Empat lima

13.1K 776 73
                                    


Devan mengerjapkan matanya, pening mendadak melanda kepala lelaki itu.  Ia menggerakan kepalanya ke kanan dan ke kiri, di tatapnya ruangan asing yang tengah ia tempati.
Ruangan bercat biru muda dengan pemandangan seorang wanita yang tengah berdiri menghadap jendela.

Devan mendesis memegang kepalanya yang terasa berat, matanya masih merasa kantuk.

Wanita itu tampak menoleh,  memberi senyum manis untuk lelaki yang kini terbaring di atas kasur.

  "Pagi." Sapanya halus.

Devan kebingungan,  di tatapnya Dea yang kini berjalan mendekat. Bergerak menaiki ranjang.

Ia merangkak dengan bathrobe yang melekat di tubuhnya, hal tersebut membuat payudara wanita itu sedikit terpampang.

Devan tampak bergerak mengubah posisinya menjadi duduk, bersandar pada kepala ranjang.  Tangannya memijat pangkal hidung.

"Sayang.. " Dea memanggil,  mengusap rahang Devan dengan jarinya.

Mendapat perlakuan dadakan tersebut, Devan langsung menjauhkan kepalanya.  Ia menatap heran pada Dea yang terlihat tidak biasa.

"Dimana?" Devan bertanya dengan suara serak, ia menggeser posisinya agar sedikit menjauh dari Dea.

  "Rumah kita." Wanita itu tampak menyengir,  menampilkan deretan gigi rapi yang bersih.

Sedangkan Devan mengerjapkan matanya, ia masih merasa pusing.

  "Zara." Devan berguman, membuat Dea yang hendak membelai rahangnya terurung,  ia menampilkan raut tidak suka.

"Gak ada Zara,  Van." Ucapnya sedikit tegas.  Devan menoleh, menatap Dea dari atas hingga bawah.  Wanita itu sepertinya baru saja selesai mandi, rambutnya basah.  Namun,  wajahnya terlihat di poles make up yang sedikit menor.

Devan bergerak menjauh,  ia menyibakan selimut dan bangkit.

"Mau kemana?" Dea menatap gerak-gerik Devan dengan santai.

"Zara, aku harus ketemu Zara." Devan menjawab, berjalan menuju pintu kamar.

Sedangkan Dea tampak santai memperhatikan.

Devan bergerak memegang knop pintu,  dengan gerakan pelan.  Ia mendorong pintu tersebut.

Di kunci.

Devan berusaha mendorongnya kembali, mengerahkan tenaganya berharap agar pintu terbuka.  Namun nihil,  pintu tersebut tetap tertutup dengan kokoh.

"Kamu gak bisa kemana-mana, Van. Kamu akan selamanya disini.  Kita akan menjalani hari-hari bersama, tidur bersama,  dan hidup bahagia." Dea bersuara.

Devan seketika membalikan badan,  menatap Dea dengan alis terangkat.  Lelaki itu tampak menggeleng.

"Nggak,  gak bisa.  Aku harus pergi,  aku butuh Zara!" Devan tampak menolak.

Dea memasang wajah sendu, berjalan mendekati Devan, tangannya bergerak mengelus dada lelaki itu secara sensual.

Devan yang tidak nyaman pun langsung menghempaskan tangan wanita itu di tubuhnya.

"Kenapa?  Perlu aku lepas handuk biar kamu kepancing?" nada bicaranya di buat menggoda.  Namun,  hal itu tak membuat Devan terpengaruh, ia malah mendorong Dea dan berjalan menuju jendela.

Tangannya mendorong jendela tersebut agar terbuka.  Namun,  Lagi-lagi tidak bisa.

Devan tak menyerah sampai di sana, ia mengambil lampu tidur dan melemparkannya ke jendela. 

Sial.

Kaca tidak terlihat pecah sama sekali.  Lelaki itu tak sabar, pada akhirnya Devan menonjok kaca tersebut secara brutal.

ObsessionWhere stories live. Discover now