Part 35 : Keluarga

279 31 0
                                    

Bismillah

✾ ꙳٭꙳ ❉ ꙳٭꙳ ✾

Jarum jam baru mengarah ke angka tiga, bertepatan dengan kelopak mata Yazid yang terbuka karena merasakan sesuatu yang aneh di sampingnya. Posisinya yang tadinya menghadap kanan segera ia ubah ke samping, mengarah kepada Humaira.

Ia mengucek matanya agar bisa melihat dengan jelas. Tangan kekarnya mengelus pipi Humaira pelan, memastikan wanitanya baik-baik saja. Namun, Yazid malah dikejutkan dengan tubuh Humaira yang terasa hangat, bahkan raga mungil itu terlihat menggigil.

"Aira?" panggil Yazid yang sudah bangun dari tidurnya. Wanita yang dibangunkan hanya membuka matanya sebentar, kemudian tertutup kembali. "Badan kamu panas banget, Ai."

Humaira menggeliat sebentar sambil bergumam kecil. "Nggak papa, Kak. Cuma demam biasa kok," timpalnya yang sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini. Sejak menjalani transfusi, Humaira sudah mengira resiko yang akan ia hadapi, seperti demam yang sering datang tiba-tiba.

Yazid menghela napasnya berat. Sebagai suami, ia bisa merasakan sakit yang diderita Humaira. Hatinya semakin diliputi rasa bersalah, karena belum bisa menjadi suami yang baik untuk istrinya.

Tanpa menunggu lama, laki-laki itu bergegas keluar kamar dan berjalan ke dapur. Ia mengambil wadah dan menuangkan air dingin di dalamnya. Tak hanya itu, Yazid juga membuat segelas susu hangat dan membawanya ke kamar.

Sesampainya di sana, ia meletakkan nampan yang berisi air dingin dan susu hangat tersebut di atas nakas, lalu beranjak mencari sapu tangan. Dengan telaten, Yazid mulai merendam sapu tangan tersebut dan meremasnya pelan, kemudian meletakkannya di kening Humaira. Selang beberapa menit, ia kembali melakukan hal itu, mengompres Humaira sampai demamnya mereda.

Merasakan sesuatu di keningnya, Humaira membuka mata. Senyum tipis terukir dari bibirnya yang sedikit pucat. "Makasih, Kak," gumamnya.

"Istirahat ya," balas Yazid mengecup kening istrinya dengan penuh cinta.

Jangan sakit ya, Ai. Aku nggak bisa lihat kamu kayak gini. Batinnya. Dalam hati terdalam ia berharap, ia ingin menggantikan posisi Humaira. Kalau bisa, penyakit itu akan beralih kepadanya, sehingga wanitanya tidak akan merasakan sakit seperti ini.

Setengah jam menunggu Humaira kembali terlelap, Yazid akhirnya beranjak ke kamar mandi, mengambil wudhu kemudian shalat malam. Berhubung masih ada waktu, ia menghabiskan sepertiga malamnya untuk berkeluh-kesah dengan Tuhannya, memohon kesembuhan untuk Humaira dan jalan keluar dari masalah yang sedang ia hadapi.

***

Sengatan matahari yang masih terasa hangat perlahan membuka kelopak mata yang sejak tadi terpejam. Setelah mengerjap berulang kali, Humaira mengangkat kepalanya yang terasa berat lalu menilik jendela yang sudah terbuka lebar.

"Ternyata sudah siang," monolognya diakhiri helaan napas panjang. Ia lantas bergerak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sejak haid kemarin, Humaira memang sering bangun di jam seperti ini karena Yazid sengaja tidak membangunkannya. Laki-laki itu ingin agar istrinya bisa istirahat lebih lama.

Belasan menit kemudian, Humaira sudah keluar dengan wajah yang sedikit lebih segar. Seusai meletakkan handuk pada tempatnya, gadis itu meraih handphone di dekat bantal dan mengecek notifikasi yang masuk. Alis hitamnya terangkat begitu melihat beberapa panggilan di sana. Sepertiga dari pemilik panggilan itu adalah dari Arfan.

Surgaku Kamu [SELESAI] ✔️Where stories live. Discover now