[CHAPTER 2] Sebuah Pernyataan

Mulai dari awal
                                    

    "Tuh, kan!" seru gadis itu sedikit heboh. "Aku pengen tanya satu hal sama kamu," ujarnya. "Kenapa kamu ngelanggar perjanjian kita?"

    "Oh, itu. Kenapa? Kamu gak suka kalau aku kabulin permintaan kamu?" Lelaki itu justru balik bertanya. Matanya tak lepas dari buku catatan di tangannya.

    "Bukan gitu!"

    "Terus?"

    Si gadis berseragam SMP itu mendengus sebal. "Jadi gini, kalau kita bicara berdua kamu pakai aku-kamu. Kenapa sama yang lain nggak gitu?"

    Sebelah alis laki-laki itu terangkat. "Itu beda lagi," jawabnya singkat.

    "Beda apanya maksud kamu?" Si anak perempuan bertanya tidak mengerti.

    Si lelaki menatap gadis di hadapannya. "Intinya apa? Kamu gak suka aku ngelanggar perjanjiannya gitu?"

    "Nggak juga," jawab si gadis ragu. "Tapi aneh aja kalau—"

    "Kalau kamu gak suka, aku bisa tepatin perjanjiannya buat kamu," sahut si lelaki memotong perkataan si gadis.

    Gadis itu menengadahkan kepala kecil. Bibir si pria melukis sebuah senyum simpul. Untuk sesaat dia terdiam. Mengagumi senyum yang jarang diperlihatkan si pemilik.

    "Kamu masih ingat, kan pertanyaan aku yang waktu itu?"

    Kepala si gadis terangguk kecil. "Kamu—"

    "Tenang aja aku belum tagih jawabannya. Kamu masih punya waktu buat jawab pertanyaan aku," ujar si laki-laki yang juga memakai seragam yang sama dengan si gadis. "Tapi ada syaratnya."

    "Apa?" tanya sang perempuan berambut panjang itu antusias.

    Untuk beberapa saat binar mata itu mampu menghipnotisnya. Membungkam mulutnya hingga bibirnya terasa kelu. Memperhatikan lekat-lekat setiap lekuk wajah gadis polos di depannya.

    Lengan si gadis melambai-lambai mencoba mengembalikan kesadaran teman lelakinya. "Syaratnya apa?"

    Si lelaki berdeham pelan. "Jangan pernah kamu kasih jawabannya ke cowok yang tanya pertanyaan yang pernah aku tanya ke kamu. Aku, cowok pertama yang harus tahu jawaban kamu," tegasnya. "Kamu ngerti, kan maksud aku?"

    Kepala si perempuan mengangguk patuh, layaknya anak yang patuh pada sang Ayah.

    Si lelaki mengacak pelan rambut panjang si gadis gemas.

    Ayana menggelengkan kepala cepat-cepat. Dia tidak bisa seperti ini. Semuanya telah usai. Keadaan tidak dapat dia ubah semaunya. Dan juga waktu tidak dapat ia ulang kembali.

    "Hey!"

    Baru saja Ayana keluar dari toilet, dia langsung disambut seruan seseorang. Alisnya menukik bingung, tak mengenali siapa lelaki yang sekarang ini ada di hadapannya, dengan memamerkan senyum simpul. "Siapa, ya?"

    "Nama lo Ayana Reveira Iskandar?" Si pria tak di kenal tersebut bertanya, tidak menghiraukan pertanyaan Ayana.

    "Iya, lo tahu dari mana?"

    "Tuh, name tag lo," balasnya enteng.

    Mendengarnya, Ayana mengumpat merasa dongkol atas pertanyaannya sendiri. Ayana! Lo kapan pinternya?

    "Lo anak IPA?" Lagi. Si laki-laki tak di kenal bertanya, tak memberi kesempatan Ayana bertanya hal yang sama.

    Si gadis mengangguk polos. Sedetik setelahnya, Ayana membatin, Kenapa juga gue harus jawab pertanyaan cowok asing ini, sih? Ayana! Sadar! Dia memperhatikan penampilan si lelaki asing. Mulai dari atas kepala sampai ke bawah. Entahlah perasaannya mengatakan jika ada yang aneh dengan siswa di hadapannya kini.

    "Nih, buat lo. Anggap aja itu ucapan terima kasih dari gue, karena mau kenalan sama gue," sahut si lelaki asing memecah pikiran Ayana. "Gue nggak akan pergi sebelum lo ambil hadiahnya," tambahnya.

    Ayana mendesah kasar, terpaksa menerima “hadiah” tersebut.

    "Kalau gitu gue pergi dulu, bye." Si lelaki asing yang entah berasal dari mana itu berlalu pergi. Tepat setelah “hadiah” itu berpindah ke tangan Ayana.

    Iris mata Ayana menatap origami burung berwarna biru di genggamannya, sebagai hadiah yang di maksud si lelaki asing tadi.

*****

    "Andri? Lo ngapain di sini?"

    Andri menampilkan senyumnya. "Eh, Ayana."

    "Gue tanya, lo ngapain di sini?"

    "Gue? Lagi mikirin lo," jawab Andri di mode menggoda Ayana. "Lagian, di sana bosen nggak ada lo. Gak asyik, deh, jadinya."

    Ini anak kapan seriusnya? geram Ayana kesal setengah mati. "Kapan lo berhenti ngegombal, sih, Dri?"

    "Kenapa emangnya?"

    Ayana tak menggubrisnya. Meneruskan langkah ke bangku barisan kedua dari depan, kemudian duduk di kursinya. Di dekat jendela. "Bukannya tadi lo di kantin sama yang lain? Kenapa tiba-tiba ada di kelas?"

    "Mau jawaban yang gimana? Yang benar atau yang bikin lo senang?"

    "Yang palsu ada, nggak?" Ayana menengok ke depan. Ada Andri yang entah sejak kapan berada di sana.

    "Ada," ujar Andri. "Gue baru aja dari toilet." Ia menjawab santai.

    Embusan napas terdengar. "Dri, bisa nggak lo—"

    "Nggak," sergah Andri menyela ucapan Ayana. Senyumnya terpatri, tak lelah menunjukkannya kepada sang gadis.

    "Terserah lo aja," kata Ayana lelah melayani Andri.

    Andri memperhatikan Ayana teliti. Entah kapan tepatnya, dia mulai menggoda Ayana. Meneror si gadis dengan kode-kode kerasnya.

    Ayana Reveira Iskandar. Gadis yang berhasil menarik perhatian Andri sejak hari pertama dilaksanakannya MOS di sekolah ini. "Ayana," sebut Andri memanggil.

    Ayana menoleh malas, bosan mendengar gombalan receh milik Andri. "Apa lagi?"

    "Gue suka sama lo."



*

*

*

*

*

TO BE CONTINUED


NOTES
Hello, yeoreobun~
Nah, loh, ada yg confess. Diterima nggak, ya? 😂
Kalau kalian jadi Ayana, apa yg bakal kalian lakukan? Drop jawaban kalian di sini, ya 🤗
See you when I see you again~


Salam Kenal,

Indri

FLASHBACK [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang