tamu.

"Aku bisa pulang sendiri." Tolak Venna dengan cepat.

"Aku lebih mencintai nyawamu daripada dirimu."

"Apa kamu masih mencintaiku?" Tanya Venna -sepertinya- serius.

"Menurutmu?" Venna mendecak kesal. "Aku pikir kamu jijik sama aku, ya, seperti Joana memandangku."

"Mungkin. Setelah kamu bertambah gendut nanti." Lagi-lagi Mario kembali meledek. "MARIOOOOO!!"

~~~
Hahaaaaay, cepet kan gue updatenya? Baca terus yaaaaa.. Masih banyak keseruan lainnya.. Tungguin yaaa hehe❤ vote dan comment sangat dibutuhkan (bukan ngemis-ngemis juga)

Secret AdmirerWhere stories live. Discover now