49. PERASAAN KACAU.

Start from the beginning
                                    

Wanita itu menyibakkan rambut Glova. Menyisir rambut putrinya menggunakan sisir yang ia ambil di dekat meja belajar. "Jangan lupa kamu minum susunya."

Glova mengangguk patuh, menggambil segelas susu yang Maminya bawakan tadi. Seraya menunggu rambutnya rapi, Glova meminum segelas susu itu hingga habis tak tersisa.

"Emmm... Yummy!"

Air mata Glova menetes, bayangan kenangan bahagia itu menghantuinya lagi. Dirinya mengepalkan tangannya mencoba menahan amarah, memandang Altop dengan tajam.

Glova mendorong kasar tubuh cowok di depannya itu. Ia berlari cepat, menaiki beberapa anak tangga menuju ke lantai dua rumahnya lalu masuk kedalam kamar.

"Apa gunanya hidup gue hah?!" Glova menarik selimut kasurnya yang terlipat rapi. Dirinya juga membuang serta melemparkan semua barang yang ada di kamar. "Aaarrrggghhh!"

Pyar!

Brak!

Pyar!

Pyar!

"Nggak guna!!" Glova menangis histeris dalam kamarnya, menarik kuat rambutnya sendiri. "Aaaarrrgghhhh! Mami.."

Altop bergegas menyusul langkah kekasihnya, mengunci pintu kamar sebelum dirinya menghampiri gadis itu dan memberikannya pelukan erat. "Glova stop! Tenang dulu, Va."

"Hiks! Lepasin gue, Altop." Glova meronta, mencoba melepaskan tangan Altop yang memeluknya. "Lepasin gue! Biarin gue mati. Selama ini lo nggak tau rasanya jadi gue."

"Gue benci mereka! Dua tahun gue jadi gila karena gue mikirin mereka." Glova membalas tatapan tegas Altop dengan nanar.

"Diem dulu dengerin gue! Tenang sayang. " Nafas Altop berburu oksigen. Sialnya, cowok itu justru merenggangkan sedikit pelukannya berharap agar Glova bisa lebih tenang.

Ketika memalingkan wajahnya, Glova sukses menggapai serpihan vas di ujung ruangan lalu menggoreskan pergelangan tangannya sendiri menggunakan ujung serpihan yang tajam hingga tetesan darah segar mulai keluar dari kulit mulusnya.

Altop terkesiap. Benar-benar terlambat, ia gagal menghalangi pergerakan Glova yang begitu cepat.

"GLOVA!"

Glova tetap menangis histeris, kesadarannya masih sangat utuh saat ini. "Gue nggak akan pernah maafin mereka, Altop. Mereka udah ninggalin gue! Aaarrrrghhh! Orang tua gue, ninggalin gue dengan cara tragis."

"Bukan pengorbanan! Tapi mereka kasih penderitaan buat gue seumur hidup." Badan Glova melemas, merasakan darah dengan deras mengalir keluar.

**

Altop membungkus luka pada pergelangan tangan Glova menggunakan perban, berusaha menghentikan aliran darah yang sedari tadi terus menetes.

Sedangkan Glova, gadis itu tampak sudah tertidur lelap atau lebih tepatnya pingsan.

"Kenapa gue selalu gagal buat jagain lo?" Altop menghela nafas lelah, mengelus rambut kepala Glova seraya menatapnya lekat.

Suara pintu terketuk terdengar, dari balik pintu kamar Beliung memasang wajah cemas. "Altop! Glova! Kalian di dalam?"

Altop bangkit dari posisinya, sebelum berjalan meninggalkan Glova ia membenahi tarikan selimut hingga menutupi dada gadis itu. "Good night, gue balik dulu ya."

"Son! Apa yang kalian lakuk-"

Akhirnya pintu kamar Glova terbuka sedikit. Namun hanya sebentar, Altop segera menutup pintu itu lagi. "Glova udah tidur, Mah. Dia kecapean."

ALTOPWhere stories live. Discover now